Jumat, 07 Desember 2018

MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA “MODEL PBL (PROBLEM BASED LEARNING)”


            MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA
“MODEL PBL (PROBLEM BASED LEARNING)”


Dosen Pengampu        : Dwi Agus Kurniawan, S.Pd., M.Pd

KELOMPOK 4
1.    Suci Utari                         (A1C317021)
2.    Priska Deboranita N         (A1C317045)
3.    Novri Elisabeth H             (A1C317047)
4.    M. Fikri Oksaputra           (A1C317053)


PRODI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PNEDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
                                         


KATA PENGANTAR

            Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mengizinkan penulis untuk membuat sebuah makalah Strategi Belajar Mengajar Fisika tentang MODEL PBL (PROBLEM BASED LEARNING) karena ridhanya lah penulis dapat menerbitkan makalah ini.
            Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT dan dan dosen pengampu bapak Dwi Agus Kurniawan, S.Pd.,M.Pd. dan orang-orang yang telah mendukung.
Dalam penulisan makalah ini penulis mendapatkan banyak ilmu pengetahuan yang baru, dan penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu masukan dan saran sangat penulis perlukan untuk makalah ini.
Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan jadi pedoman bagi yang membacanya.
Wallahu a’lam bi al-shawab

Jambi,   November 2018

     PENULIS





DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan............................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori................................................................................................................. 3
2.1.1 Pengertian Model PBL (Problem Based Learning).................................................... 3
2.1.2Tujuan Model PBL (Problem Based Learning)........................................................... 7
2.1.3 Ciri-ciri/ Karakteristik Model PBL (Problem Based Learning).................................. 10
2.1.4 Prinsip-prinsip Model PBL (Problem Based Learning).............................................. 14
2.1.5 Langkah-langkah Model PBL (Problem Based Learning)......................................... 20
2.1.6 Penilaian dan Evaluasi Model PBL (Problem Based Learning)................................. 23
2.1.7 Kelebihan dan Kekurangan Model PBL (Problem Based Learning)......................... 29
2.1.8 Sintaks Model PBL (Problem Based Learning)......................................................... 34
2.1.9 Sistem Sosial Model PBL (Problem Based Learning)................................................ 38
2.1.10 Sistem Pendukung Model PBL (Problem Based Learning)..................................... 39
2.2 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Model PBL (Problem Based Learning). 40
2.3 Kajian Kritis................................................................................................................ 43
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 46
3.2 Saran.............................................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sekolah adalah tempat belajar bagi siswa, dan tugas guru adalah sebagian besar terjadi dalam kelas adalah membelajarkan siswa dengan menyediakan kondisi belajar yang optimal. Kondisi belajar yang optimal dicapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikanya dalam situasi yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pelajaran.
Pada saat ini banyak kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar. Hal ini disebabkan karena proses belajar didalam kelas yang begitu-begitu saja, sehingga siswa merasa jenuh belajar. Oleh karena itu, sekarang banyak inovasi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh sekolah-sekolah. Misalnya inovasi pembelajaran kuantum, kompetensi, kontekstual, dan problem based learning. Untuk mengatasi kejenuhan dalam proses belejar-mengajar dan meningkatkan kualitas diri siswa.
Salah satu inovasi dalam pembelajaran yaitu problem based learning, problem based learning ini merupakan progam student center yang dimana siswa belajar tentang subjek dalam konteks yang beraneka ragam, dan masalah yang benar-benar terjadi (nyata). Tujuan dari problem based learning ini sendiri adalah untuk menolong perkembangan pengetahuan siswa secara fleksibel, efektif, dan terampil dalam memecahkan masalah. Berdasarkan uraian diatas kami akan memaparkan hasil kajian pustaka mengenai Problem Based Learning yang kemudian dituangkan dalam bentuk makalah yang berjudul “Pembelajaran Problem Based Learning”.

1.2  Tujuan
a.       Untuk mengetahui apa itu model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
b.      Untuk mengetahui apa tujuan dari model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
c.       Untuk mengetahui ciri-ciri/ karakteristik dari model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
d.      Untuk  mengetahui prinsip-prinsip dari model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
e.       Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah dari model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
f.       Untuk mengetahui bagaimana penilaian dan evaluasi dari model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
g.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
h.      Untuk mengetahui sintaks model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
i.        Untuk mengetahui sistem sosial model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
j.        Untuk mengetahui sistem pendukung model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Model PBL (Problem Based Learning)

Menurut Darmadi (2017: 17) Problem based learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Di dalam kurikulumnya di rancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

            Menurut Titih (2018 : 8-9) pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menekankan partisipasi aktif dari mahasiswa, menumbuhkan keterampilan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis. Hal ini juga mendorong para mahasiswa di dalam mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan mereka sendiri. Model problem based learning merupakan pembelajaran dimana masalah digunakan untuk menstimulus kemampuan berpikir mahasiswa. Artinya sebelum pembelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus.
            According to Benjamin (2016 : 104) Problem based learning (PBL) can be defined as a type of learning which involve problems that give students opportunity to design an investigative activity using problem-solving to arrive at a conclusion (Thomas, 1999). PBL as an instructional method helps students to use open-inquiry approach in learning to apply scientific knowledge in real life situations
Terjemahan:
            Pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat didefinisikan sebagai jenis pembelajaran yang melibatkan masalah yang memberikan siswa kesempatan untuk merancang suatu kegiatan investigasi menggunakan pemecahan masalah untuk sampai pada suatu kesimpulan (Thomas, 1999). PBL sebagai metode instruksional membantu siswa untuk menggunakan pendekatan open-inquiry dalam belajar untuk menerapkan pengetahuan ilmiah dalam situasi kehidupan nyata.
            Menurut Nensy (2017 : 49) problem based learning (PBL) adalah pembelajaran yang memiliki esensi berupa penyuguhan berbagai bermasalah yang autentik dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai sarana untuk melakukan investigasi dan penyelidikan. Di awal pembelajaran peserta didik diberi permasalahan terlebih dahulu selanjutnya masalah tersebut diinvestigasi dan dianalisis untuk dicari solusinya. Jadi, peran guru dalam pembelajaran adalah memberikan berbagai masalah, pertanyaan, dan memberikan fasilitas terhadap penyelidikan peserta didik.
            Menurut Kusuma (2012 : 164) model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) adalah model yang merangsang siswa untuk menganalisis masalah, memperkirakan jawabannya, mencari data, menganalisis data dan menyimpulkan jawaban terhadap masalah.
            According to Matthew (2011 : 54) Problem-based learning is a student-centered method of teaching that involves learning through solving unclear but genuine problems. It is a constructivist, student-focused approach that promotes reflection, skills in communication and collaboration, and it requires reflection from multiple perspectives (Yelland, Cope, & Kalantzis, 2008). Students are confronted with real-life scenarios or a problem that requires a solution. The problem is often ill defined and messy, so there is no clear path or procedure to follow. Students analyze the problem and the context and apply deductive and inductive processes to understand the problem and find a possible solution or solutions.
Terjemahan:
            Menurut Matthew (2011 : 54) Pembelajaran berbasis masalah adalah metode pengajaran yang berpusat pada siswa yang melibatkan pembelajaran melalui pemecahan masalah yang tidak jelas tetapi asli. Ini adalah konstruktivis, pendekatan yang berfokus pada siswa yang mempromosikan refleksi, keterampilan dalam komunikasi dan kolaborasi, dan itu membutuhkan refleksi dari berbagai perspektif (Yelland, Cope, & Kalantzis, 2008). Siswa dihadapkan dengan skenario kehidupan nyata atau masalah yang membutuhkan solusi. Masalahnya sering tidak jelas dan berantakan, sehingga tidak ada jalan atau prosedur yang jelas untuk diikuti. Siswa menganalisis masalah dan konteks dan menerapkan proses deduktif dan induktif untuk memahami masalah dan menemukan solusi atau solusi yang mungkin.
According to Henk et al (2010 : 1), The development and spread of problem-based learning (PBL) is significant for contributing to the transformation of educational experiences forr students and teachers in health pofessions institutions woldwide.In the latter part of the twentieth and beginning of the twenty-first century,leaning has come to be understood more as interactive situated and social process than one in which the teacher as knower transmits information to the student as knowee .Problem based-leaning has promoted explanation and questioning at the frontiers of understanding and propelled learners into self-directed, inquiry –based learning in authentic contexts relevant to the priority health needs of society.
Terjemahan :
Menurut Henk, dkk (2010: 1), Pengembangan dan penyebaran pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah signifikan untuk berkontribusi pada transformasi pengalaman pendidikan bagi siswa dan guru di lembaga pofessions kesehatan di seluruh dunia. Pada bagian akhir abad kedua puluh dan awal abad kedua puluh satu, bersandar telah menjadi lebih dipahami sebagai proses sosial dan lokasi yang lebih interaktif daripada yang di mana guru sebagai knower mentransmisikan informasi kepada siswa sebagai pengetahu. Masalah berbasis-miring telah mempromosikan penjelasan dan pertanyaan di perbatasan memahami dan mendorong pembelajar menjadi pembelajaran yang diarahkan sendiri dan berdasarkan pertanyaan dalam konteks otentik yang relevan dengan prioritas kebutuhan kesehatan masyarakat.
According to Lorna and Chris (1946 : 32), Problem-based learning is more than a teaching method.It is a complex mixture of general teaching philosophy,learning objectives, and goals.PBL is an instructional approach that uses problems as a context  for students to acquire problem-solving skills and knowledge.This capter describes the shift from traditional teaching methods to PBL. It discusses the characteristics of PBL and explains how it differs from other approaches, such as case-based, project-based, and lecture-based approaches.Problem-based learning (PBL) results from the process of working towards the understnding of,or resolution of a problem. The main educational goals of learning are:
1. To develop students’ thinking or reasoning skills( problem solving, metacognition, and critical thinking)
2. To help students become independent, self-directed learners ( learning to learn and learnng management).
Terjemahan:
Menurut Lorna dan Chris (2006: 32), pembelajaran berbasis masalah lebih dari metode pengajaran. Ini adalah campuran kompleks dari filsafat pengajaran umum, tujuan pembelajaran, dan tujuan. PBL adalah pendekatan instruksional yang menggunakan masalah sebagai konteks untuk siswa untuk memperoleh keterampilan dan pengetahuan pemecahan masalah. Penutup ini menjelaskan pergeseran dari metode pengajaran tradisional ke PBL. Ini membahas karakteristik PBL dan menjelaskan bagaimana hal itu berbeda dari pendekatan lain, seperti pendekatan berbasis-kasus, berbasis proyek, dan berbasis kuliah. Pembelajaran berbasis-masalah (PBL) dihasilkan dari proses bekerja menuju pemahaman, atau resolusi masalah. Tujuan pembelajaran pendidikan utama adalah:
1.    Untuk mengembangkan kemampuan berpikir atau penalaran siswa (pemecahan masalah, metakognisi, dan pemikiran kritis)
2.    Untuk membantu siswa menjadi mandiri, pembelajar mandiri (belajar untuk belajar dan belajar manajemen).
According to Barrel (2007 : 3), PBL, (problem-based-learning) can be defined as an inquiry process that resolves questions, curiosities, doubts, and uncertainties about complex phenomena in life. A problem is any doubt, difficulty, or uncertainty that invites or needs some kind of resolution. Student inquiry is very much an integral part of PBL and problem solving.
Terjemahan :
Menurut Barrel (2007: 3), PBL, (problem-based-learning) dapat didefinisikan sebagai proses penyelidikan yang menyelesaikan pertanyaan, keingintahuan, keraguan, dan ketidakpastian tentang fenomena kompleks dalam kehidupan. Masalah adalah keraguan, kesulitan, atau ketidakpastian yang mengundang atau membutuhkan semacam resolusi. Penyelidikan siswa sangat banyak bagian integral dari PBL dan pemecahan masalah.

2.1.2 Tujuan Model PBL (Problem Based Learning)
               Menurut Dedeng (2015 : 71), mengatakan bahwa panduan perlakuan disusun sebagai pedoman bagi guru yang akan menerapkan PBL. Tujuannya untuk menunjang dan memperlancar pelatihan bagi guru bahasa Indonesia di madrasah dalam memahami dan menguasai PBL. Sebelum diterapkan panduan ini, telah dilakukan expert judgment dari pakar rancangan pembelajaran, psikologi pendidikan, dan ahli pendidikan bahasa tingkat MTs.
            Menurut Patturrohman (2017 : 55 – 56), mengatakan bahwa model pembelajaran tersebut memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar berdasarkan permasalahan – permasalahan yang dihadapi. PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara langsung dalam melakukan sesuatu penyelidikan dengan tujuan pembelajaran yang ditentukan, sehingga kegiatan pembelajaran bersifat students center. Dengan demikian, PBL merupakan model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan yang dimiikinya terutama pada saat mereka melakukan penyelidikan, sehinga pembelajaran akan lebih bermakna dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran yang hanya menyampaikan materi secara langsung.
            Menurut Huriah (2018 : 12), mengatakan bahwa tujuan PBL menurut penelitian yang dikembangkan oleh Hmelo-Silver (2004), yaitu :
1.      Mengkonstruksikan luas dan fleksibilitas pengetahuan dasar.
2.      Dalam PBL, mahasiswa termotivasi untuk memperluas pengetahuan dasar yang dimiliki dengan memecahkan masalah. Mahasiswa yang mengikuti kegiatan PBL dapat mencapai pengetahuan swluas-luasnya terkait topic pembelajaran yang terdapat dalam kelas.
3.      Mengembangkan efektivitas keterampilan pemecahan masalah.
4.      Proses diskusi dalam PBL, menjadikan mahasiswa belajar bagaimana memecahkan masalah dengan cara berdiskusi dengan anggota yang lain.
5.      Mengembangkan pengarahan diri dan keterampilan belajaran sepanjang hayat.
6.      Pada proses diskusi PBL terjadi interaksi antar anggota. Proses ini menjadikan mahasiswa belajar berkomunikasi yang efektif dan toleransi sesame anggota.
7.      Mahasiswa menjadi kalaborator yang efektif.
8.      Pada saat diskusi PBL, mahasiswa akan blajar bagaimana menyakini anggota lain agar dapat menerima ide-ide yang disampaikan.
9.      Menjadikan motivasi instrinsik dalam belajar.
10.  Masalah yang menarik dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam belajar, dibandingkan dengan metode kuliah kelas di mana mereka hanya duduk dan mendengarkan (pembelajaran pasif).
According to Uden (1946 : 105 – 106),say that we think it is worth stepping back at this stage and considering for what purpose the PBL is being used. Maggi Savin-Baden (2000, p. 127) provides five models of PBL. At one end of the spectrum, there is PBL for epistemological competence, in which the purpose is for students to learn, use, and manage a propositional body of know ledge within a discipline. In this model, Savin-Baden suggests that the problem seenario is likely to be relatively limited with well-known solutions.
Terjemahan :
               Menurut Uden (1946: 105 - 106), katakanlah bahwa kita berpikir perlu melangkah mundur pada tahap ini dan mempertimbangkan untuk tujuan apa PBL digunakan. Maggi Savin-Baden (2000, p. 127) menyediakan lima model PBL. Pada salah satu ujung spektrum, ada PBL untuk kompetensi epistemologis, di mana tujuannya adalah untuk siswa untuk belajar, menggunakan, dan mengelola tubuh proposisional dari pengetahuan dalam disiplin. Dalam model ini, Savin-Baden menunjukkan bahwa masalah yang terlihat mungkin relatif terbatas dengan solusi yang terkenal.
               Menurut Tasoglu (2014) di dalam jurnal Indagiarmi (2016 : 27), mengatakan bahwa pada model pembelajaran ini, peranan guru adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan topik masalah apa yang harus dibahas. Menurut setyorini (2010). Hal yang paling utama adalah guru menyediakan perancah atau kerangka pendukung yang dapat meningkatkan kemampuan penyelidikan dan intelegensi siswa dalam berpikir. Proses pembelajaran diarahkan agar siswa mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis.
               Menurut Nafiah (2016 : 127), mengatakan bahwa Glazer selanjutnya mengemukakan bahwa PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari hal lebih luas yang berfokus pada mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang aktif dan bertanggung jawab. Melalui PBL siswa memperoleh pengalaman dalam menangani masalah-masalah yang realistis, dan menekanan pada penggunaan  komunikasi, kerjasama, dan sumber-sumber yang ada untuk merumuskan ide dan mengembangkan keterampilan penalaran. Hasil penelitian Abdullah dan Ridwan (2008) menyatakan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.Penelitian Hasrul Bakri (2009), menyatakan bahwa PBL mampu meningkatkan minat belajar praktek menggulung trafo. 

2.1.3 Ciri-ciri/ Karakteristik Model PBL (Problem Based Learning)
Menurut Zaduqisti (2010 : 186), PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1.      Belajar dimulai dengan suatu masalah,
2.      Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa,
3.      Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu,
4.      Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri,
5.      Menggunakan kelompok kecil, dan
6.      Menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
Menurut Mariyaningsih dan Hidayati (2018 : 22), PBM menuntut kemampuan siswa untuk menghadapi tantangan-tantangan baru sesuai dengan kompelksitas yang ditemui di dunia nyata. Pembelajaran ini dapat merangsang berbagai macam kecerdasan untuk memecahkan masalah yang disajikan dalam PBM. Berikut disajikan karakteristik PBM :
1.      Belajar dimulai dari permasalahan yang dihadapi siswa ada di dunia nyata dan tidak terstruktur.
2.      Permasalahan yang diberikan merupakan permasalahan yang menantang pengetahuan dan sikap yang dimiliki siswa sehingga memiliki identifikasi kebutuhan belajar atau bahkan menuntut siswa untuk belajar dalam bidang yang baru.
3.      Siswa membutuhkan berbagai perspektif (multiple perspective) dan berbagai kecerdasan (multiple intellegent) untuk memecahkan masalah.
4.      Proses utama dari PBM adalah dimanfaatkannya berbagai sumber pengetahuan, proses penggunaan sampai tahap evaluasi informasi.
5.      Dalam PBM, dikembangkan keterampilan inquiry dan keterampilan problem solving untuk mencari solusi dari masalah yang dihadapi.
6.      Siswa terlibat dalam evaluasi dan review pengalaman belajar yang dialami.
7.      Adanya keterbukaan proses dalam belajar serta terintegrasi antar elemen pembelajaran.
Menurut Huriah (2018 : 13-14), beberapa ahli menjelaskan sejumlah karakteristik mengenai problem based learning, yaitu :
1.      Setiap mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap sasaran capaian pembelajaran mereka sendiri.
2.      Triger masalah yang dipakai di dalam problem based learning memberikan gambaran situasi nyata dan memberikan kebebasan pada mahasiswa dalam mencari pemecahannya.
3.      Permasalahan membutuhkan perspektif ganda dan mantang pengetahuan yang dimiliki mahasiswa.
4.      Apa yang dipelajari selama belajar mandiri (self directed learning), mahasiswa menerapkan kembali dengan cara menganalisis ulang cara penyelesaiannya.
5.      Analisis akhir dari kegiatan pemecahan masalah dan diskusi tentang konsep dan prinsip yang dipelajari merupakan hal yang penting.
6.      Penilaian individu dan penilaian peer dilakukan setiap akhir kegiatan.
7.      Model pembelajaran yang mencakup keseluruhan, berbagai disiplin ilmu dan subjek belajar.
8.      Hakikat pembelajaran ini ialah kolaborasi, komunikasi dan kooperatif.
9.      Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses dan esensi proses PBL.
10.  Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
11.  Kegiatan dalam PBL membawa kearah nilai pada situasi nyata.
12.  Ujian mahasiswa harus mengukur kemajuan mahasiswa terhadap tujuan belajarnya.
13.  Kurikulum PBL harus berdasar paedagogic dan bukan bagian dari kurikulum didaktik.
According to Maysara (2016 : 494) There are three main characteristics of PBL, as follows :
1.      PBL is a series of learning activities, it means that in the implementation of PBL there are a number of activities that students  must to do. PBL did not expect the students just listen, take notes, and then memorize the subject matter, but through PBL students expected to think actively, communicate, find and process the data, and finally concluded.
2.      The learning activities directed to resolve the problem. PBL puts the problem as keywords of the learning process. It means that without the problems then there can be no learning  process.
3.      The problem solving is done by using an approach to think scientifically. Thinking of using the scientific method is a process of deductive and inductive thinking. The though process is conducted systematically and empirically. Systematic means that scientific thinking is done through certain stages. While empirical means that the process of problem solving is based on data and facts are clear.
Terjemahan :
Menurut Maysara (2016: 494) Ada tiga karakteristik utama PBL, sebagai berikut:
1.       PBL adalah rangkaian kegiatan pembelajaran, artinya dalam pelaksanaan PBL ada sejumlah kegiatan yang harus dikerjakan oleh siswa. PBL tidak mengharapkan siswa hanya mendengarkan, mencatat, dan kemudian menghafal materi pelajaran, tetapi melalui siswa PBL diharapkan untuk berpikir secara aktif, berkomunikasi, menemukan dan memproses data, dan akhirnya menyimpulkan.
2.       Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. PBL menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya tanpa masalah maka tidak akan ada proses belajar.
3.       Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan untuk berpikir secara ilmiah. Berpikir menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses olah dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis berarti bahwa pemikiran ilmiah dilakukan melalui tahap-tahap tertentu. Sedangkan secara empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Menurut Adriadi dan Tarihoran (2016 : 21-22), Guna memperjelas karakteristik Metode Problem Based Learning (PBL) tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1.      Pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based Learning (PBL) dimulai dengan pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya mengorganisasikan di sekeliling atau di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan-keterampilan tertentu. Problem Based Learning (PBL) mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa.Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
2.      Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun Problem Based Learning (PBL) mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3.      Penyelidikan autentik. Metode Problem Based Learning (PBL) menghendaki siswa untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhada masalah nyata. Mereka harus menganalisis kemudian mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat referensi, dan merumuskan kesimpulan.
4.      Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. Problem Based Learning (PBL) menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa laporan, Metode fisik, video maupun program komputer. Karya nyata itu kemudian didemonstrasikan atau dipresentasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif terhadap laporan atau makalah.
5.      Kerjasama. Metode Problem Based Learning (PBL) dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. Problem Based Learning (PBL) biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dari guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Menurut Budiman (2013 : 3), karakteristik PBL yaitu, (1) masalah yang diajukan kompleks, situasi nyata yang memiliki lebih dari satu jawaban benar merupakan fokus dalam pembelajaran, (2) siswa bekerja dalam kelompok dalam menyelesaikan masalah, (3) siswa memperoleh informasi baru melalui pembelajaran langsung, (4) guru berperan sebagai fasilitator, dan (5) adanya pengembangan kemampuan pemecahan masalah klinis yang diakibatkan oleh masalah-masalah yang ditampilkan dalam pembelajaran.

2.1.4 Prinsip-prinsip Model PBL (Problem Based Learning)
Menurut Maryati (2018 : 66-67), Adapun prinsip-prinsip Pembelajaran Problem Based Learning adalah: (1) Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan pengetahuan ke kepala pembelajar. Kepala pembelajar dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pembelajarpada memorinya seperti menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung pada kualitas nomer panggil(call number) yang digunakan dalam mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran. (2) Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan (what am I going to do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it work?). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metakognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah masuk akal (?). (3) Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk memiliki pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan. Namun studistudi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga menunjukkan bahwa pendidikan tradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika (misalnya, Clement, 1990).
According to Mihardi, dkk (2013 : 96), The support of technology in improving student learning. In addition, PjBL have principles, namely: 1) Principles of centralized (centrality), This principle asserts that the project work is the essence of the curriculum. This model is central to the learning strategy, where students learn the main concepts of a knowledge through project work. 2) The principle of the driving questions/guide (driving question), Project focuses on "questions or concerns" that could encourage students to strive to obtain concept or principle in certain field. The link between conceptual knowledge with real activity through the submission of questions or by providing definition of the problem in the form of weak so in this case the external work that can increasing student’s motivation (internal motivation) to foster independence in learning tasks. 3) Principles ofinvestigation constructive (constructive investigation), is a process that leads to the achievement of objectives, which contains the activities of inquiry, concept development, and resolution. In the investigation includes the design process, decision-making, problem-finding, problem solving, discovery, and model building. In this project-based learning activities have included the transformation and construction of knowledge. In this case, the Teacher must be able to design a project that is able to work to foster research, taste for trying to solve the problem, and curiosity is high. 4) The principle of autonomy (autonomy), can be used as an independent student in implementing the learning process, that is, free make choices, work with minimal supervision, and responsible. Therefore, student worksheets, laboratory work instructions, and the like is not an application of the principles of project-based learning. In this case only the Teacher acts as a facilitator and motivator to encourage student’s independence. 5) The principle of realistic (realism), the project is something tangible and can provide a realistic feeling to the students, including choosing a topic, task and role of work context, collaborative work , product, customer, and standards of product. According Capraro and Slough (2009) said that PjBLbrainstorming is used as a pedagogical technique to establish teams and encourage a common focus. It is during brainstorming sessions that teams develop shared knowledge and a group dynamic that will serve as the incubator for their work together and eventually will lead to the group solution. The term relevance has to have many meanings: the usefulness of the education to life-long learning, meaningfulness to self, importance to society, real-world applicability, and finally, the formation of moral decision-making. In PjBL, relevance is not an over simplification of these ideas, just a prioritization that is used to align learning with formal standards or student expectations. So in PjBL educators talk about educationally relevant, and it is this educational relevance that facilitates the development of rigorous and challenging experiences for students.
Terjemahan :
Menurut Mihardi, dkk (2013: 96), Dukungan teknologi dalam meningkatkan pembelajaran siswa. Selain itu, PjBL memiliki prinsip-prinsip, yaitu: 1) Prinsip-prinsip sentralistik (centrality), Prinsip ini menegaskan bahwa kerja proyek adalah esensi dari kurikulum. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, di mana siswa belajar konsep utama dari pengetahuan melalui pekerjaan proyek. 2) Prinsip pertanyaan / panduan mengemudi (pertanyaan mengemudi), Proyek berfokus pada "pertanyaan atau masalah" yang dapat mendorong siswa untuk berusaha memperoleh konsep atau prinsip dalam bidang tertentu. Keterkaitan antara pengetahuan konseptual dengan aktivitas nyata melalui pengajuan pertanyaan atau dengan memberikan definisi masalah dalam bentuk lemah sehingga dalam hal ini pekerjaan eksternal yang dapat meningkatkan motivasi siswa (motivasi internal) untuk menumbuhkan kemandirian dalam tugas belajar. 3) Prinsip-prinsip penyelidikan yang konstruktif (investigasi konstruktif), adalah proses yang mengarah pada pencapaian tujuan, yang berisi kegiatan penyelidikan, pengembangan konsep, dan penyelesaian. Dalam penyelidikan termasuk proses desain, pengambilan keputusan, pencarian masalah, pemecahan masalah, penemuan, dan pembentukan model. Dalam kegiatan pembelajaran berbasis proyek ini sudah termasuk transformasi dan konstruksi pengetahuan. Dalam hal ini, Guru harus mampu merancang proyek yang mampu bekerja untuk mendorong penelitian, rasa untuk mencoba memecahkan masalah, dan rasa ingin tahu yang tinggi. 4) Prinsip otonomi (otonomi), dapat digunakan sebagai mahasiswa mandiri dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu, bebas membuat pilihan, bekerja dengan pengawasan minimal, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, lembar kerja siswa, instruksi kerja laboratorium, dan sejenisnya bukanlah penerapan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis proyek. Dalam hal ini hanya Guru yang bertindak sebagai fasilitator dan motivator untuk mendorong kemandirian siswa. 5) Prinsip realistis (realisme), proyek adalah sesuatu yang nyata dan dapat memberikan perasaan realistis kepada siswa, termasuk memilih topik, tugas dan peran konteks kerja, kerja kolaboratif, produk, pelanggan, dan standar produk. Menurut Capraro dan Slough (2009) mengatakan bahwa brainstorming PjBL digunakan sebagai teknik pedagogis untuk membentuk tim dan mendorong fokus umum. Selama sesi brainstorming, tim mengembangkan pengetahuan bersama dan dinamika kelompok yang akan berfungsi sebagai inkubator untuk kerja sama mereka dan pada akhirnya akan mengarah pada solusi kelompok. Relevansi istilah harus memiliki banyak arti: kegunaan pendidikan untuk pembelajaran seumur hidup, kebermaknaan diri, kepentingan masyarakat, penerapan di dunia nyata, dan akhirnya, pembentukan pengambilan keputusan moral. Di PjBL, relevansi bukanlah penyederhanaan berlebihan dari ide-ide ini, hanya sebuah prioritas yang digunakan untuk menyelaraskan pembelajaran dengan standar formal atau harapan siswa. Jadi di PjBL pendidik berbicara tentang relevansi pendidikan, dan relevansi pendidikan inilah yang memfasilitasi pengembangan pengalaman yang ketat dan menantang bagi siswa.
According to Baden and Wilkie (2004 : 177), The central principles of problem-based learning processes have been summarized by Kolmos (2002 : 64), and may be defined thus :
1.      Learning is generated by the problem. This problem provides the starting point and suggests the direction for learning procedures. Students focus on choosing a method of enquiry/ research by wich a response to the problem and a presentation of outcomes may be formulated. These processes are more significant for the activity of learning than any notion of a “solution”, which progrates the – possibly – misleading idea that knowledge is certain, assured and unchanging (Margetson, 1991).
2.      Learning is student-centered. It is the students themselves who work out processes and decide on and organize research activities. Tutors act as facilitators of this process, not as directors of it.
3.      Learning does not operate whitin boundaries of a subject or parts of a subject. It is a holistic process and therefore involves interdisciplinary learning in which students research may move across traditional subject boundaries.
4.      Learning functions best and most convincingly whitin teamwork, or group work. This is partly because of the accepted nature of advenced research in most disciplines and partly because of the proffesional situations that most graduates will find themselves operating whitin.
Terjemahan :
Menurut Baden dan Wilkie (2004: 177), Prinsip-prinsip utama dari proses pembelajaran berbasis masalah telah diringkas oleh Kolmos (2002: 64), dan dapat didefinisikan sebagai berikut:
1.      Pembelajaran dihasilkan oleh masalah. Masalah ini memberikan titik awal dan menunjukkan arah untuk prosedur pembelajaran. Siswa fokus untuk memilih metode penyelidikan / penelitian dengan cara menanggapi masalah dan presentasi hasil dapat dirumuskan. Proses-proses ini lebih signifikan untuk kegiatan pembelajaran daripada gagasan "solusi", yang progrates - mungkin - menyesatkan gagasan bahwa pengetahuan tertentu, meyakinkan dan tidak berubah (Margetson, 1991).
2.      Belajar berpusat pada siswa. Ini adalah para siswa sendiri yang mengerjakan proses dan memutuskan dan mengatur kegiatan penelitian. Tutor bertindak sebagai fasilitator dari proses ini, bukan sebagai direkturnya.
3.      Pembelajaran tidak beroperasi pada batas-batas subjek atau bagian subjek. Ini adalah proses holistik dan karena itu melibatkan pembelajaran interdisipliner di mana penelitian siswa dapat bergerak melintasi batas-batas subyek tradisional.
4.      Belajar berfungsi dengan baik dan paling meyakinkan dalam kerja tim, atau kerja kelompok. Hal ini sebagian karena sifat yang diterima dari penelitian yang dimajukan di sebagian besar disiplin ilmu dan sebagian karena situasi proffesional yang sebagian besar lulusan akan mendapati diri mereka beroperasi dengan memusingkannya.

2.1.5 Langkah-langkah Model PBL (Problem Based Learning)
According to Rubiah  (2016 : 26) in the (Savery, 2006) describes the learning step in problem based learning model took my basic concept, pendifinisian problems, self learning, and knowledge exchange as follows: First, the teacher gives the basic. Concept of the learning procedure to be performed. In this activity the teacher gives, instructions, references, or links and skills required in learning. It aims to make students more quickly into the atmosphere of learning and getting map is accurate about the direction and purpose of learning. Second, is the definition of the problem. In this step the teacher delivered a scenario or problem and brainstorm students doing various activities. All members of the group to express their opinions, ideas, and responses to possible scenarios that arise independently a wide range of alternative opinions. Third, is a self regulated learning. In this activity students are guided to find different sources to clarify the issues that are being investigated. Sources referred to in the form of written articles stored in the library, web page, or even an expert in the relevant field.
Terjemahan :
               Menurut Rubiah  (2016 : 26) di dalam (Savery, 2006) menjelaskan langkah pembelajaran dalam model pembelajaran berbasis masalah mengambil konsep dasar saya,masalah pendifinisian, belajar mandiri, dan pertukaran pengetahuan sebagai berikut: Pertama, guru memberikan dasarkonsep prosedur pembelajaran yang harus dilakukan. Dalam kegiatan ini guru memberi, instruksi, referensi, atautautan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Ini bertujuan untuk membuat siswa lebih cepat memasuki atmosfer pembelajaran danmendapatkan peta akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran. Kedua, adalah definisi masalah. Dilangkah ini guru menyampaikan skenario atau masalah dan brainstorming siswa melakukan berbagai kegiatan. Semuaanggota kelompok untuk mengekspresikan pendapat, ide, dan tanggapan mereka terhadap kemungkinan skenario yang munculindependen berbagai pendapat alternatif. Ketiga, adalah pembelajaran yang diatur sendiri. Dalam kegiatan ini para siswadipandu untuk menemukan berbagai sumber untuk memperjelas masalah yang sedang diselidiki. Sumber yang diacu dalam bentukartikel yang ditulis disimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan ahli di bidang yang relevan.
               Menurut Darmafi ( 2017: 122 – 124), mengemukakan langkah – langkah operasional implementasi model PBL dalam proses pembelajaran :
1.      Pendefinisian Masalah ( Defining the Problem )
Dalam langkah ini fasilator menyampaikan scenario atau permasalahan dan dalam kelompoknya, eserta didik melakukan berbagai kegiatan. Pertama, brainstorming yang dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap scenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Kedua melakukan seleksi alternatif untuk memilih pendapat yang ebih focus. Ketigs, menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang di dapat.
2.      Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Setelah mengetahui tugasnya, masing – masing peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelaskan isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang di maksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.
3.      Pertukaran Pengetahuan (Exchange Knowledge)
Peserta didik berdiskusi kelomponya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.
4.      Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap ( attitude). Penilaian terhadap penguasaaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
According to Rideout (2001: 29), the steps of the PBL processs that is:
1.      The problem is presented to the group, terms are reviewed, and hypotheses generated. 
2.      Learning issues and information sources are identified.
3.      Information gathering and independent study occur.
4.      The knowledge acquired is discussed and debated critically.
5.      Knowledge is applied to the problem in a practical way.
6.      Reflection on the content and process of learning occurs. 
Terjemah :
Menurut Rideout (2001: 29), langkah-langkah dari proses PBL adalah bahwa:
1. Masalah disajikan kepada kelompok, istilah ditinjau, dan hipotesis dihasilkan.
2. Masalah belajar dan sumber informasi diidentifikasi.
3. Pengumpulan informasi dan studi independen terjadi.
4. Pengetahuan yang diperoleh dibahas dan diperdebatkan secara kritis.
5. Pengetahuan diterapkan pada masalah dengan cara yang praktis.
6. Refleksi pada konten dan proses pembelajaran terjadi.
            According to Isaias (2015 : 203), this study teaches seven steps for the PBL process in eleven tasks, and then analyses and observes the results to continually instruct insufficient parts of the Information Processing Abilities.
1.      Provides a task related to life concerning time through website.
2.      Each team creates a ‘plan for task performance’.
3.      Team members divide the task into personal tasks based on the plan for task performance.
4.      Students are taught how to collect the Information that they need by themselves, how to write up sources to enure reliability, and how to check for the information’s validity in solving the problem.
5.      Students are presented with personal tasks in active time and complete the team task through discussion.
6.      Students listen to the various opinions of ther teams at presentation time.
7.      At the end of the team activity, the students make a reflection journal.
Terjemah:
Menurut Isaias (2015: 203), studi ini mengajarkan tujuh langkah untuk proses PBL dalam sebelas tugas, dan kemudian menganalisis dan mengamati hasilnya untuk terus menginstruksikan bagian yang tidak mencukupi dari Kemampuan Pemrosesan Informasi.
1.    Menyediakan tugas yang berkaitan dengan kehidupan tentang waktu melalui situs web.
2.    Setiap tim menciptakan 'rencana untuk kinerja tugas.
3.    Anggota tim membagi tugas menjadi tugas pribadi berdasarkan rencana untuk kinerja tugas.
4.    Para siswa diajarkan cara mengumpulkan Informasi yang mereka butuhkan sendiri, cara menulis sumber untuk memastikan keandalan, dan cara memeriksa validitas informasi dalam menyelesaikan masalah.
5.    Siswa disajikan dengan tugas-tugas pribadi dalam waktu aktif dan menyelesaikan tugas tim melalui diskusi.
6.    Siswa mendengarkan berbagai pendapat dari tim lain pada waktu presentasi.
7.    Pada akhir kegiatan tim, para siswa membuat jurnal refleksi.

2.1.6 Penilaian dan Evaluasi Model PBL (Problem Based Learning)
According to Gijbels et al (2005 : 32-33), Widely varied methods have been used to assess students learning in PBL, from traditional multiple-choice exams and essay exams to new assessment techniques such as case-based assessment, self- and peer assessment, performancebased assessment, and portfolio assessment. Since the early 1990s, many educators and researchers have advocated new modes of assessment to be congruent with the education goals and instructional principles of PBL (Segers, Dochy, & Cascallar,2003). It is now generally recognized that a seventh characteristic should be added to the six characteristics in Barrows’s (1996) core model of PBL: That is, it is essential to PBL that students to learn by analyzing and solving representative problems. Consequently, a valid assessment system would evaluate students’ problem-solving competencies in an assessment environment that is congruent with the PBL environment. This means that assessment in PBL should take into account both the organization of the knowledge base and the students’ problemsolving skills (Segers et al., 2003). In addition, congruency with the learning environment implies the following:
1.      Students’ problem-solving skills are evaluated in an authentic assessment environment, i.e., using authentic assessment tasks or problems (Baxter & Shavelson, 1994; Shavelson, Gao, & Baxter 1996).
2.      The authentic problems are novel to the students, asking them to transfer knowledge and skills acquired previously and to demonstrate understanding of the influence of contextual factors on problem analysis as well as on problem solving (Birenbaum & Dochy, 1996).
3.      The problem-analysis assessment tasks ask students to argue for their ideas on the basis of various relevant perspectives (Segers, 1997).
4.      The test items ask for more than the knowledge of separate concepts: Integrative knowledge, requiring the integration of relevant ideas and concepts, is stressed. Because real-life problems are mostly multidimensional and, as such, integrate various disciplines within one field of study, assessment focuses on problems with this integrative characteristic (Segers, 1997).
5.      Assessment of the application of knowledge in problem solving is the heart of the matter.
Terjemahan :
Menurut Gijbels, dkk (2005: 32-33), Metode yang sangat bervariasi telah digunakan untuk menilai pembelajaran siswa dalam PBL, dari ujian pilihan ganda tradisional dan ujian esai untuk teknik penilaian baru seperti penilaian berbasis kasus, self-and peer penilaian, penilaian berbasis kinerja, dan penilaian portofolio. Sejak awal 1990-an, banyak pendidik dan peneliti telah menganjurkan mode penilaian baru untuk menjadi kongruen dengan tujuan pendidikan dan prinsip-prinsip pembelajaran dari PBL (Segers, Dochy, & Cascallar, 2003). Sekarang umumnya diakui bahwa karakteristik ketujuh harus ditambahkan ke enam karakteristik dalam model inti PBL Barrows (1996): Yaitu, penting bagi PBL agar siswa belajar dengan menganalisis dan memecahkan masalah perwakilan. Akibatnya, sistem penilaian yang valid akan mengevaluasi kompetensi pemecahan masalah siswa dalam lingkungan penilaian yang selaras dengan lingkungan PBL. Ini berarti bahwa penilaian dalam PBL harus mempertimbangkan baik organisasi basis pengetahuan dan keterampilan pemecahan masalah siswa (Segers et al., 2003). Selain itu, kesesuaian dengan lingkungan belajar menyiratkan yang berikut:
1.      Keterampilan pemecahan masalah siswa dievaluasi dalam lingkungan penilaian otentik, yaitu, menggunakan tugas atau masalah penilaian otentik (Baxter & Shavelson, 1994; Shavelson, Gao, & Baxter 1996).
2.      Masalah otentik adalah hal baru bagi siswa, meminta mereka untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh sebelumnya dan untuk menunjukkan pemahaman tentang pengaruh faktor kontekstual pada analisis masalah serta pada pemecahan masalah (Birenbaum & Dochy, 1996).
3.      Tugas analisis masalah-tugas meminta siswa untuk berdebat untuk ide-ide mereka atas dasar berbagai perspektif yang relevan (Segers, 1997).
4.      Butir-butir tes meminta lebih dari sekadar pengetahuan tentang konsep-konsep terpisah: Pengetahuan integratif, membutuhkan integrasi gagasan dan konsep yang relevan, ditekankan. Karena masalah kehidupan nyata kebanyakan multidimensi dan, dengan demikian, mengintegrasikan berbagai disiplin dalam satu bidang studi, penilaian berfokus pada masalah dengan karakteristik integratif ini (Segers, 1997).
5.      Penilaian penerapan pengetahuan dalam pemecahan masalah adalah inti dari masalah ini.
Menurut Mariyaningsih dan Hidayati (2018 : 24-25), penilaian dalam PBM dilakukan baik terhadap hasil maupun proses belajar yang dilakukan siswa. Salah satu jenis alternatif penilaian model PBM adalah jenis penilaian otentik (authentic assessment). Dalam hal ini guru berperan aktif dalam memantau kegiatan siswa dan memastikan pembelajaran berjalan dengan baik. Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar, guru perlu mengadakan tes secara individual. Jadi dalam PBM penilaian dilakukan secara kelompok maupun individu. Selain itu dalam model PBM fokus pembelajaran tidak ada perolehan pengetahuan semata. Oleh karena itu tugas penilaian tidak cukup bila hanya dengan tes tertulis saja, tetapi perlu dilengkapi dengan penilaian pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.
Tugas guru sebagai asesmen dan evaluator adalah menemukan prosedur penilaian alternatif yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misalnya dengan asesmen kinerja dan peragaan hasil. Asesmen kinerja dapat dilakukan dengan kegiatan pengamatan, merumuskan pertanyaan, merumuskan hipotesis, dsb.
According to Mahendra, et al (2008) in Musriadi and Rubiah (2016 : 26), Assessment describes learning in problem based learning model is done with authentic assessment. This assessment can be done by the teacher portfolio is a systematic collection  of student works are analyzed to see learning progress in a certain period of time in terms of the achievement oflearning objectives. Assessment is done by means of self-assessment and peerassessment. Self-assessment is an assessment conducted by the learners themselves to his efforts and his work with reference to the objectives to be achieved (standard) by the learners themselves in learning. Peer assessment is an assessment conducted in which learners discussed to provide an assessment of the efforts and results of the completion of the tasks that have been done alone or by a group of friends in Chin (2008) emphasizes that learning is said to be effective when it begins with a concrete experience. Questions, experiences, formulation and drafting of the problems they create for themselves is the bas is for learning.
Terjemahan :
Menurut Mahendra, dkk (2008) dalam Musriadi dan Rubiah (2016: 26), Penilaian menggambarkan pembelajaran dalam model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan penilaian otentik. Penilaian ini dapat dilakukan oleh portofolio guru adalah kumpulan sistematis karya siswa yang dianalisis untuk melihat kemajuan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu dalam hal pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan cara penilaian diri dan penilaian teman sebaya. Penilaian diri adalah penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri terhadap usahanya dan karyanya dengan mengacu pada tujuan yang ingin dicapai (standar) oleh pembelajar sendiri dalam belajar. Peer assessment adalah penilaian yang dilakukan di mana peserta didik mendiskusikan untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil dari penyelesaian tugas yang telah dilakukan sendiri atau oleh sekelompok teman di Chin (2008) menekankan bahwa pembelajaran dikatakan efektif ketika ini dimulai dengan pengalaman nyata. Pertanyaan, pengalaman, perumusan dan penyusunan masalah yang mereka buat sendiri adalah dasar untuk belajar.
According to Segerset al (2003) in Gijbels et al (2005 : 75-76) A wide range of assessment methods has been used to assess students' learning in PBL, ranging from traditional multiple-choice exams over essay exams to new modes of assessment such as case-based assessment, self- and peer assessment, performance-based assessment and portfolio assessment. Recently,many educators and researchers have advocated new modes of assessment inorder to be congruent with the educational goals and instructional principles of PBL (Segerset al., 2003). It is generally recognised that a seventh characteristicshould be added to the six core characteristics of Barrows (1996). Essential forPBL is that students learn by analysing and solving representative problems;consequently, a valid assessment system evaluates students' problem-solvingcompetencies in an assessment environment that is congruent with the PBLenvironment. This means that the assessment in PBL should take into accountboth the organisation of the knowledge base, and the students' problem solving skills.
Recently, a meta-analysis of the effects of PBL (compared to more traditional educational methods) included the method of assessment as a moderator variable, suggesting that the more an instrument is capable of evaluating the students' competence in knowledge application, the larger the ascertained effect of PBL would be (Dochy et al., 2003). A further exploration of the effect of what is measured with the assessment on the effects of PBL (Gijbelset al.,2003) showed that there is a difference in the reported effects of PBL betweenthe different measurement-levels used in the study. As expected, the effect of PBL is larger compared to conventional education when the assessment method is focusing on `the understanding of principles that link concepts'. Contrary to studies suggesting that the effects of PBL are larger when the more complex levels of the knowledge structure are being assessed, the effect size for `application' (linking of concepts and principles to application conditions and procedures) was not statistically signiÆcant. These results implicate a challenge for PBL to pay more attention to `application' in both the teaching and learning environment as the assessment.
In the law faculty, for each course, a table of speciÆcation using Bloom's (1956) taxonomy is created in order to guarantee that each subject matter is assessed on the desired level. Generally, assessment takes place immediately after each course by means of multiple-choice and/or essay questions. For more information about the assessment system in the law school, see Driessen et al.(1999) or Driessen and Van der Vleuten (2000).
Terjemahan :
Menurut Segers et al (2003) dalam Gijbels et al (2005: 75-76) Berbagai metode penilaian telah digunakan untuk menilai pembelajaran siswa dalam PBL, mulai dari ujian pilihan ganda tradisional selama ujian esai ke mode baru penilaian seperti penilaian berbasis kasus, penilaian diri dan rekan, penilaian berbasis kinerja dan penilaian portofolio. Baru-baru ini, banyak pendidik dan peneliti telah menganjurkan mode penilaian baru untuk menjadi kongruen dengan tujuan pendidikan dan prinsip-prinsip pembelajaran PBL (Segers et al., 2003). Secara umum diakui bahwa karakteristik ketujuh harus ditambahkan ke enam karakteristik inti Barrows (1996). Penting untuk PBL adalah siswa belajar dengan menganalisis dan memecahkan masalah perwakilan; akibatnya, sistem penilaian yang valid mengevaluasi kompetensi pemecahan masalah siswa dalam lingkungan penilaian yang selaras dengan lingkungan PBL. Ini berarti bahwa penilaian dalam PBL harus mempertimbangkan baik organisasi dari basis pengetahuan, dan keterampilan pemecahan masalah siswa.
Baru-baru ini, meta-analisis dari efek PBL (dibandingkan dengan metode pendidikan yang lebih tradisional) termasuk metode penilaian sebagai variabel moderator, menunjukkan bahwa semakin banyak instrumen mampu mengevaluasi kompetensi siswa dalam aplikasi pengetahuan, semakin besar dipastikan efek PBL akan terjadi (Dochy et al., 2003). Eksplorasi lebih lanjut dari efek apa yang diukur dengan penilaian pada efek PBL (Gijbels et al., 2003) menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam efek yang dilaporkan dari PBL antara tingkat pengukuran yang berbeda yang digunakan dalam penelitian. Seperti yang diharapkan, efek PBL lebih besar dibandingkan dengan pendidikan konvensional ketika metode penilaian berfokus pada `pemahaman prinsip-prinsip yang menghubungkan konsep-konsep '. Bertentangan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa efek PBL lebih besar ketika tingkat yang lebih kompleks dari struktur pengetahuan sedang dinilai, ukuran efek untuk `aplikasi '(menghubungkan konsep dan prinsip untuk kondisi aplikasi dan prosedur) tidak signifikan secara statistik. Hasil ini menyiratkan tantangan bagi PBL untuk lebih memperhatikan `aplikasi 'baik di lingkungan pengajaran dan pembelajaran sebagai penilaian.
Di fakultas hukum, untuk setiap kursus, tabel spesifikasi menggunakan taksonomi Bloom (1956) dibuat untuk menjamin bahwa setiap materi pelajaran dinilai pada tingkat yang diinginkan. Umumnya, penilaian terjadi segera setelah setiap kursus dengan menggunakan pertanyaan pilihan ganda dan / atau esai. Untuk informasi lebih lanjut tentang sistem penilaian di sekolah hukum, lihat Driessen et al. (1999) atau Driessen dan Van der Vleuten (2000).

2.1.7 Kelebihan dan Kekurangan Model PBL (Problem Based Learning)
Menurut Ratna, dkk (2014 : 68) Kelebihan Metode PBL adalah:
1.      Pemecahan masalah yang diberikan dapat menantang dan membangkitkan kemampuan berpikir kritis siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan suatu pengetahuan baru
2.      Pembelajaran dengan model PBL dianggap lebih menyenangkan dan lebih disukai siswa
3.      Model PBL dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, dan
4.      Model PBL dapat memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan pengetahuan yang mereka miliki ke dalam dunia nyata
Kelemahan Metode PBL :
Pembelajaran model PBL selain mempunyai beberapa kelebihan juga mempunyai kelemahan, antara lain yaitu sulitnya membangun minat dan motivasi siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan pemecahan masalah dan waktu yang cukup lama dalam pelaksanaannya, untuk mengatasi masalah tersebut digunakan suatu media pembelajaran yaitu berupa lembar kerja siswa (LKS) berbasis PBL yang diharapkan dapat membangun minat dan keaktifan siswa dalam rangka menyelesaikan berbagai permasalahan
Menurut Anna, dkk (2017 : 11 ) PBL memiliki kelebihan, antara lain:
1.      Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran Ia yang menemukan konsep tersebut dan pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna
2.      Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserap dengan baik
3.      Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain
4.      Siswa dapat memperoleh pemecahan dari berbagai sumber
Menurut Titih (2018 : 23) Kelebihan problem based learning adalah:
1.      PBL berpusat pada mahasiswa: memotivasi pebelajaran aktif , meningkatkan pemahaman, dan stimulus seseorang untuk belajar selama hidupnya
2.      Kompetensi umum: PBL memfalisitasi mahasiswa untuk mengembangkan sikap dan keterampilan umum yang dikehendaki dimasa mendatang
3.      Integrasi: PBL memfasilitasi integrasi kurikulum inti
4.      Motivasi: PBL menyenangkan bagi tutor dan mahasiswa tentang prosesnya melibatkan mahasiswa dalam proses pembelajaran.
5.      Pembelajaran mendalam: PBL meningkatkan kemampuan pemahaman mendalam bagi mahasiswa
6.      Pendekatan Konstruktif: mahasiswa aktif berdasarkan pengetahuan dan membangun kerangka konseptual dari pengetahuan tersebut
Kekurangan problem based learning adalah :
1.      Tutor yang tidak dapat mengajar : tutor merasa nyaman dengan metode tradisional sehingga kemungkinan PBL akan terasa membosankan dan sulit
2.      Sumber daya manusia: lebih banyak staf yang terlibat dalam proses tutorial ini
3.      Sumber-sumber lain: sebagian besar mahasiswa memerlukan akses pada perpustakaan yang sama dan internet secara bersamaan pula
4.      Model peran: kemungkinan mahasiswa mengalami kekurangan akses pada dosen yang berkualitas dimana dalam kurikulum tradisional meberikan kuliah dalam kelompok besar
5.      Informasi berlebihan: mahasiswa kemungkinan tidak yakin dengan seberapa banyak belajar mandiri yang diperlukan dan informasi apa yang relevan dan berguna.
Menurut Fahrina (2018 : 73-74)  keunggulan problem based learning di antaranya:
1.      Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami is pelajaran.
2.      Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan mahasiswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi mahasiswa.
3.      Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran mahasiswa.
4.      Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5.      Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu pemecahan masalah itu juga dapat mendorong mahasiswa untuk melakukan evaluasi baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
6.      Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada mahasiswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah dan sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh mahasiswa, bukan hanya sekedar belajar dari dosen atau dari buku-buku saja.
7.      Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai mahasiswa.
8.      Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9.      Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10.  Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat mahasiswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir
Beberapa kelemahan strategi pembelajaran berbasis masalah antara lain:
1.      Manakala mahasiswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2.      Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3.      Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.
4.      PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian dosen berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.
5.      Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman mahasiswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.
6.      PBM kurang cocok untuk diterapkan di Sekolah Dasar karena masalah kemampuan bekerja dalam kelompok. PBM sangat cocok untuk mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah.
7.      PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walapun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi.
8.      Membutuhkan kemampuan dosen yang mampu mendorong kerja mahasiswa dalam kelompok secara efektif, artinya dosen harus memilki kemampuan memotivasi mahasiswa dengan baik.
9.      Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.

Menurut Nensy, dkk (2017 : 49) Kelebihan model PBL antara lain:
1.      Peserta didik dilatih untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam keadaan nyata
2.      Mempunyai kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar
3.      Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh peserta didik. Hal ini mengurangi beban peserta didik dengan menghafal atau menyimpan informasi
4.      Terjadi aktivitas ilmiah pada peserta didik melalui kerja kelompok
5.      Peserta didik terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi
6.      Peserta didik memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri
7.      Peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka, dan
8.      Kesulitan belajar peserta didik secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.
Sedangkan, kekurangan model PBL antara lain:
1.      Pembelajaran berbasis masalah (PBM) tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah, dan
2.      Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman peserta didik yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

2.1.8 Sintaks Model PBL (Problem Based Leraning)
Menurut Trianto (2011) dalam Hakim, dkk (2016 : 6) sintak pembelajaran berbasis masalah yaitu :
1.      Tahap-1 Orientasi peserta didik
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, hasil pada menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
2.      Tahap-2 Mengorganisasi peserta didik untuk belajar
Guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3.      Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan.
4.      Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil
Guru membantu peserta didik dalam hasil merencanakan dan menyiapkan karya hasil yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5.      Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu peserta didik untuk melakukan hasil refleksi atau evaluasi terhadap hasil penyelidikan mereka dan proses-proses hasil yang mereka gunakan.
Menurut Maryati (2018 : 69-72) Tahapan dalam penerapan model PBL.
1.      Tahap ke-1 (Fase 1): orientasi peserta didik pada masalah.
Pada tahap ini, pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar peserta didik dapat mengetahui pembelajaran yang akan dilakukan. Kegiatan pembelajaran yang dimungkinkan adalah sebagai berikut.
a.       Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Berdasarkan kompetensi dasar yang dipilih, tujuan pembelajaran adalah sebagai berikut. Peserta didik dapat:
Ø  Memahami pola dan menggunakannya untuk menduga dan membuat generalisasi (kesimpulan) serta untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Ø  Memiliki rasa ingin tahu
Ø  Menunjukkan sikap tanggung jawab, kerjasama, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah.
b.      Guru mengajukan fenomena atau cerita untuk memunculkan masalah terkait pola, memotivasi peserta didik dengan menyampaikan kegunaan praktis dari pemahaman peserta didik terhadap penerapan pola yang dapat dipergunakan untuk menduga atau membuat suatu generalisasi atau kesimpulan. Guru memberikan masalah terkait penerapan pola bilangan yaitu peserta didik diminta untuk memperkirakan berapa banyak kursi yang dibutuhkan dalam suatu gedung pertunjukan jika susunan kursi yang dirancang dalam suatu gedung pertunjukan tersebut berbentuk trapesium samakaki.
Ø  Jika pada susunan kursi baris pertama akan diisi 4 kursi, baris kedua diisi 6 kursi, baris ketiga diisi 8 kursi, dan seterusnya setiap baris ke belakang bertambah 2 kursi, berapakah banyaknya kursi yang dibutuhkan jika susunan kursi yang dibentuk ada 12 baris, 15 baris, dan 20 baris? Dapatkah kamu membuat rumus untuk memprediksikan banyak kursi yang dibutuhkan dalam gedung pertunjukkan tersebut jika terdapat n baris?
Ø  Jika pada susunan kursi baris pertama akan diisi 7 kursi, baris kedua diisi 9 kursi, baris ketiga diisi 11 kursi, dan seterusnya setiap baris ke belakang bertambah 2 kursi, berapakah banyaknya kursi yang dibutuhkan jika susunan kursi yang dibentuk ada 10 baris, 12 baris, dan 15 baris? Dapatkah kamu membuat rumus untuk memprediksikan banyak kursi yang dibutuhkan dalam gedung pertunjukkan tersebut jika terdapat n baris?
c.       Guru selanjutnya menjelaskan cara pembelajaran yang akan dilaksanakan berikutnya yaitu melalui penyelidikan, kerja kelompok, dan presentasi hasil.
2.      Tahap ke-2 (fase 2), mengorganisasi peserta didik dalam belajar.
Pada tahap ini aktivitas utama guru adalah membantu peserta didik untuk belajar (mengorganisasikan peserta didik untuk belajar yang berhubungan dengan masalah yang diberikan). Kegiatan pembelajaran yang dimungkinkan adalah:
a.       Guru mengelompokkan peserta didik dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang.
b.      Guru memberi tugas kelompok untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan melalui diskusi kelompok.
c.       Guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk membaca buku peserta didik atau sumber lain atau melakukan penyelidikan guna memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah yang diberikan.
3.      Tahap ke-3 (fase 3), membimbing penyelidikan secara individu maupun kelompok.
Pada tahap ini, guru membimbing peserta didik dalam memecahkan masalah melalui penyelidikan individu maupun kelompok. Kegiatan pembelajaran yang dimungkinkan sebagai berikut:
a.       Guru meminta peserta didik untuk melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan informasi terkait banyak kursi yang dibutuhkan dalam setiap baris dan banyak kursi dalam beberapa baris.
b.      Guru membimbing peserta didik dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis dalam mencari jawaban terkait dengan masalah yang telah diberikan (banyak kursi yang dibutuhkan dalam menyusun barisan kursi).
4.      Tahap ke-4 (fase 4), mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Pada tahap ini guru dapat membimbing peserta didik untuk mengembangkan hasil penyelidikannya dan meminta peserta didik mempresentasikan hasil temuannya. Kegiatan pembelajaran yang dimungkinkan sebagai berikut.
a.       Guru meminta peserta didk untuk mengembangkan hasil penyelidikan menjadi bentuk umum (rumus umum) yaitu berapa banyak kursi yang dibutuhkan jika terdapat n baris.
b.      Guru meminta perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil temuannya (jawaban terhadap masalah yang diberikan) dan memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi dan memberi pendapat terhadap presentasi kelompok.
5.      Tahap ke-5 (fase 5), menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Pada tahap ini guru memandu/memfasilitasi peserta didik untuk menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah yang diperolehnya. Kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
a.       Guru membimbing siswa untuk melakukan analisis terhadap pemecahan masalah terkait pola bilangan yang telah ditemukan siswa.
b.      Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
c.       Guru melakukan evaluasi hasil belajar mengenai materi yang telah dipelajari siswa.

2.1.9 Sistem Sosial ModelPBL (Problem Based Learning)
Menurut Fauzia (2018 : 42) Proses pembelajaran dimulai dengan pendefinisian masalah, lalu peserta didik melakukan diskusi untuk menyamakan persepsi tentang masalah yang dibahas lalu merancang tujuan dan target yang harus dicapai. Kegiatan selanjutnya adalah mencari bahan-bahan dari berbagai sumber seperti buku di perpustakaan, internet, observasi. Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya pada hasil belajar peserta didik namun juga pada proses yang dijalani selama pembelajaran. Peran guru disini adalah memantau perkembangan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru juga bertugas untuk mengarahkan peserta didik dalam memecahkan masalah yang diberikan sehingga tetap berada pada posisi yang benar.
Menurut Scriven & Paul (2008) dalam Nafiah (2014 : 130) mengungkapkan bahwa dalam berpikir kritis terdapat keterampilan mengaplikasikan, menganalisa, mensintesa, mengevaluasi informasi yang diperoleh dan mengeneralisasi hasil yang diperoleh dari observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi. Berpikir kritis tidak serta merta melekat pada seseorang sejak lahir. Akan tetapi, berpikir kritis merupakan keterampilan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman langsung siswa dalam menghadapi permasalahan. Sehingga, jika siswa terbiasa menggunakan keterampilan diatas maka keterampilan berpikir kritis akan dapat berkembang. Tugas guru dalam rangka meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa adalah dengan menyediakan lingkungan belajar yang dapat mendorong siswa menggunakan keterampilan berpikir. Model pembelajaran PBL adalah salah satu model pembelajaran yang dapat menyediakan lingkungan belajar yang mendukung berpikir kritis. PBL didasarkan pada situasi bermasalah dan membingungkan sehingga akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa sehingga siswa tertarik untuk menyelidiki permasalahan tersebut. Pada saat siswa melakukan penyelidikan, maka siswa mengunakan tahapan berpikir kritis untuk menyelidiki masalah, menganalisa berdasarkan bukti dan mengambil keputusan berdasarkan hasil penyelidikan.

2.1.10 Sistem Pendukung ModelPBL (Problem Based Learning)
Menurut Lestari, dkk (hal 2) SMA Negeri 6 Surakarta adalah termasuk salah satu sekolah menengah atasyang ada di kota Surakarta yang mengimplementasikan kurikulum 2013. Model pembelajaran problem based learningmerupakan salah satu model pembelajaran yang disarankan pada kurikulum 2013.Berdasarkan hasil observasi bahwa di sekolah tersebut sudah tersedia fasilitas jaringan internet yang dapat diakses oleh guru maupun peserta didik namun belum dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan pembelajaran di kelas XI IPS matapelajaran ekonomi, dan disetiap kelas di sekolah tersebut sudah tersedia fasilitas LCD. Hasilwawancara dengan peserta didik kelas XI IPS bahwa media belajar yang digunakan pada saat pembelajaran di kelas XI IPS berupa lembar kerja siswa dan slide power point. Media belajar tesebut belum mampu menambah kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah serta kurang mampu memberdayakan peseta didik untuk berfikir secara kritis dan kreatif. Dan berdasarkan observasi penjelasan tersebut, model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran ekonomi tersebut adalah model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).Dewasa ini perkembangan teknologi pun semakin meningkat dan bermanfaat di segala bidang seperti media internet yang semakin mempermudah siapapun memperoleh informasi secara mandiri. Bagi dunia pendidikan, dengan adanya perkembangan teknologi itu sangat berguna seperti untuk mendukung kegiatan proses belajar mengajar. Keadaan seperti ini menuntut seorang pendidik untuk menguasai teknologi sehingga menjadi lebih kreatif lagi dalam penciptaan metode pengajar yang lebih baik. Teknologi internet pun dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, salah satunya yaitu webquest.
Menurut Suarsana & Mahayukti(2013) dalam Diana, dkk (2015 : 243) Solusi untuk mengatasi permasalahan terkait dengan rendahnya kemampuan berpikir kritis dan tingginya miskonsepsi adalah pembelajaran berbasis konstruktivis dan memfasilitasi proses belajar bermakna. Model pembelajaran yang mengakomodasi hal tersebut adalah Problem Based Learning. Problem Based Learningmerupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi masalah ill-structuredkepada peserta didik yang dapat berfungsi sebagai perantara untuk proses investigasi dan penyelidikan (Arends, 2008).Penerapan ProblemBased Learningdapat didukung dengan sumber dan media pembelajaran yang sesuai misalnya penggunaan elektronik modul (e-module). Masek dan Yamin (2010) menyatakan bahwa e-moduledapat didesain dengan merujuk pada sintaks ProblemBased Learning. E-moduleberbasis ProblemBased Learningmemiliki tahapan sesuai sintaks ProblemBased Learningyang terdiri dari orientasi peserta didik pada masalah, mengorganisasi peserta didik untuk meneliti, membantu investigasi mandiri dan kelompok, mengembangkan dan mempresentasikan hasil, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.Penggunaan e-module berorientasi pemecahanmasalah dapat menuntun peserta didik belajar mandiri dan memberikan pengalaman konkret dalam pemecahan masalah sehingga melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi termasuk keterampilan berpikir kritis dan membantu peserta didik membangun konsep yang benar secara ilmiah.

2.2 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Model PBL (Problem Based Learning)
Satuan Pendidikan : SMA Negeri 3 Kota Jambi
Kelas/Semester            : XI / Genap
Program Keahlian       : IPA
Mata Pelajaran            : Fisika
Tema                           : Suhu Dan Kalor
Sub tema                     :
-           Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor
-          Suhu dan pemuaian
-          Hubungan kalor dengan suhu benda dan wujudnya
-          Azas Black
-          Perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi
Alokasi Waktu        : 3  x 45 menit
Pertemuan               : Keempat
A.       Kompetensi Inti (KI)
KI 1
:
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI 2
:
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3
:
Memahami,menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI 4
:
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak  terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai
kaidah keilmuan
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Materi Pembelajaran
Kompetensi Dasar
Indikator
Suhu, Kalor dan Perpindahan KalorSuhu dan pemuaianHubungan kalor dengan suhu benda dan wujudnya Azas Black Peripindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi.
1.3   Menyadari kebesaran Tuhan yang mengatur karakteristik fenomena kalor
- Menunjukkan rasa syukur terhadap Tuhan YME mengenai ciptaan Tuhan yang sempurna, seperti panas yang di pancarkan Matahri sebagai sumber energi panas Bumi
2.2 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis;  kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan dan berdiskusi
- Menunjukkan sikap hati-hati, kerja sama dan teliti dalam melakukan percobaan
-Menunjukkan sikap teliti dan inovatif dalam aktivitas sehari-hari
-Menunjukkan sikap teliti, kerja sama, teliti serta tanggung jawab dalam melakukan perobaan  
3.8 Menganalisis pengaruh kalor dan perpindahan kalor pada kehidupan sehari-hari
Menjelaskan tiga cara perpindahan kalor.
-Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tiga cara perpindahan kalor. 
Menemukan penerapan cara perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari.

4.1Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan teknik yang  tepat untuk penyelidikan ilmiah.

4.8Merencanakan dan melaksanakan percobaan untuk menyelidiki karakteristik termal suatu bahan, terutama kapasitas  dan konduktivitas kalor.

-          Melakukan percobaan tentang perpindahan kalor secara konduksi.
-          Melakukan percobaan tentang perpindahan kalor secara konveksi.
-          Melakukan percobaan tentang perpindahan kalor secara radiasi.



2.3 Kajian Kritis
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang lebih menekankan pada partisipasi atau peran aktif dari mahasiswa itu sendiri, menumbuhkan keterampilan dalam memecahkan suatu masalah serta dapat membuat mahasisawa berpikir kritis terhadap suatu maslaah.
Di dalam pembahasan ini dijelaskan bahwa tujuan model PBL  (Problem Based Learning) adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar berdasarkan permasalahan – permasalahan yang dihadapi. PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara langsung dalam melakukan sesuatu penyelidikan dengan tujuan pembelajaran yang ditentukan, sehingga kegiatan pembelajaran bersifat students center.
Salah satu ciri model Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu adanya suatu masalah yang diberikan oleh seorang guru dan kemudian siswa tersebut membuat kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan permasalahan tersebut agar dapat terselesaikan.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki beberapa prinsip yaitu prinsip sentralistik, pertanyaan, penyelidikan, otonomi dan realistisme.
Adapun langkah pembelajaran dalam model pembelajaran berbasis masalah adalah mengambil konsep dasar, masalah pendifinisian, belajar mandiri, dan pertukaran pengetahuan. Yaitu yang  Pertama, guru memberikan dasar konsep prosedur pembelajaran yang harus dilakukan. Dalam kegiatan ini guru memberi, instruksi, referensi, atau tautan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Ini bertujuan untuk membuat siswa lebih cepat memasuki atmosfer pembelajaran dan mendapatkan peta akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran. Kedua, adalah definisi masalah. Di langkah ini guru menyampaikan skenario atau masalah dan brainstorming siswa melakukan berbagai kegiatan. Semua anggota kelompok untuk mengekspresikan pendapat, ide, dan tanggapan mereka terhadap kemungkinan skenario yang muncul independen berbagai pendapat alternatif. Ketiga, adalah pembelajaran yang diatur sendiri. Dalam kegiatan ini para siswa dipandu untuk menemukan berbagai sumber untuk memperjelas masalah yang sedang diselidiki. Sumber yang diacu dalam bentuk artikel yang ditulis disimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan ahli di bidang yang relevan.
Adapun langkah-langkah dari proses  model PBL yang lain adalah:
1.      Masalah disajikan kepada kelompok, istilah ditinjau, dan hipotesis dihasilkan.
2.      Masalah belajar dan sumber informasi diidentifikasi.
3.      Pengumpulan informasi dan studi independen terjadi.
4.      Pengetahuan yang diperoleh dibahas dan diperdebatkan secara kritis.
5.      Pengetahuan diterapkan pada masalah dengan cara yang praktis.
6.      Refleksi pada konten dan proses pembelajaran terjadi.
 
               Penilaian dalam PBM dilakukan baik terhadap hasil maupun proses belajar yang dilakukan siswa. Salah satu jenis alternatif penilaian model PBM adalah jenis penilaian otentik (authentic assessment). Dalam hal ini guru berperan aktif dalam memantau kegiatan siswa dan memastikan pembelajaran berjalan dengan baik. Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar, guru perlu mengadakan tes secara individual.
Sebagai sebuah model pembelajaran PBL sudah pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model pembelajaran berbasis masalah adalah membuat pendidikan di sekolah lebih relevan dengan kehidupan di luar sekolah, melatih keterampilan siswa untuk memecahkan masalah secara kritis dan ilmiah serta melatih siswa berpikir kritis, analitis, kreatif dan menyeluruh karena dalam proses pembelajarannya siswa dilatih untuk menyoroti permasalahan dari berbagai aspek. Kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah adalah seringnya siswa menemukan kesulitan dalam menentukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa, selain itu juga pembelajaran berbasis masalah memerlukan waktu yang relatif lebih lama dari pembelajaran konvensional serta tidak jarang siswa menghadapi kesulitan dalam belajar karena dalam pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut belajar dengan mencari data, menganalisis, merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah. Di sini peran guru sangat penting dalam mendampingi siswa sehingga diharapkan hambatan-hambatan yang ditemui oleh siswa dalam proses pembelajaran dapat diatasi.
Sintkas dalam model PBL terdiri atas tahap-tahap yaitu tahap orientasi terhadap peserta didik, tahap mengorganisasi peserta didik untuk belajar, tahap membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, tahap mengembangkan dan menyajikan hasil, dan tahap menganalisis dan mengvaluasi proses pemecahan masalah.
Sistem sosial merupakan penjelasan tentang peranan guru dan peserta didik dan keterhubungan serta jenis norma-norma yang didukung. Dimana di dalam model PBL siswa melakukan penyelesaian masalah-masalah dan guru memantau siswa dalam menyelasaika masalah-maslaah tersebut.
Sistem pendukung dijelaskan apa saja yang mungkin diperlukan sebagai tambahan terhadap model yang berkaitan dengan pendukung keterampilan manusia, kapasitas dan fasilitas. Di dalam model PBL dapat digunakan sistem pendukung berupa Webquest dan E-module.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah dibuat, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menekankan partisipasi aktif dari mahasiswa, menumbuhkan keterampilan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis.
2.      PBL merupakan model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan yang dimiikinya terutama pada saat mereka melakukan penyelidikan, sehinga pembelajaran akan lebih bermakna dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran yang hanya menyampaikan materi secara langsung.
3.      Karakteristik PBL yaitu, (1) masalah yang diajukan kompleks, situasi nyata yang memiliki lebih dari satu jawaban benar merupakan fokus dalam pembelajaran, (2) siswa bekerja dalam kelompok dalam menyelesaikan masalah, (3) siswa memperoleh informasi baru melalui pembelajaran langsung, (4) guru berperan sebagai fasilitator, dan (5) adanya pengembangan kemampuan pemecahan masalah klinis yang diakibatkan oleh masalah-masalah yang ditampilkan dalam pembelajaran.
4.      Adapun prinsip-prinsip Pembelajaran Problem Based Learning adalah: (1) Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan pengetahuan ke kepala pembelajar.(2) Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi.
5.      Langkah pembelajaran dalam model pembelajaran berbasis masalah mengambil konsep dasar saya, masalah pendifinisian, belajar mandiri, dan pertukaran pengetahuan.
6.      Penilaian dalam PBM dilakukan baik terhadap hasil maupun proses belajar yang dilakukan siswa. Salah satu jenis alternatif penilaian model PBM adalah jenis penilaian otentik (authentic assessment). Dalam hal ini guru berperan aktif dalam memantau kegiatan siswa dan memastikan pembelajaran berjalan dengan baik. Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar, guru perlu mengadakan tes secara individual.
7.      Kelebihan dari Model PBL antara lain Pemecahan masalah yang diberikan dapat menantang dan membangkitkan kemampuan berpikir kritis siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan suatu pengetahuan baru, pembelajaran dengan model PBL dianggap lebih menyenangkan dan lebih disukai siswa, model PBL dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran model PBL selain mempunyai beberapa kelebihan juga mempunyai kelemahan, antara lain yaitu sulitnya membangun minat dan motivasi siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan pemecahan masalah dan waktu yang cukup lama dalam pelaksanaannya.
8.      Sintkas dalam model PBL terdiri atas tahap-tahap yaitu tahap orientasi terhadap peserta didik, tahap mengorganisasi peserta didik untuk belajar, tahap membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, tahap mengembangkan dan menyajikan hasil, dan tahap menganalisis dan mengvaluasi proses pemecahan masalah.
9.      Sistem sosial merupakan penjelasan tentang peranan guru dan peserta didik dan keterhubungan serta jenis norma-norma yang didukung. Dimana di dalam model PBL siswa melakukan penyelesaian masalah-masalah dan guru memantau siswa dalam menyelasaika masalah-maslaah tersebut.
10.  Sistem pendukung dijelaskan apa saja yang mungkin diperlukan sebagai tambahan terhadap model yang berkaitan dengan pendukung keterampilan manusia, kapasitas dan fasilitas. Di dalam model PBL dapat digunakan sistem pendukung berupa Webquest dan E-module.


3.2  Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun sudah berusaha memaparkan dan mejelaskan materi dengan semaksimal mungkin, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan dalam penyusunan dan materi yang dibahas. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan pembaca untuk dapat membantu menyempurnakan makalah selanjutnya. Penyusun juga berharap agar makalah ini dapat memberi manfaat dalam proses pembelajaran terutama mengenai materi Model PBL (Problem Based Learning).


DAFTAR PUSTAKA

Adriadi, Ade dan Tarihoran, Naf’an. 2016. Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Motivasi Siswa Terhadap Hasil Belajar PAI di SMP Negeri 1 Ciruas-Serang. Jurnal Kajian Keislaman. Vol. 3. No. 2. ISSN : 2407-053X.
Aidoo, Benjamin, dkk. 2016. Effect of Problem-Based Learning on Students’ Achievement in Chemistry. Journal of Education and Practice. Vol. 7. No. 23. ISSN 2222-1735.
Anna, dkk. 2017. Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Pada Siswa SMA NEGERI 1. Jurnal Katalogis, Volume 5 Nomor 4. ISSN: 2302-2019.
Baden, Maggi S and Wilkie, Kay. 2004. Challenging Research Into Problem-based Learning. London : Open University Press.
Barell, John. 2007. Problem-Based Learning An Inquiry Approach. Callifornia : Corwin Press.
Berkel, Henk V. 2010. Lessosns For Problem-based Learning. New Yorok : Oxford University Press,
Darmadi. 2017. Pengembangan Model Metode Pembelajaran Dalam Dinamika Belajar Siswa. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Degeng, I Nyoman Sudana. 2015. Academic Engagement Penerapan Model Problem-Based Learning di   Madrasah. Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang.
Diana, Nina, dkk. 2015. Penerapan E-Module Berbasis Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Mengurangi Miskonsepsi pada Materi Ekologi Siswa Kelas X MIPA 1SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Etherington, B. Matthew. 2011. Investigative Primary Science: A Problem-based Learning Approach. Australian Journal of Teacher Education. Vol. 36. No. 9.
Fahrina, 2018. Keberadaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Dalam Mendorong Sinergitas Kontribusi Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIS) Menuju Generasi Indonesia Emas 2045. Jurnal Indragiri.Vol 1. No 4.ISSN: 2549-0478.
Fauziah, Hadist A. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika SD. Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Vol. 7. No. 1. Issn : 2598-5949.
Gijbels, David, dkk. 2005. Integrating Assesment Tasks In A Problem-based Learning Environment. Assesment & Evaluation In Higher Education. Vol. 20. No. 1. ISSN : 1469-297X.
Hakim, Muhammad A A, dkk. 2016. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI IIS DALAM MATA PELAJARAN EKONOMI DI SMA N 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016.
Huriah, Titih. 2018. Metode Student Center Learning Aplikasi Pada Pendidikan Keperawatan. Jakarta : PRENADAMEDIA GROUP.
Indagiarmi, Yosico. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI Semester II  Pada Materi Pokok Fluida Dinamik Di SMA. Jurnal Pendidikan Fisika.Vol.5.No.1.ISSN2252-732X.
Isaias, Pedro.,dkk. 2015. E-Learing Systems, Enivornments and Approaches. London: Springer.
Lestari, Ambar W, dkk. PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN WEBQUEST DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR EKONOMI KELAS XI IPS SMA NEGERI 6 SURAKARTA.
Mariyaningsih, Nining dan Hidayati, Mistiana. 2018. Teori dan Praktik Bergabagai Model dan Metode Pembelajaran Menerapkan Inovasi Pembelajaran di Kelas-kelas Inspiratif. Surakarta : CV Kekata Group.
Maryati, Iyam. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Pola Bilangan di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Mosharafa. Vol. 7. No. 1. ISSN : 2527-8827.
Maysara. 2016. The Efectiveness Of Problem Based Learning (PBL) Model On Students’ Learning Outcomes At Class XI IPA 2 Of Senior High School 5 South Konawe On The Subject of Colloid System. Iternational Journal Of Education and Research. Vol. 4. No. 7. ISSN : 2411-5681.
Mihardi, Satria, dkk. 2013. The Effect Of Project Based Learning Model With KWL Worksheet On Student Creative Thinking Process In Physics Problems. Journal Of Economics and Sustainable Development. Vol. 4. No. 18. ISSN : 222-1700.
Musriadi dan Rubiah. 2016. Implementation Of Problem Based Learning Model In Concept Learning Mushroom As A Result Of Student Learning Improvement Efforts Guidelines For Teachers. Journal Of Education and Practice. Vol. 7. No. 22. ISSN : 2222-288X.
Nafiah, Yunin Nurun. 2014. Penerapan Model Problem-Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal pendidikan fisika. Vol.4.No.1.
Nensy, dkk. 2017. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik SM Pada Materi Usaha Dan Energi. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi. ISSN: 2503-023X.
Paturrohman, Imam. 2017. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2017. Sumedang: UPI Sumedang Press.
Ratna, dkk. 2014. Penerapan Model Problem Bsed Learning ( PBL) Pada Pembelajaran Hukum-Hukum Dasar Kimia Ditinjau Dari Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA SMA NEGERI 2 SURAKARTA Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 3. ISSN 2337-9995.
Rerung, Nency, dkk. 2017. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN  PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK SMA PADA MATERI USAHA DAN ENERGI. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi  06 (1) (2017) 47-55. ISSN 2303-1832.
Rideout, Elizabeth. 2001. Transforming nursing education through problem-based learning. Canada: Jones and Bartlett.
Suratno, Joko dan Budiman, Hedi. 2013. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Perangkat Lunak Geometri Dinamis. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika. Vol. 2. No. 2. ISSN : 2089-855X.
Uden, Loma and Beaumont, Chris. 2006. Technology and Problem-Based Learning. United States Of America : Information Science Publishing.
Wardhani, Kusuma, dkk. 2012. Pembelajaran Fisika Dengan Model Problem Based Learning Menggunakan Multimedia Dan Modul Ditijau Dari  Kemampuan Berpikir Abstrak Dan Kemampuan Verbal Siswa. JURNAL  INKUIRI. Vol. 1. No. 2. ISSN 2252-7893.
Zaduqisti, Esti. 2010. Problem-Based Learning (Konsep Ideal Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Prestasi Belajar dan Motivasi Berprestasi). Forum Tarbiyah. Vol. 8. No. 2.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Global Warming (Pemanasan Global)

Makalah Global Warming (Pemanasan Global) BAB 1 Pendahuluan A.      Latar Belakang Makalah Dalam beberapa tahun terakhir, isu pe...