Jumat, 07 Desember 2018

MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA MODEL PENCAPAIAN KONSEP


MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA
MODEL PENCAPAIAN KONSEP
Dibuat untuk memenuhi tugas Strategi Belajar Mengajar Fisika



Disusun oleh :
Kelompok 1 :
Dwi Cahya Ningsih                       (A1C317009)
Edwin Kurniawan                        (A1C317051)
Rachel  Risda Sitanggang            (A1C317025)
Weni Sukarni                                (A1C317035)

Dosen Pengampu :
Dwi Agus Kurniawan, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Model Pencapaian Konsep tepat pada waktunya. Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Strategi Belajar Mengajar Fisika.
Tidak sedikit kendala yang kami hadapi dalam menyelasaikan makalah ini, namun dengan motivasi dan dorongan yang telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kami mungucapkan terimakasih kepada:
1.      Bapak Dwi Agus Kurniawan , selaku dosen pengampu mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Fisika;
2.      Teman-teman yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang penulis buat tentunya masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mohon maaf dan mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terkhususnya dalam merancang penelitian.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai setiap urusan kita. Amin
Jambi, 27 Oktober 2018



Penulis



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i                                              
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii         
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2  Tujuan.................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2. 1 Kajian Pustaka.................................................................................................... 3
2.1.1   Konsep Model Pengolahan Informasi.............................................................. 3
2.1.1.1 Pengertian Konsep......................................................................................... 6
2.1.1.2  Pengertian Model Pencapaian Konsep.......................................................... 8
2.1.1.3  Metode yang digunakan dalam Model Pencapaian Konsep......................... 11
2.1.2 Unsur-unsur dalam Model Pencapaian Konsep................................................ 12
2.1.2.2  Faktor yang Mempengaruhi Model Pencapaian Konsep............................... 20
2.1.2.2 Tujuan Penerapan Model Pencapaian Konsep............................................... 22
2.1.2.3 Keunggulan Model Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran....................... 25
2.1.2   Penerapan Model Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran Fisika.................. 30
2.2       Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)........................................................ 32   
2.3            Kajian Kritis.................................................................................................... 38
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 41
3.2 Saran.................................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 43




DAFTAR TABEL
Tabel 1.............................................................................................................. 27
Tabel 2.............................................................................................................. 27
Tabel 3.............................................................................................................. 28
Tabel 4.............................................................................................................. 28
Tabel 5.............................................................................................................. 33
Tabel 6.............................................................................................................. 35
























BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pendidikan memegang peranan penting dalam upaya pengembangan sumber daya manusia dan menentukan kemajuan suatu bangsa. Dengan kata lain pendidikan merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam menghadapi era globalisasi. Saat ini sistem pendidikan telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sekolah sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendididkan berfungsi untuk menyeleksi manusia berbakat, terampil dan mampu membawa masyarakat berkembang ke arah kondisi yang dipersyaratkan oleh masa depan bangsa. Pada proses pembelajaran fisika, biasanya guru cenderung untuk menjelaskan maupun memberitahukan segala sesuatunya kepada siswa, sehingga siswa menjadi tidak terbiasa belajar lebih aktif. Hal ini menunjukkan bahwa peran guru sangat penting dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, dan dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelolah proses belajar mengajar, memilih model pembelajaran yang tepat dan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Agar siswa mampu mencapai pengetahuan mengenai konsep-konsep maupun prinsip-prinsip yang mendasarinya, maka guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif agar proses pembelajaran berjalan efektif. Sehubungan dengan hal itu, Fisika merupakan suatu disiplin ilmu yang berusaha menjelaskan gejala-gejala alam.Gejala alam ini dapat dipahami oleh pikiran manusia melalui konsep, teori dan hukum dalam fisika yang dapat dirumuskan dengan singkat.Fisika sebagai salah mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam pendidikan, karna selain dapat mengembangkan pemikiran kritis, kreatif, sistematis, dan logis, fisika juga telah memberikan kontribusi dalam kehidupan sehari-hari mulai dari hal yang sederhana seperti perhitungan dasar sampai hal kompleks. Pembelajaran fisika di dalam kelas lebih didominasi oleh kegiatan guru dengan metode ceramah dan pemberian tugas pada siswa, sedangkan kegiatan siswa lebih banyak diam dan mendengarkan penjelasan guru, mencatat hal-hal yang dianggap penting dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, sehingga keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran kurang maksimal.
Pada pembelajaran fisika juga jarang sekali siswa didorong untuk menyelesaikan masalah-masalah riil, melalui konsep-konsep yang sudah dipelajari.Akibatnya, konsep yang dimiliki siswa tidak bertahan lama.Rendahnya pemahaman konsep fisika disebabkan adanya pemahaman siswa yang dipengaruhi oleh tafsiran siswa terhadap suatu konsep dan siswa tidak memiliki pengetahuan yang mendasar terhadap suatu konsep (Nondo,2018:5)
Struktur kognitif mahasiswa tidak selamanya dapat mengaitkan pengetahuan baru dengan yang lama. Hal ini menyebabkan pemahaman mahasiswa akan setiap materi ajar yang dipelajari rendah, termasuk dalam materi pembelajaran sains yang didalamnya terdiri dari bahan ajar fisika. Pemahaman konsep dasar fisika yang kurang baik berkaitan erat dengan prestasi belajar fisika.Pemahaman yang kurang baik ini, salah satunya timbul karena tidak tercapainya kebermaknaan belajar dalam diri mahasiswa. Salah satu cara meningkatkan prestasi belajar pada bidang studi sains dapat dilakukan dengan cara belajarnya menggunakan sistem “concept mapping”. Pemahaman konsep dasar fisika yang kurang baik berkaitan erat dengan prestasi belajar fisika. Artinya, prestasi yang rendah untuk pelajaran fisika disebabkan oleh pemahaman mahasiswa yang kurang akan materi ajar fisika. Pemahaman yang kurang baik ini, salah satunya timbul karena tidak tercapainya kebermaknaan belajar dalam diri mahasiswa (Rahmi dan Hidayati,2016:135)

1.2.Tujuan
1.2.1        Dapat mengetahui Konsep Model Pengolahan Informasi
1.2.2        Dapat mengetahui unsur-unsur  dalam Model Pencapaian Konsep
1.2.3        Dapat mengetahui Penerapan Model Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran IPA (Fisika)







BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Kajian Pustaka
2.1.1   Konsep Model Pengolahan Informasi
Menurut Andayani (2015:141), Kelompok model pengolahan informasi (The Information Processing Family) berdasarkan pada teori belajar kognitif (piaget) dan berorientasi pada kemampuan peserta didik dalam memproses informasi untuk memperbaiki kemampuannya. Pemprosesan informasi mengacu kepada cara orang menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah serta menggunakan lambang verbal dan non verbal. Dalam pemprosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal dan kondisi eksternal individu dan interaksi antar keduanya sehingga menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari pemprosesan informasi yang berupa kecakapan manusia (Human Capitalities),yakni :
(a) informasi verbal,
(b) kecakapan intelektual,
(c) strategi kognitif,
(d) sikap dan
(e) kecakapan motorik.
Menurut Andayani (2015:141), Model-model pembelajaran yang tergolong kepada kelompok ini adalah model pencapaian konsep (Concept Attainment), model berpikir induktif (Inductive Thinking), model latihan penelitian (Inquiry Thinking), model pemandu awal (Advance Organizer), model memorisasi (Memorization), model pengembangan intelek (Developing Intellect) dan model penelitian ilmiah (Scientific Inquiry). Adapun tokoh model penemuan konsep adalah Jerome Brunner dengan tujuan terutama dirancang untuk mengembangkan penalaran induktif, selain itu untuk perkembangan dan analisis konsep.
According Naresh Kumar Gupta (1995) in Basapur (2018:37), studied the relative effectiveness of some information processing models of teaching i.e. Concept Attainment Model (CAM), Inductive  Thinking Model (IThM) and Inquiry Training Model (ITM) on mental processes and attitudes towards science. It was found that CAM was effective in developing reasoning ability, scientific creativity where as it could not foster students. Inductive thinking model promoted reasoning ability, bring significant enhancement in inquisitiveness. ITM was effective awareness ability, however it could not bring significant gain in inquisitiveness and persistency. CAM, ITM and Inductive Thingking Model did not differ in effectiveness in terms of enhancing reasoning ability or scientific creativity. ITM and Inductive Thinking Model rated better than CAM in fostering problem awareness ability. However Inductive Thinking Model and ITM did not in fostering seeing the  problem ability.
Menurut Naresh Kumar Gupta (1995) di Basapur (2018: 37), mempelajari keefektifan relatif dari beberapa model pemrosesan informasi pengajaran yaitu Model Pencapaian Konsep (CAM), Model Pemikiran Induktif (IThM) dan Model Pelatihan Inquiry (ITM) pada proses mental dan sikap terhadap sains. Ditemukan bahwa CAM efektif dalam mengembangkan kemampuan penalaran, kreativitas ilmiah seperti tidak dapat membantu perkembangan siswa.Model pemikiran induktif meningkatkan kemampuan penalaran, membawa peningkatan signifikan dalam rasa ingin tahu.ITM adalah kemampuan kesadaran yang efektif, namun itu tidak dapat membawa keuntungan signifikan dalam keingintahuan dan persistensi.CAM, ITM dan Inductive Thingking Model tidak berbeda dalam hal efektivitas dalam hal meningkatkan kemampuan penalaran atau kreativitas ilmiah.Model ITM dan Inductive Thinking dinilai lebih baik dari CAM dalam menumbuhkan kemampuan penyadaran masalah.Namun Inductive Thinking Model dan ITM tidak mendorong melihat kemampuan masalah.
According to Khirwadkar (2007: 111),The credit of development of concept attainment model goes to Jerome Brunner and his associates Jacqueline Goodrow and George Austin. The assumption of this model of teaching is that, human beings have capacity to discriminate and to categorize in groups.  A concept can be considered as a class or category of all the members which share a particular combination of attributes or critical properties that are not shared by another class. An attribute means a property or characteristics of an object which differentiates it from the other. Concept information helps learner as it reduces the need for repeating learning experience. It gives lot of opportunity to the children to find out commonalities among different objects resulting in conceiving them meaningfully. Concept once formed facilitate further learning. Thus object are categorized having common characteriistics into one group. A concept has three element. In this model theory and practice have a large overlap and it is relatively easy to perform the activity of the model.but to do so with the real impact on conceptual thinking it requires a clear understanding of the theory of concept. There are actually three model of concept attainment that have been, built by brunner and his colleagues reception, selection and unorganized material:but concentrated primarily on the reception model of concepts attainment. Concepts are the key building blocks for the structure of knowledge of the various academic disciplines.
Menurut Khirwadkar (2007: 111), Kredit pengembangan model pencapaian konsep pergi ke Jerome Brunner dan rekannya Jacqueline Goodrow dan George Austin.Asumsi model pengajaran ini adalah bahwa, manusia memiliki kemampuan untuk mendiskriminasikan dan mengkategorikannya dalam kelompok. Suatu konsep dapat dianggap sebagai kelas atau kategori dari semua anggota yang berbagi kombinasi atribut tertentu atau properti penting yang tidak dibagikan oleh kelas lain. Atribut berarti properti atau karakteristik objek yang membedakannya dari yang lain. Informasi konsep membantu pelajar karena mengurangi kebutuhan untuk mengulang pengalaman belajar.Ini memberi banyak kesempatan kepada anak-anak untuk menemukan kesamaan di antara objek-objek yang berbeda sehingga menghasilkan mereka dengan penuh makna.Konsep yang terbentuk sekali memfasilitasi pembelajaran lebih lanjut.Dengan demikian objek dikategorikan memiliki karakteristik umum menjadi satu kelompok.Sebuah konsep memiliki tiga elemen.Dalam model ini teori dan praktik memiliki tumpang tindih yang besar dan relatif mudah untuk melakukan aktivitas model.Tetapi untuk melakukannya dengan dampak nyata pada pemikiran konseptual membutuhkan pemahaman yang jelas tentang teori konsep. Konsep adalah blok bangunan utama untuk struktur pengetahuan berbagai disiplin ilmu.


2.1.1.1 Pengertian Konsep
According to Selvens (1993) in Prabhakaram (2006: 9), brings about the meaning of concept. A concept is a mental representation or a mental picture of some object or some experience. A concept consist ofan individual’s organized information about one ormore things, objects, events, ideas, processes or relations that enable the individual to discriminate a particular things or class of things and also relate it to other things or classes of things.
Menurut Selvens (1993) dalam Prabhakaram (2006: 9), membawa tentang makna konsep.Konsep adalah representasi mental atau gambaran mental dari beberapa objek atau beberapa pengalaman. Sebuah konsep terdiri dari informasi individu yang terorganisir tentang satu atau lebih hal, objek, peristiwa, ide, proses atau hubungan yang memungkinkan individu untuk membedakan suatu hal atau kelas tertentu dan juga menghubungkannya dengan hal-hal atau kelas-kelas lain.
According to Archer (1969) in Prabhakaram (2006: 10), a concept is simply the label of a set of things that has some thing in common. A concept is different from a fact, a principle and a generalization. According to Osgood (1953) in Prabhakaram (2006: 10), a concept is the acquisition of a mediating process that can be abstracted from the stimulus objects.
Menurut Archer (1969) dalam Prabhakaram (2006: 10), sebuah konsep hanyalah label dari serangkaian hal yang memiliki kesamaan. Suatu konsep berbeda dari fakta, prinsip dan generalisasi. Menurut Osgood (1953) dalam Prabhakaram (2006: 10), sebuah konsep adalah perolehan proses mediasi yang dapat diabstraksikan dari objek stimulus.
According to Brunner Et al (1956) in Prabhakaram (2006: 10-11),, a concept is a class or grouping response-anact of categorization, involves rendering different things equivalent.
Element of a concept are :
i)                    Name : name is the term or label given to category.
ii)                  Attributes : the features or characteristics of objects are its attributes, every concept has two types of attributes.
a)      Essential attributes : essential attributes are the common features or characteristics of a concept. These attributes should be present in all examples of the concept.
b)      Non-essential attributes: some of the slight differences among examples of the category reflect the non-essential attributes.
iii)                Examples : most of the concepts have more than one example. Examples of a concept have all the essential attributes of the concept present in them. The non-essential attributes are present in some examples and are absent in others.
iv)                Definition : the last element of the concept in the definition or rule. A rule or definition is a statement specializing the attributesof a concept.
Menurut Brunner Et al (1956) dalam Prabhakaram (2006: 10-11), sebuah konsep adalah pengelompokan respon kelas atau pengelompokan-pengelompokan, melibatkan rendering hal-hal yang berbeda setara.
Elemen dari konsep adalah:
i)                    Nama: nama adalah istilah atau label yang diberikan untuk kategori.
ii)                  Atribut: fitur atau karakteristik objek adalah atributnya, setiap konsep memiliki dua jenis atribut.
a)      Atribut esensial: atribut penting adalah fitur atau karakteristik umum dari suatu konsep. Atribut-atribut ini harus ada dalam semua contoh konsep.
b)       Atribut yang tidak penting: beberapa perbedaan kecil di antara contoh kategori mencerminkan atribut yang tidak penting.
iii)                Contoh: sebagian besar konsep memiliki lebih dari satu contoh. Contoh konsep memiliki semua atribut penting dari konsep yang ada di dalamnya. Atribut-atribut non-esensial ada dalam beberapa contoh dan tidak ada pada yang lain.
iv)                Definisi: elemen terakhir dari konsep dalam definisi atau aturan. Aturan atau definisi adalah pernyataan yang mengkhususkan atribut konsep.



2.1.1.2 Pengertian Model Pencapaian Konsep
According to Jerome S. Brunner, Jacqueline Goorow and George Austine in Singh,dkk. (2008 : 189), developed the concept attainment model of teaching in1956.the model emerged out of the study of thinking process in human beings: it is based on the assertion that environment is full of tremendously diverse things and would have been impossible to adjust in it if human beings had not been endowed eith the capacity to discriminate and to categories things in groups. This process of classifying things in group, benefit human beings in three ways. First, it reduces the complexity of the environtment, second it gives the means by the which we identify the object in the word and third it reduces the necessity of constant learning.
Bruner and associates devoted their major work to the description of a process by which we discriminate the attribute of things, people and events and place them into categories. According to Bruner categorizing activity has two components, the act of concept formation lead to concept attainment. In concept attainment there is only one concept. Using clues supplied by the teacher, students try to determine the identify and definition,of the concept. Bruner categorizes the concept model as follows :
1.      Reception model of concept attainment
2.      Selection model of concept attainment
3.      Unorganized material model of concept attainment
Menurut Jerome S. Brunner, Jacqueline Goorow dan George Austine di Singh, dkk. (2008: 189), mengembangkan model pencapaian konsep pengajaran pada tahun 1956.model ini muncul dari studi tentang proses berpikir dalam manusia: hal ini didasarkan pada pernyataan bahwa lingkungan penuh dengan hal-hal yang sangat beragam dan tidak mungkin untuk menyesuaikan di dalamnya jika manusia tidak memiliki kemampuan untuk mendiskriminasikan dan mengkategorikan hal-hal dalam kelompok. Proses mengklasifikasi hal-hal ini dalam kelompok, menguntungkan manusia dalam tiga cara. Pertama, mengurangi kerumitan lingkungan, kedua memberi sarana dengan yang kita identifikasi objek dalam kata dan ketiga itu mengurangi kebutuhan pembelajaran yang konstan.
Bruner dan rekan-rekannya mengabdikan pekerjaan utama mereka pada deskripsi dari suatu proses di mana kita membedakan atribut dari hal-hal, orang-orang dan peristiwa-peristiwa dan menempatkan mereka ke dalam kategori. Menurut Bruner aktivitas pengkategorian memiliki dua komponen, tindakan pembentukan konsep mengarah pada pencapaian konsep.Dalam pencapaian konsep hanya ada satu konsep.Dengan menggunakan petunjuk yang diberikan oleh guru, siswa mencoba untuk menentukan identifikasi dan definisi dari konsep tersebut. Bruner mengkategorikan model konsep sebagai berikut:
1. Model penerimaan konsep pencapaian
2. Pemilihan model pencapaian konsep
3. Model materi yang tidak terorganisir dari pencapaian konsep
According to Prabhakaram (2006: 13), the concept attainment model developed by Joyce and Weil (1985) is based on Burne’s Theory of concept attainment. Joyce and Weil discuss three variations of this model : the reception oriented model, the selection oriented model and un-organized material model. The reception oriented model is more direct in teaching students the elements of a concept and their use in concept attainment.
Menurut Prabhakaram (2006: 13), model pencapaian konsep yang dikembangkan oleh Joyce dan Weil (1985) didasarkan pada teori Burne tentang pencapaian konsep. Joyce dan Weil mendiskusikan tiga variasi model ini: model berorientasi penerimaan, model berorientasi pemilihan dan model material yang tidak terorganisir. Model berorientasi penerimaan lebih langsung dalam mengajar siswa unsur-unsur konsep dan penggunaannya dalam pencapaian konsep.
Menurut Usman (2004:62) dalam Widiastuti (2014 : 24), model pencapaian konsep adalah suatu strategi mengajar bersifat induktif didesain untuk membantu siswa dari semua usia dalam memperkuat pemahaman mereka terhadap konsep yang dipelajari dan melatih menguji hipotesis.
Menurut  Budiningsih (2005:43) dalam Darmadi ( 2017: 109), Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula.Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentiflkasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek_obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menuniang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi.
Menurut Sa’diyah(2015:225-226) Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam menguasai konsep adalah model pembelajaran concept attainment.Model pembelajaran concept attainment menurut Arends (Nainggolan, 2014) menyatakan bahwa model pembelajaran concept attainment adalahsalah satu cara untuk memberikan ide-ide baru dan memperluas serta mengubah skema yang sudah ada. Pembelajaran concept attainment merupakan proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yan tidak tepat dari berbagai kategori.
Menurut Dahar (1989) dalam Silaban (2014 : 66-67)  kemampuan memahami suatu konsep sangat dipengaruhi oleh kesanggupan berpikir seseorang. Sedangkan tingkat penguasaan konsep yang diharapkan tergantung pada kompleksitas konsep dan tingkat perkembangan kognitif siswa.Senada dengan itu Winkel (1991) mengartikan penguasaan konsep sebagai suatu pemahaman dengan menggunakan konsep, kaidah dan prinsip.Sedangkan Dahar (1989) mendefinisikan penguasaan konsep sebagai kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah baik teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.Selanjutnya Bloom (dalam Rustaman, dkk. 2013) mengemukakan penguasaan konsep merupakan suatu kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebihdipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya.
Menurut Silaban (2014 : 67), berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat dikatakan bahwa penguasaan konsep adalah usaha yang harus dilakukan oleh siswa dalam merekam dan mentransfer kembali sejumlah informasi dari suatu materi pelajaran tertentu khususnya materi pokok listrik statis yang dapat dipergunakan dalam memecahkan masalah, menganalisa, menginterpetasikan pada suatu kejadian tertentu. Lebih ringkasnya penguasaan konsep adalah hasil dari kegiatan intelektual.Selain siswa mampu menguasai suatu konsep, kreativitas juga sangat diperlukan dalam memecahkan masalah.
According to Margolis and Laurence (1999) In short, the attainment of a concept has about it something of a quantal character. Concept attainment seems almost an intrinsically unanalyzable process from an experiential point of view. It is perhaps because of the inaccessibility of reportable experience that psychologist have produced such a relatively sparse yield of knowledge when they have siught to investigate concept attainment. We do well to heed the lesson of history and look to sources of data additional to the report of direct experiences as a basis for understanding what is the process of concept attainment.
Menurut Margolis dan Laurence (1999) Singkatnya, pencapaian konsep memiliki sesuatu yang bersifat quantal. Pencapaian konsep tampaknya hampir merupakan proses yang tidak dapat dianalisis secara intrinsik dari sudut pandang pengalaman. Mungkin karena tidak dapat diaksesnya pengalaman yang dapat dilaporkan, psikolog telah menghasilkan pengetahuan yang relatif jarang ketika mereka harus menyelidiki pencapaian konsep. Kita sebaiknya memperhatikan pelajaran sejarah dan mencari sumber data tambahan untuk laporan pengalaman langsung sebagai dasar untuk memahami apa yang merupakan proses pencapaian konsep.

2.1.1.3  Metode yang digunakan dalam Model Pencapaian Konsep
Menurut Sa’diyah(2015: 226) , Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan cara meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari (Sutarto & Indrawati, 2012). Sebagai suatu penyajian, demontrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekedar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Model pembelajaran concept attainment disertai metode demonstrasi menitikkanberatkan pada pembentukan konsep dan menuntut siswa untuk menemukan konsep tertentu melalui penelaahan masalah, perumusan, dan pengujian hipotesis sehingga siswa yakin dengan konsep yang mereka temukan.Model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran, sebab dalam setiap fase dapat memfasilitasi guru dan siswa untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang mengutamakan perubahan konseptual pada siswa.Dengan demikian aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat.
According to Kalani (2009: 437) Student learn best by being actively involved in learning, by conducting an experiment, participate in group work. Pupils need concrete first hand experiences as basis of concept formation. Most of the science learning is teacher centered or science text book oriented or examination oriented. There is a need to rewrite the science text book which provide sufficient scope for learner to investigate and experiment. The book should be learner centered. The science concept should be matched with school level.        
Menurut Kalani (2009: 437), Siswa belajar paling baik dengan terlibat aktif dalam pembelajaran, dengan melakukan percobaan, berpartisipasi dalam kerja kelompok. Murid membutuhkan pengalaman tangan pertama yang konkret sebagai dasar pembentukan konsep.Sebagian besar pembelajaran sains adalah guru yang berpusat atau berorientasi pada buku sains atau berorientasi pada ujian.Ada kebutuhan untuk menulis ulang buku teks sains yang memberikan ruang yang cukup bagi pelajar untuk menyelidiki dan bereksperimen.Buku harus berpusat pada siswa.Konsep sains harus disesuaikan dengan tingkat sekolah.

2.1.2   Unsur-unsur dalam Model Pencapaian Konsep
Menurut Joyce,dkk (2016:233-237), menyatakan bahwa ada beberapa unsur dalam model pencapaian konsep, yaitu:
a.      Sintaks
Fase Satu : Penyajian Data dan Identifikasi Objek
1.      Guru menyajikan contoh-contoh yang telah dilabeli.
2.      Siswa membandingkan sifat-sifat dalam contoh positif dan negatif.
3.      Siswa menghasilkan dan menguji hipotesis.
4.      Siswa menyebutkan sebuah definisi menurut sifat-sifat esensial.

Fase Dua : Menguji Pencapaian Konsep
1.      Siswa mengidentifikasi contoh tambahan yang tidak diberi label Ya atau Tidak.
2.      Guru mengkonfirmasi hipotesis, norma-norma konsep dan menyatakan kembali definisi menurut sifat-sifat esensial.
3.      Siswa menghasilkan contoh-contoh.

Fase Tiga : Analisis Strategi Berpikir
1.      Siswa menjelaskan pemikiran-pemikiran.
2.      Siswa membahas peran hipotesis dan sifat-sifat.
3.      Siswa membahas jenis dan jumlah hipotesis.

b.      Sistem sosial
Sebelum mengajar dengan model pencapaian konsep, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengolah bahan menjadi contoh-contoh positif dan negatif, dan mengurutkan/merangkai contoh-contoh tersebut.Meskipun demikian, seperti dideskripsikan oleh para psikolog pendidikan banyak bahan pengajaran khususnya buku ajar tidak dirancang sedemikian rupa sesuai dengan tujuan pembelajaran konsep. Dalam banyak kasus, guru harus mempersiapkan contoh-contoh, menggali ide-ide dan bahan-bahan dari buku dan sumber-sumber lain dan merancangnya sedemikian rupa sehingga ciri-ciri menjadi jelas dan tentu saja ada contoh-contoh negative dan positif yang dibuat dari konsep tersebut. Ketika menggunakan model pencapaian konsep, guru bertindak sebagai perekam yang mengawasi hipotesis-hipotesis (konsep-konsep) dan ciri-ciri yang dibuat siswa.Guru juga menyajikan contoh-contoh tambahan seperlunya. Ada tiga tugas penting yang harus diperhatikan guru selama aktivitas pencapaian konsep, yaitu mencatat/merekam, “membisikkan”(isyarat) dan menyajikan data tambahan. Dalam tahap awal pencapaian konsep, guru setidaknya harus menyajikan contoh-contoh yang sudah benar-benar terstruktur.Namun demikian, prosedur pembelajaran kooperatif juga dapat berhasil digunakan.


c.       Prinsip-prinsip reaksi
Selama proses pelajaran, guru perlu bersifat mendukung hipotesis siswa. Namun, menekankan bahwa mereka menjadi bersifat hipotesis dan untuk menciptakan  dialog di mana para siswa saling menguji hipotesis mereka. Pada fase model berikutnya, guru harus mengalihkan perhatian siswa ke arah analisis konsep dan strategi berpikir mereka,sekali lagi menjadi sangat suportif. Guru sebaliknya lebih mendorong analisis manfaat berbagai strategi daripada berupaya untuk mencari satu strategi terbaik untuk semua orang dalam semua situasi.

d.      Sistem Pendukung
Pelajaran pencapaian konsep mewajibkan agar contoh positif dan negative disajikan kepada siswa. Sebaliknya ditekankan agar pekerjaan siswa dalam pencapaian konsep tidak untuk menemukan konsep-konsep baru,tetapi untuk mencapai konsep-konsep yang sebelumnya telah diseleksi oleh guru. Ketika siswa disajikan dengan contoh, mereka menjelaskan karakteristik(atribut)-nya, mencari atribut bersama dalam contoh positif yang tidak ditampilkan dalam contoh negative.

e.       Penerapan
Penerapan pada semua bidang materi menekankan materi atau proses. Jika penekanan berada pada analisis pemikiran, contoh singkat latihan pencapaian konsep dapat dikembangkan sehingga lebih banyak waktu yang dapat dihabiskan pada analisis pemikiran. Model pencapaian konsep dapat digunakan untuk anak-anak dari semua usia dan kelas sekolah. Kita telah melihat guru-guru sangat berhasil menggunakan model tersebut untuk anak-anak taman kanak-kanak yang mencintai tantangan aktivitas induktif. Bagi anak-anak dengan usia yang lebih muda, konsep dan contoh harus relative lebih mudah dan pelajaran itu sendiri harus singkat dan sangat diarahkan oleh guru.kurikulum khas untuk anak-anak kecil diisi dengan konsep konkret yang siap memasukan dirinya sendiri ke metodologi pencapaian konsep. Analisis fase pemikiran strategi (fase 3) sebaiknya dilakukan pelan-pelan pada anak-anak yang sangat kecil, tetapi untuk anak-anak kelas satu sekolah dasar sebagian besar dari mereka dapat mengatasinya.
Ketika model pencapaian konsep digunakan pada pendidikan anak usia dini, materi-materi yang konkret untuk contoh-contohnya sering tersedia. Benda-benda yang berada diruang kelas, cuissinoire rods, gambar-gambar, dan bantuk-bentukk dapatditemukan di hamper semua ruang kelas pendidikan anak usia dini. Meskipun membantu anak bekerja secara induktif dapat menjaditujuannya sendiriyangpenting, gru sebaiknya juga memiliki tujuan yang lebih spesifik dalam pikirannya ketika menggunakan model ini.Model pencapaian konsep adalah sarana evaluasi yang sangat bagus ketika guru ingin menentukan apakah gagasan-gagasan penting yang diperkenalkan lebih dini telah dikuasai.Model pencapaian konsep ini dengan cepat mengungkapkan kedalaman pemahaman siswa dan memperkuat pengetahuan mereka sebelumnya.

Menurut Yulhendri dan syofyan (2016: 26-27), Adapun tahap-tahap penerapan model pembelajaran penemuan konsep adalah sebagai berikut :
a)      Pertama, melibatkan penyajian data pada pembelajar dalam bentuk contoh positif dan negatif, setiap data yang diberikan merupakan konsep dan memiliki gagasan umum, tugas siswa adalah mengembangkan satu hipotesis tentang sifat dari konsep tersebut. Para pembelajar diminta untuk membandingkan dan memverifikasi sifat-sifat dari contoh-contoh yang positif dan negatif. Pada akhirnya siswa diminta untuk menamai konsep-konsep mereka.
b)      Kedua, siswa menguji penemuan konsep mereka, setelah itu guru dapat menilai benar atau  salah dari hipotesis siswa, kemudian guru merevisi pilihan konsep yang mereka tentukan sebagaimana mestinya.
c)      Ketiga, siswa mendeskripsikan pemikiran-pemikiran siswa, siswa mendiskusikan peran sifat-sifat dan hipotesis-hipotesis dan siswa mendiskusikan jenis dan ragam hipotesis.
Dalam proses pembelajaran perhatian siswa pada analisis terhadap konsep-konsep siswa dan strategi-strategi berpikir siswa.yang perlu ditekankan dalam pembelajaran penumuan konsep adalah bukan menemukan atau membuat konsep-konsep baru tetapi mendapatkan konsep-konsep sebelumnya yang telah dipilih oleh guru.
According Prabhakaram (2006: 14-16),The syntax of the reception oriented model of  concept attainment is a follows :
Phase I presentations of data and identifications of the concept
-          Teacher present labeled examples.
-          Students compare attributes of positive and negative examples.
-          Students generate and test hypothese.
-          Students state a definition according to the essential attributes.
Phase II testing attainment of the concept.
-          Students identify additional unlabeled examples as “yes” or “no”.
-          Teacher names the concept.
-          Teacher restates definition according to essential attributes.
-          Students generate examples.
Phase III Analysis of the thinking strategies
-          Students describe thoughts.
-          Students discuss role of hypothese and attributes.
-          Students discuss type and number of the hypothese.
-          Teacher evaluates the strategies.
Menurut Prabhakaram (2006: 14-16), Sintaks dari model berorientasi  penerimaan  pencapaian konsep adalah sebagai berikut:
Tahap I presentasi data dan identifikasi konsep
- Guru menyajikan contoh-contoh berlabel.
- Siswa membandingkan atribut contoh positif dan negatif.
- Siswa menghasilkan dan menguji hipotesis.
- Siswa menyatakan definisi sesuai dengan atribut penting.
Tahap II pengujian pencapaian konsep.
- Siswa mengidentifikasi contoh tambahan yang tidak berlabel sebagai "ya" atau "tidak".
- Guru memberi nama konsepnya.
- Guru menegaskan kembali definisi menurut atribut-atribut penting.
- Siswa menghasilkan contoh.
Tahap III Analisis strategi berpikir
- Siswa mendeskripsikan pemikiran.
- Siswa mendiskusikan peran hipotesis dan atribut.
- Siswa mendiskusikan tipe dan jumlah hipotesis.
- Guru mengevaluasi strategi.
According to Dills and Romiszowski (1997: 524),  They state the first step is to select and define a concept that has define critical attributes. Clearly identifiable characteristics are necessary in order to effectively use the model. After selecting a concept, they recommend that the teacher write an appropriate definition for the lesson. However, they remind the teacher that :
“The major purpose of the lesson is to allow students the chance to author their own definition : for many reason, students-generated definition are often superior to the initial definition created by the teacher. In any event, the outstanding function of the concept attainment model is to provide an alternative to telling leaners what to understand, allowingthem, literally, to participate in the understanding”.
The second step is to the critical characteristics of the concepts.theer are two type of attributes of characateristics. The first is the essential or critical attribute or characteristics. Essential attributes are defining attributes of the concept buatare not considered essential to definition of the concept. For example, a critical attribute of a table would be table legs. Table legs are essential in defining the concept of table. All tables have some sort of color associated with them, but color is not essential to tht understanding of the concept of a table. Therefore, color in this concept is nonessential attribute.
The third step is to develop a list of examples and non-examples of the concept.the examples must include all of the essential attributes.the non-examples must not include all of the essential characteristics of the concept. The number of examples and non-examples that need to be generated by the teacher depends on the sophistication of the concept.
Menurut Dills dan Romiszowski (1997: 524), Mereka menyatakan langkah pertama adalah memilih dan menetapkan konsep yang telah menentukan atribut-atribut kritis.Karakteristik yang dapat diidentifikasi secara jelas diperlukan agar dapat menggunakan model secara efektif.Setelah memilih konsep, mereka merekomendasikan agar guru menulis definisi yang tepat untuk pelajaran. Namun, mereka mengingatkan guru bahwa:
“Tujuan utama dari pelajaran ini adalah untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk menulis definisi mereka sendiri: karena banyak alasan, definisi yang dihasilkan siswa sering kali lebih superior daripada definisi awal yang dibuat oleh guru. Bagaimanapun juga, fungsi luar biasa dari model pencapaian konsep adalah memberikan alternatif untuk memberi tahu apa yang harus dipahami, membiarkan mereka, secara harfiah, berpartisipasi dalam pemahaman ”.
Langkah kedua adalah karakteristik kritis dari konsep.Theer adalah dua jenis atribut karakteristik.Yang pertama adalah atribut atau karakteristik esensial atau kritis.Atribut esensial adalah mendefinisikan atribut dari konsep yang dibuat tidak dianggap penting untuk definisi konsep.Misalnya, atribut penting dari tabel adalah kaki meja.Kaki meja sangat penting dalam mendefinisikan konsep meja.Semua tabel memiliki semacam warna yang terkait dengannya, tetapi warna tidak penting untuk pemahaman konsep meja.Oleh karena itu, warna dalam konsep ini adalah atribut yang tidak penting.
Langkah ketiga adalah mengembangkan daftar contoh dan non-contoh dari konsep tersebut.Contoh-contoh harus mencakup semua atribut penting.Non-contoh tidak harus mencakup semua karakteristik penting dari konsep.Jumlah contoh dan non-contoh yang perlu dihasilkan oleh guru tergantung pada kecanggihan konsep tersebut.
According to Singh,dkk. (2008 : 189), Syntax of concept attainment model
Phase I- presentation of Data and identification of concept. (Teacher presents labeled examples. Students compare attribute in positive and native examples. Students generate and test hypothesis, students state a definition according to the essential attributes).
Phase II-Testing attainment of concept (students identify unlabeled examples as yes or no, teachers confirm student’s hypothesis, names, concept and restates definition according to essential attributes, students generate examples).
Phase III- Analysis of thinking strategies ( students describe thoughs, student discuss role of hypothesis and attributes, students discuss type and number of hypothesis).
According to Singh,dkk. (2008 : 190), the concept attainment is process through three phases,which are describe as follows:
1.    In the first phase data are presented to the learner.the data may be of any events or people or any other discriminately unit. The learner delineates the units of information in various kinds of attributes, the concept was developed from that the learner is encourage to drive out the concept or principles or discriminatory concept which is being used on the basis of selection of units.
2.    In this phase,students test the kinds of the concepts and then attributes in a variety of materials appropriate to their age and experience. The complexity of developing concepts increases with the age of the learners. Young children may analyze the simple concepts like fedding bottle, cat, and family etc. Older children may examine concepts like socal status and other more complex.the main purpose of this phase is to increase the knowledge of the nature of concepts and how they are used.
3.    The phase begins by analyzing the thinking startegies toattain the concepts by the students. Some learners start with broad constructs and gradually narrow down the field or become more specific in their statement of the concept.
Menurut Singh, dkk (2008: 189), tahapan model pencapaian konsep
Tahap I- presentasi Data dan identifikasi konsep. (Guru menyajikan contoh yang diberi label. Siswa membandingkan atribut dalam contoh-contoh positif dan asli.Siswa menghasilkan dan menguji hipotesis, siswa menyatakan definisi sesuai dengan atribut-atribut penting).
Tahap II-Pengujian pencapaian konsep (siswa mengidentifikasi contoh yang tidak dilabeli sebagai ya atau tidak, guru mengkonfirmasi hipotesis, nama, konsep, dan menegaskan kembali definisi menurut atribut penting, siswa menghasilkan contoh).
Tahap III- Analisis strategi berpikir (siswa menggambarkan olah-olah, siswa mendiskusikan peran hipotesis dan atribut, siswa mendiskusikan jenis dan jumlah hipotesis).
Menurut Singh, dkk. (2008: 190), pencapaian konsep adalah proses melalui tiga fase, yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Dalam data fase pertama disajikan kepada peserta didik. Data dapat berupa peristiwa atau orang atau unit lain yang diskriminatif. Pembelajar menggambarkan unit-unit informasi dalam berbagai jenis atribut, konsep dikembangkan dari bahwa pembelajar didorong untuk mengusir konsep atau prinsip atau konsep diskriminatif yang digunakan atas dasar pemilihan unit.
2. Dalam fase ini, siswa menguji konsep-konsep dan kemudian atribut dalam berbagai materi yang sesuai dengan usia dan pengalaman mereka. Kompleksitas konsep yang berkembang meningkat seiring dengan usia para pembelajar. Anak-anak kecil dapat menganalisa konsep sederhana seperti botol minum, kucing, keluarga dan lain-lain.Anak-anak yang lebih tua dapat memeriksa konsep-konsep seperti status sosial dan lainnya yang lebih kompleks.Tujuan utama fase ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang sifat konsep dan bagaimana mereka bekas.
3. Fase dimulai dengan menganalisis pemikiran awal untuk memenuhi konsep oleh siswa. Beberapa peserta memulai dengan konstruksi yang luas dan secara bertahap mempersempit bidang atau menjadi lebih spesifik dalam pernyataan konsep mereka.

2.1.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Model Pencapaian Konsep
According to Siddiqui and Khan (2007:20),in their work on concept attainment, Bruner and his associates uncovered six distinct thinking startegies used to attain concepts and five sets of factors that affect selection of these strategies. The five factors that affect concept attainment behavior are as follows:
i.      Definition of task
The prior set of the learner, that is whether the learner is seeking to learn a concept or just a collection of isolated facts, the learner’s familiarity with and predilection for the relevant attributes of the concept, and the depth of understanding of the concepts sought by the learner.
ii.    Nature of the instances encountered
The number and kinds of attributes of examples and non examples; the order and frequency of presentation of examples and non-examples, the amount of information needed to ensure concept attainment and the subject’s ability to control the order of and timing of examplesand non-examples.
iii.  Nature of validation
The sources, frequency,immediacy,ambiguity, and directness or indirectness of validation.
iv.  Anticipated consequences of categorizing
The likelihood of anticipated consequences and yhe expected values of these consequences.
v.    Nature of imposed restrictions
the restrictions imposed on selection of strategies by the conditions under which the subject must work.
Menurut Siddiqui dan Khan (2007: 20), dalam pekerjaan mereka pada pencapaian konsep, Bruner dan rekan-rekannya menemukan enam awal pemikiran yang berbeda yang digunakan untuk mencapai konsep dan lima set faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi ini. Kelima faktor yang mempengaruhi perilaku pencapaian konsep adalah sebagai berikut:
i.      Definisi tugas
Set awal dari pembelajar, yaitu apakah pembelajar mencari untuk mempelajari suatu konsep atau hanya kumpulan dari fakta-fakta yang terpisah, keakraban pelajar dengan dan predileksi untuk atribut yang relevan dari konsep, dan kedalaman pemahaman konsep yang dicari oleh pelajar.
ii.    Sifat contoh yang ditemui
Jumlah dan jenis atribut contoh dan bukan contoh; urutan dan frekuensi penyajian contoh dan non-contoh, jumlah informasi yang diperlukan untuk memastikan pencapaian konsep dan kemampuan subjek untuk mengontrol urutan dan waktu contoh dan non-contoh.
iii.  Sifat validasi
Sumber, frekuensi, kedekatan, ambiguitas, dan langsung atau tidak langsung dari validasi.
iv.  Mengantisipasi konsekuensi dari pengkategorian
Kemungkinan konsekuensi yang diantisipasi dan nilai-nilai yang diharapkan dari konsekuensi-konsekuensi ini.
v.    Sifat pembatasan yang dikenakan
pembatasan yang dikenakan pada pemilihan strategi dengan kondisi di mana subjek harus bekerja.

2.1.2.2 Tujuan Penerapan Model Pencapaian Konsep
Menurut Ni Made (2009) dalam Widiastuti (2014 : 24),“penerapan model pembelajaran pencapaian konsep dalam proses belajar mengajar dapat menciptakan suasana yang respontif antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa sehingga siswa lebih aktif dalam belajar”.
Menurut Usman (2004: 64) dalam Widiastuti (2014 : 24),“Penerapan model pembelajaran pencapaian konsep mengandung dua tujuan utama yaitu (1) tujuan isi, yaitu tujuan tentang penguasaan materi pelajaran menyangkut hubungan-hubungan antara konsep yang ada dalam materi pelajaran tersebut, dan (2) tujuan pengembangan berpikir kritis. Model pembelajaran pencapaian konsep bermanfaat untuk memberikan pengalaman metode sains kepada para siswa dan secara khusus menguji hipotesis.
Menurut Widiastuti (2014 : 32),“Proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep dapat meningkatkan hasil belajar siswa meliputi:(1) presentasi data dan identifikasi data; (2) pengujian pencapaian konsep dan (3) analisis strategi-strategi berpikir.
According to Siddiqui and Khan (2007:24), concept attainment model has been designed to enrich the  students on specific concepts and by the inductive reasoning and opportunities for altering and improving students concept building strategies. Specially with abstract concept, the model also nurtures an awereness of alternative perspectives, a sensitivity to logical reasoning in communication and a tolerance of ambiguity.
Menurut Siddiqui dan Khan (2007: 24), Model pencapaian konsep telah dirancang untuk memperkaya siswa pada konsep tertentu dan dengan penalaran induktif dan kesempatan untuk mengubah dan meningkatkan strategi membangun konsep siswa.Khususnya dengan konsep abstrak, model ini juga memelihara kesadaran perspektif alternatif, kepekaan terhadap penalaran logis dalam komunikasi dan toleransi ambiguitas.
Menurut Suardi (2018 : 23) ,Tujuan kognitif dibagi dalam 6 bagian yaitu :
1. Knowledge (Pengetahuan)
Meliputi informasi dan fakta yang dapat dikuasai melalui hafalan untuk diingat.
2. Comprehension (Pemahaman)
Merupakan kesanggupan untuk menyatakan suatu definisi, rumusan, menafsirkan suatu teori.
3. Application (Penerapan)
Merupakan kesanggupan menerapkan atau menggunakan suatu pengertian, konsep, prinsip, teori yang memerlukan penguasaan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam.
4. Analysis (Analisis)
Yaitu kemampuan untuk menguraikan sesuatu dalamunsur-unsurnya misalnya analisis hubungan antara masyarakat dengan alam dan jagad raya.
5. synthesis (Sintesis)
Yaitu kesanggupan untuk melihat hubungan antara sejumlah unsur.
6. Evaluation (Penilaian)
Penilaian berdasarkan bukti-bukti atau kriteria tertentu.
Tujuan afektif dibagi dalam 2 bagian, yaitu: ,
1. Receiving
Yaitu menerima, menaruh perhatian terhadap nilai tertentu.
2. Responsding (Merespons)
Yaitu memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu, menunjukan kesediaan dan kerelaan untuk merespons.
Menurut Sa’diyah(2015: 226), Implementasi model concept attainment dapat dijadikan salah satu cara agar siswa dapat menjadi aktif dan termotivasi untuk belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Hal ini karena siswa dituntut untuk menemukan konsep yang sedang dipelajari melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru.Salah satu metode pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memperoleh suatu konsep adalah metode demonstrasi.Dimana penggunaan metode pembelajaran dapat merangsang timbulnya semacam komunikasi internal dalam diri siswa.
Menurut Brunner dan Austin (1956) dalam Yulhendri dan syofyan (2016: 26), model penemuan konsep relatif sama dengan model induktif, yaitu dirancang untuk mengajarkan konsep dan membantu siswa lebih aktif dalam mempelajari konsep. Model ini merupakan metode efisien dalam menyajikan informasi yang tersusun dan terencana dari ruang lingkup topik yang luas bagi siswa pada setiap tingkatan.
According to Passi B.K.Singh L,C and Sansawal D.N (1986) in Basapur (2018 : 33- ),  investigatedin to implementing training strategies and studied effectiveness of different variations in components of training strategy for concept attainment model inquiry training model in terms of understanding, competence, reactions and willingness of student-teacher.
The objective of study for concept attainment model were:
i)        To compare understanding of student teachers belonging to the standard model treatment group (E1) the group having variation in peer Practice Feed Back (PPF) (E2) and the group doing PPF in pairs (E3).
ii)      To compare the competency in the beginning of PPF of student teachers belonging to E1,E2, and E3 groups.
iii)    To compare the competency at the end of PPF of student-teacher belonging to E1,E2,and E3 groups.
Menurut Passi BK.Singh L, C dan Sansawal DN (1986) dalam Basapur (2018:33), diselidiki untuk menerapkan strategi pelatihan dan mempelajari keefektifan variasi yang berbeda dalam komponen strategi pelatihan untuk model pelatihan model penemuan pencapaian konsep dalam hal pemahaman , kompetensi, reaksi dan kemauan siswa-guru.
Tujuan penelitian untuk model pencapaian konsep adalah:
i) Untuk membandingkan pemahaman guru siswa yang termasuk dalam kelompok perlakuan model standar (E1) kelompok yang memiliki variasi dalam Praktik Rekan Umpan Balik (PPF) (E2) dan kelompok melakukan PPF berpasangan (E3).
ii) Untuk membandingkan kompetensi di awal PPF guru siswa yang tergabung dalam kelompok E1, E2, dan E3.
iii) Untuk membandingkan kompetensi pada akhir PPF siswa-guru milik E1, E2, dan E3 kelompok.
According to Dills and Romiszowski (1997: 524), the concept attainment model is used to help students learn new concept. This model also assists students in analyzing their conceptual thinking, which in tur,assist students to improve their conceptual thinking (Joyce,1985). This model assists conceptual development through the use of critical attributes. Critical attributes are defined as the essential characteristics that constitute a concept. This model assists students in identifying the critical attributes of a concept through the use of examples and non-examples of that concept. Gunter, Estes and Schwab (1990) describe the concept attainment model as an eight-step process.
Menurut Dills dan Romiszowski (1997: 524), model pencapaian konsep digunakan untuk membantu siswa mempelajari konsep baru.Model ini juga membantu siswa dalam menganalisis pemikiran konseptual mereka, yang dalam tur, membantu siswa untuk meningkatkan pemikiran konseptual mereka (Joyce, 1985).Model ini membantu pengembangan konseptual melalui penggunaan atribut kritis.Atribut kritis didefinisikan sebagai karakteristik esensial yang membentuk konsep.Model ini membantu siswa dalam mengidentifikasi atribut penting dari suatu konsep melalui penggunaan contoh dan non-contoh dari konsep itu. Gunter, Estes dan Schwab (1990) menggambarkan model pencapaian konsep sebagai proses delapan langkah.

2.1.2.3   Keunggulan Model Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran
According to  Siddiqui (2008 : 109 -112), concept attainment model for teaching was superior to traditional method of  teaching. The main reason for this is that in the concept attainment model, the data were presented before the student teachers which might have helped in developing the favourable attitude towards teaching profession. As far as the concept attainment model is corcerned, the emphasis is given more to cognitive development, and from the theories of learning it is clear that the cognitive development facilitates more learning. The most important aim of this model is to acquaint the students with the pre-existing concepts. The researchers was able to do the tasks. The researchers presents the materials before the students through the model was so organized that students were able to acquire the concept easily. Bruner and his associates(1997) have emphasized that thinking ability of learner supports the concept building strategies.. One of the objectives of the concept attainment model is to maximise the information obtained from each instance which reduces the cognitive strain and regulates the risk. The better achievement may be by teaching through concept attainment model. Concept attainment model is more effective teaching strategy than traditional method because the students remain so attentive to learn and attain the concept easily. They get themselves involved in the environment of active teaching-learning process.
Menurut Siddiqui (2008: 109 -112), model pencapaian konsep untuk mengajar lebih unggul daripada metode pengajaran tradisional.Alasan utama untuk ini adalah bahwa dalam model pencapaian konsep, data disajikan di hadapan guru siswa yang mungkin telah membantu dalam mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap profesi guru.Sejauh model pencapaian konsep dikoreksi, penekanan diberikan lebih kepada perkembangan kognitif, dan dari teori-teori pembelajaran jelas bahwa perkembangan kognitif memfasilitasi lebih banyak pembelajaran.Tujuan yang paling penting dari model ini adalah untuk mengenalkan siswa dengan konsep yang sudah ada sebelumnya.Para peneliti mampu melakukan tugasnya.Para peneliti menyajikan materi sebelum siswa melalui model sangat terorganisir sehingga siswa dapat memperoleh konsep dengan mudah.Bruner dan rekan-rekannya (1997) telah menekankan bahwa kemampuan berpikir pelajar mendukung strategi membangun konsep.Salah satu tujuan dari model pencapaian konsep adalah untuk memaksimalkan informasi yang diperoleh dari setiap contoh yang mengurangi ketegangan kognitif dan mengatur risiko.Pencapaian yang lebih baik mungkin dengan mengajar melalui model pencapaian konsep.Model pencapaian konsep adalah strategi pengajaran yang lebih efektif daripada metode tradisional karena siswa tetap sangat memperhatikan untuk belajar dan mencapai konsep dengan mudah. Mereka melibatkan diri dalam lingkungan proses belajar-mengajar yang aktif.
According to Singh (2011: 23),In order to findout the individual effectiveness of Concept Attainment Model, the scores of pupils on criterian measures were obtained before the commencement of the experiment and after the treatement.

i. Effectivenes of teaching model in terms of mental process:
Tabel  1. Individual Effectiveness: t-ratio for concept Attainmenet Model on Reasoning
Stage
N
Df
Mean
S.D.
t-ratio
Remarks
Pre Test
30
29
69.7
9.41
4.53
Siginificant at 0.01 and 0.05 level
Post Test
30
29
60.5
5.56

 The obtained t-ratio 4.53 is significant at 0.01 and 0.05 level of significance for degree of freedom 29. The difference in means of post-test scores and pre-test scores could therefore,be attributed to treatement effects. This reveals that the group taught by Concept Attainment Model achieved significantly greater mean score on reasoning ability at post-test stage as compared to pre-test. Thus experimental group or subjects exposed on Concept Attainment Model of teaching achieved higher scores on reasoning ability at post-test stage. In other words Concept Attainment Model of teaching is effective in developing reasoning ability among students.
ii. Effectiveness of concept attainment model in terms of general-science ability:
Tabel  2. Effectiveness of  CAM  on Science ability
Stage
N
df
Mean
S.D.
t-ratio
Remarks
Pre Test
30
29
58.16
10.30
8.09
Siginificant at 0.01 and 0.05 level
Post Test
30
29
77.83
7.95

In the above table it can be clearly noticed that experimental group has achieved higher score at post-test stage as compared to pre-test stage in terms of science ability. It is further found in the table that t-ratio between pre and post test mean score of the students exposed to CAM of teaching is 8.09. This value is most significant at 0.01 and 0.05 level of significance for 29 degree of freedom. The difference in the two means is thus attribute to the teaching by Concept Attainment Model (treatment). This clearly implies that the experiment group, taught through CAM of teaching achieved a significantly higher score on science ability as a result of treatment. Thus CAM is effective in fostering the ability of students towards science, i.e. it is able to bring about significant development in general science ability.
Menurut Singh (2011: 23), Untuk menemukan keefektifan individu dari Model Pencapaian Konsep, jumlah murid pada ukuran criterian diperoleh sebelum dimulainya eksperimen dan setelah perawatan.
i.      Efektivitas  model pengajaran dalam hal proses mental:
Tabel  1. Individu Efektivitas: t-rasio untuk konsep Model Attainmenet pada Penalaran
Tahap
N
df
Berarti
S.D.
t-rasio
Keterangan
Pre Test
30
29
69.7
9.41
4.53
Signifikan pada tingkat 0,01 dan 0,05
Post Test
30
29
60.5
5.56
T-ratio 4.53 yang diperoleh signifikan pada tingkat signifikansi 0,01 dan 0,05 untuk derajat kebebasan 29. Ini mengungkapkan bahwa kelompok yang diajarkan oleh Model Pencapaian Konsep mencapai nilai rata-rata yang jauh lebih besar pada kemampuan penalaran pada tahap pasca tes dibandingkan dengan pre-test.Jadi kelompok eksperimen atau subjek yang terpapar pada Model Pencapaian Konsep pengajaran mencapai skor yang lebih tinggi pada kemampuan penalaran pada tahap pasca tes. Dengan kata lain Model Pencapaian Konsep pengajaran efektif dalam mengembangkan kemampuan penalaran di kalangan siswa.
ii.    Efektivitas model pencapaian konsep dalam hal kemampuan sains umum :
Tabel  2. Efektivitas CAM pada kemampuan Sains
Tahap
N
df
Berarti
S.D.
t-ratio
Keterangan
Pre Test
30
29
58.16
10.30
8.09
Signifikan pada tingkat 0,01 dan 0,05
Post Test
30
29
77.83
7.95
Dalam tabel di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa kelompok eksperimen telah mencapai skor yang lebih tinggi pada tahap pasca tes dibandingkan dengan tahap pra-tes dalam hal kemampuan sains. Lebih lanjut ditemukan dalam tabel bahwa t-rasio antara nilai rata-rata pre dan post test dari siswa yang terpapar CAM mengajar adalah 8,09. Nilai ini paling signifikan pada 0,01 dan tingkat signifikansi 0,05 untuk 29 derajat kebebasan. Perbedaan dalam dua sarana ini dengan demikian atribut untuk mengajar oleh Model Pencapaian Konsep (pengobatan).Ini jelas menyiratkan bahwa kelompok eksperimen, yang diajarkan melalui CAM pengajaran mencapai skor yang secara signifikan lebih tinggi pada kemampuan sains sebagai hasil dari perawatan.Dengan demikian CAM efektif dalam mendorong kemampuan siswa menuju sains, yaitu CAM mampu membawa perkembangan yang signifikan dalam kemampuan sains umum.
According to Kumar and Mathur (2013-166) the term Concept Attainment Model is historically linked with the work of Jerome S.Bruner and his associates. This Model is intended to teach specific concepts by comparing and contrasting examples that contain the concept and that do not contain the concept. It is built up from Bruner’s work on the cognitive activity called categorizing. He is of the opinion that categorizing helps to reduce the complexity of environment and necessity for concept learning.
Menurut Kumar dan Mathur ( 2013-165-166), Istilah Model Pencapaian Konsep secara historis terkait dengan karya Jerome S.Bruner dan rekan-rekannya. Model ini dimaksudkan untuk mengajarkan konsep-konsep tertentu dengan membandingkan dan mengkontraskan contoh-contoh yang mengandung konsep dan yang tidak mengandung konsep.Ini dibangun dari karya Bruner pada aktivitas kognitif yang disebut pengkategorian.Dia berpendapat bahwa pengkategorian membantu mengurangi kompleksitas lingkungan dan kebutuhan untuk pembelajaran konsep.
According to Kalani (2009: 436-437) Concept attain test (CAT)- by Anuradha Joshi and Ratanmala Arya is also administered.Method of study-In this study pre-post experimentalmethod has been used. The gathered data is treated with mean SD and ‘t’ test.
Findings-
1. The achievement of students who were taught by concept attainment model were found to be better than conventional method.
2. Concept attainment model was more effective then conventional method with respect to the scores on attainment on the concept in science.
3. Concept attainment model was more effective than conventional method in the retention of concept.
Menurut Kalani (2009: 436-437), konsep mencapai tes (CAT) - oleh Anuradha Joshi dan Ratanmala Arya juga diberikan.Metode penelitian-Dalam penelitian ini pra-pasca metode eksperimental telah digunakan. Data yang dikumpulkan diperlakukan dengan rata-rata SD dan uji ‘t’.
Temuan-
1. Prestasi siswa yang diajar oleh model pencapaian konsep ditemukan lebih baik daripada metode konvensional.
2. Model pencapaian konsep lebih efektif daripada metode konvensional dengan memperhatikan skor pencapaian pada konsep dalam sains.
3. Model pencapaian konsep lebih efektif daripada metode konvensional dalam retensi konsep.

2.1.3        Penerapan Model Pencapaian Konsep dalam Pembelajaran Fisika
Menurut Taufik (2010 : 31-33) Hasil identifikasi terhadap kondisi obyektif pembelajaran di sekolah saat ini menunjukkan permasalahan antara lain:
(1)   Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi pelajaran yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya tidak memahaminya;
(2)   Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan; serta
(3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dengan metode ceramah.
Padahal di sisi lain, siswa sangat membutuhkan pemahaman konsep yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan di masyarakat di mana mereka akanmenjalani kehidupan dan bekerja. Dalam konteks yang lebih luas pembelajaran IPA (Fisika) tidak hanya membelajarkan konsep-konsepnya saja, namun juga disertai dengan pengembangan sikap dan keterampilan ilmiah (domain pengetahuan dan proses kognitif) untuk memahami gejala alam yang terjadi di sekitarnya.
Menurut Setiyorini (2018 : 30-36 ) Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
(1)     Pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Karena dalam penerapan model pembelajaran kontekstual, guru menghubungkan antara pengetahuan yang diperoleh siswa dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dan guru juga menghubungkan materi dengan dunia nyata siswa yaitu dengan membawa benda-benda yang sering mereka temui untuk dijadikan media pembelajaran sehingga dapat membantu memudahkan siswa dalam mengkonsepkan materi IPA;
(2)     Pendekatan Outdoor Learning merupakan salah satu alternatif pembelajaran IPA yang sesuai dengan semangat belajar IPA yaitu cara mencari tahu dan mengembangkan ketrampilan ilmiah siswa. Selain itu melalui pendekatan Outdoor Learning berbagai potensi siswa memiliki peluang untuk berkembang lebih optimal karena ada interaksi yang nyata antara siswa dengan dunia nyata; dan
(3)     Pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPA tidak hanya dilaksanakan di dalam kelas (Indoor) saja, tetapi lebih banyak dilakukan di luar kelas (Outdoor). Sehingga siswa lebih mudah memahami materi yang telah disampaikan guru, siswa lebih cepat menangkap makna pembelajaran IPA, siswa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti, siswa mampu berkerja sama dalam kelompok, dan siswa lebih kritis dan kreatif dalam memberitangapan dalam pembelajaran IPA.
Menurut Suranti (2016 : 73-75 ) Fisika sebagai salah satu bagian IPA berperan penting dalam membentuk peserta didik yang berkualitas. Fisika merupakan pengetahuan, gagasan dan konsep tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui pengamatan dan diaplikasikan dalam dunia nyata.Fisika memiliki konsep, prinsip dan hukum yang menyatakan bahwa “beberapa konsep fisika termasuk konsep yang abstrak”.Konsep fisika yang abstrak sering kali menjadi kendala bagi guru dalam menyampaikan materi kepada peserta didik, sehingga peserta didik belum optimal dalam memahami konsep yang dijelaskan guru.Hal ini tentunya berdampak pada minat belajar peserta didik dalam menerima pelajaran fisika yang menyebabkan rendahnya penguasaan konsep peserta didik untuk menyelesaikan suatu persoalan.
Anggapan bahwa fisika rumit menyebabkan antusias peserta didik dalam mengajukan pertanyaan dan berdiskusi dengan guru masih belum optimal.Kurangnya minat belajar peserta didik menyebabkan penguasaan konsep masih rendah. Menyikapi permasalahan tersebut ditawarkan model project based learning yang dapat meningkatkan penguasaan konsep peserta didik. Dalam penelitian ini penguasaan konsep yang dimaksud adalah kemampuan kognitif. Kategori-kategori dalam dimensi penguasaan konsep tersebut meliputi, C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (mengaplikasi), C4 (menganalisis), C5(mengevaluasi), dan C6 (mencipta). Penguasaan konsep fisika peserta didik yang telah diperoleh tersebut dapat menumbuhkan kreativitas peserta didik dalam memecahkan suatu persoalan.Berdasarkan uraian di atas peneliti mendefinisikan penguasaan konsep adalah suatu kemampuan kognitif peserta didik pada materi alat-alat optik yang dapat diukur melalui kategori C1 sampai C6 (mengetahui sampai mencipta).
2.2         Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RENCANA PELKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Satuan pendidikan         :  SMA
Kelas/ Semester             :  X/Genap
Mata Pelajaran               :  Fisika
Materi Pokok                 :  Suhu dan Kalor
Waktu                            :    9 JP ( 9 x 45 menit )

A.        Kompetensi Inti SMA kelas X
1.      Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2.      Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsadalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3.      Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora denganwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dankejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifiksesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
4.      Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

B.        Kompetensi indikator dan Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar
Indikator
3.5    Menganalisis pengaruh
kalor dan perpindahan kalor yang meliputi karakteristik termal suatu bahan, kapasitas, dan konduktivitas kalor pada kehidupan sehari-hari.
  
Pertemuan Pertama
3.5.1   Menjelaskan pengertian suhu.
3.5.2   Menjelaskan pengertian kalor.
3.5.3   Menyebutkan alat pengukur suhu.
3.5.4  Menjelaskan alat pengukur suhu dan skalanya masing-masing.
3.5.5    Menghitung konversi skala thermometer
Pertemuan kedua
3.5.6    Menjelaskan pengertian tentang pemuaian
3.5.7   Menyebutkan macam-macam pemuaian dalam kehidupan sehari-hari.
3.5.8    Menganalisis perubahan suhu terhadap pemuaian benda.
3.5.9    Menyebutkan penerapan pemuaian dala kehidupan sehari-hari.
3.5.10  Menjelaskan hubungan kalor dengan suhu benda dan wujudnya
Pertemuan ke tiga
3.5.11  Menjelaskan kapasitas kalor dan kalor jenis benda.
3.5.12  Menghitung jumlah kalor yang dibutuhkan.
3.5.13  Menghitung jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikan suhu dari titik beku hingga titik uap.
3.5.14  Menjelaskan bunyi azas black.
3.5.15  Menghitung suhu campuran menggunakan persamaan azas black.
3.5.16  Menyebutkan penerapan azas black dalam kehidupan sehari-hari.
Pertemuan ke empat
3.5.17  Menjelaskan tiga cara perpindahan kalor
3.5.18  Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempegaruhu tiga cara perpindahan kalor
4.5  Merencanakan dan melakukan percobaan tentang karakteristik termal suatu bahan, terutama terkait dengan kapasitas dan konduktivitas kalor, beserta presentasi hasil dan makna fisisnya.
4.5.1    Merencanakan percobaan untuk menyelidiki karakteristik termal suatu bahan, terutama kapasitas  dan konduktivitas kalor
4.5.2    Melaksanakan percobaan untuk menyelidiki karakteristik termal suatu bahan, terutama kapasitas  dan konduktivitas kalor
4.5.3    Menyelidiki karakteristik termal suatu bahan, terutama kapasitas  dan konduktivitas kalor
4.5.4    Menyimpulkan kapasitas  dan konduktivitas kalor

C.        Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Rincian Kegiatan
Waktu
Pendahuluan
  Guru memberi salam dan melakukan absensi
  Guru menyampaikan judul materi yang akan dibahas
   Guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini
   Guru membentuk kelompok (4-5 orang)
20 Menit
Kegiatan Inti
·         Penyajian Data dan Identifikasi Objek
1.    Guru menyajikan contoh-contoh mengenai suhu dan kalor yang telah dilabeli.
2.    Siswa membandingkan sifat-sifat dalam contoh positif dan negatif yang bersangkutan denag suhu dan kalor.
3.    Siswa menghasilkan dan menguji hipotesis dari kegiatan percobaan mengenai suhu dan kalor.
4.    Siswa menyebutkan sebuah definisi yang didapatkan dari kegiatan percobaan mengenai suhu dan kalor menurut sifat-sifat esensial.
·         Menguji Pencapaian Konsep
1.    Siswa mengidentifikasi contoh tambahan mengenai suhu dan kalor yang tidak diberi label Ya atau Tidak dan dapat membedakan contoh contohnya.
2.    Guru mengkonfirmasi hipotesis, norma-norma konsep dan menyatakan kembali definisi mengenai suhu dan kalor menurut sifat-sifat esensial kepada siswa.
3.    Siswa menghasilkan contoh-contoh sendiri dari konfirmasi yang telah guru berikan mengenai hipotesis suhu dan kalor.
·         Analisis Strategi Berpikir
1.    Siswa menjelaskan pemikiran-pemikiran sendiri dari menguji hipotesis dari kegiatan percobaan mengenai suhu dan kalor.
2.    Siswa membahas peran hipotesis dan sifat-sifat mengenai suhu dan kalor.
3.    Siswa membahas jenis dan jumlah hipotesis mengenai suhu dan kalor.
         
100  menit
Penutup
    Bersama peserta didik merangkum konsepperubahan suhu dan perpindahan kalor.  
    Melaksanakan postes.
    Memberikan tugas baca tentang alat-alat optic untuk pertemuan selanjutnya.
 15 menit

D.      IndikatorPencapaian
1.    Menganalisis pengaruh perubahan suhu benda terhadap  ukuran benda (pemuaian).
2.    Memaparkan faktor – faktor yang mempengaruhi besar pemuaian zat padat, cair dan gas.
3.    Membedakan besar pemuaian (panjang, luas dan volume) pada berbagai zat secara kuantitatif.

E.      Tujuan Pembelajaran
Kemampuan dasar yang akan dimiliki siswa setelah mempelajari materi ini adalah siswa dapat :
1.    Menguasai cara mengalibrasi thermometer.
2.    Melakukan konversi skala thermometer pada skala suhu Celsius, Reamur, Kelvin dan Fahrenheit.
3.    Memahami konsep pemuaian zat padat.
4.    Memformulasikan pemuaian panjang.
5.    Memformulasikan pemuaian luas.
6.    Memformulasikan pemuaian volume.
7.    Memahami konsep pemuaian zat cair serta dapat menjelaskan anomaly air.
8.    Menyelesaikan soal – soal hitungan  yang berkaitan dengan pemuain panjang, luas dan volume.
9.    Menjelaskan tentang pemuaian gas dengan memahami hokum Boyle, hokum Gay Lussac, hokum Charless dan hokum Boyle – Gay Lussac.

F.      Materi Pembelajaran
Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor
 Suhu dan pemuaian (Terlampir)
 Hubungan kalor dengan suhu benda dan wujudnya (Terlampir)
 Azas Black (Terlampir)
  Peripindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi (Terlampir)

G.`    Model/Metode Pembelajaran
Model pencapaian konsep dengan metode demonstrasi

H.      Alat/Media/Sumber Pembelajaran
·      Sumber Pembelajaran
1.      Buku Teks Pelajaran Fisika
2.      Panduan  Praktikum Fisika SMA
3.      e-dukasi.net
·      Media
1.      Power point
·      Alat
1.      Termometer, stopwatch, lilin, batang logam aluminium,besi dan timah, pemanas air .



2.3         Kajian Kritis
Suatu konsep dapat diartikan sebagai suatu absrakasi mental yang mana abstraksi mental tersebut memiliki kelas-kelas stimulus, sehingga suatu konsep itu telah dipelajari jika siswa dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu.Dengan demikian tingkat pemahaman konsep siswa dapat ditentukan oleh banyaknya jaringan informasi yang telah dimiliki.Seorang siswa dapat dikatakan sudah memahami konsep, apabila konsep tersebut sudah tersimpan dalam pikirannya, dengan dapat membuat suatu contoh konsep dan membedakan contoh dan non contoh.Model pembelajaran concept attainment disertai metode demonstrasi menitikkanberatkan pada pembentukan konsep dan menuntut siswa untuk menemukan konsep tertentu melalui penelaahan masalah, perumusan, dan pengujian hipotesis sehingga siswa yakin dengan konsep yang mereka temukan.
Adapun unsur-unsur dalam model pencapaian konsep yakni: langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penerapan model pembelajaran pencapaian konsep yaitu pertama kita sebagai seorang guru harus memilih dan menentukan karakateristik-karakteristik secara kritis yang akan dikonsepkan dan dapat diidentifikasi secara jelas. Dengan begitu siswa dapat membuat definisinya sendiri mengenai pelajaran yang sedang di ajarakan melalui konsep yang telah dibuat. Yang kedua adalah siswa menguji penemuan yang telah mereka dapat dari konsep, setelah itu guru dapat menilai benar atau  salah dari hipotesis siswa, kemudian guru merevisi pilihan konsep yang mereka tentukan sebagaimana mestinya. Adapun tahapan yang terakhir guru memberikan contoh dan non contoh dalam konsep tersebut.Adapun Sistem sosial yaitu Sebelum mengajar dengan model pencapaian konsep, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengolah bahan menjadi contoh-contoh positif dan negatif, dan mengurutkan/merangkai contoh-contoh tersebut,Prinsip-prinsip reaksi yaitu guru perlu bersifat mendukung hipotesis siswa dan  menciptakan  dialog di mana para siswa saling menguji hipotesis mereka,  selanjutnya Sistem Pendukungmewajibkan agar pekerjaan siswa dalam pencapaian konsep tidak untuk menemukan konsep-konsep baru,tetapi untuk mencapai konsep-konsep yang sebelumnya telah diseleksi oleh guru danPenerapan pada semua bidang materi menekankan materi atau proses.
Dalam pembelajaran harus ditekankan pada analisis siswa terhadap hipotesis yang ada dan mengapa hipotesis itu diterima, dimodifikasi, atau ditolak. Siswa harus dilatih dalam menciptakan jenis-jenis kesimpulan, seperti membuat contoh penyangkal atau non-contoh, dan sebagainya. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran harus ditekankan pada dua aspek tersebut, yaitu pengembangan konsep dan relasi-relasi antara konsep yang terkait erat, serta latihan berpikir keritis terutama salam merumuskan dan menguji hipotesis. Aspek penting dalam perencanaan pelajaran adalah guru harus mengetahui apa yang diinginkan dari siswanya. Model pembelajaran pencapaian konsep ini sangat efektif untuk mengembangkan cara berpikir siswa secara sains dimana siswa akan berpikir secara kreatif dan kritis. Apalagi dalam pemebelajaran fisika konsep ini sangat berpengaruh jika di terapkan dalam kegiatan belajar mengajar karena dalam penerapan model pembelajaran kontekstual, guru menghubungkan antara pengetahuan yang diperoleh siswa dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dan guru juga menghubungkan materi dengan dunia nyata siswa yaitu dengan membawa benda-benda yang sering mereka temui untuk dijadikan media pembelajaran sehingga dapat membantu memudahkan siswa dalam mengkonsepkan materi.


























BAB III

PENUTUP

3.1         Kesimpulan

Dari kajian teori yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa:
1.        Model-model pembelajaran yang tergolong dalam kelompok model pengolahan informasi adalah model pencapaian konsep (Concept Attainment), model berpikir induktif (Inductive Thinking), model latihan penelitian (Inquiry Thinking), model pemandu awal (Advance Organizer), model memorisasi (Memorization), model pengembangan intelek (Developing Intellect) dan model penelitian ilmiah (Scientific Inquiry). Sementara itu, model pencapaian konsep adalah suatu strategi mengajar bersifat induktif didesain untuk membantu siswa dari semua usia dalam memperkuat pemahaman mereka terhadap konsep yang dipelajari dan melatih menguji hipotesis.
2.        Unsur-unsur model pencapaian konsep terdiri dari :
·         Tahapan-tahapan yaitu tahap I- presentasi Data dan identifikasi konsep, tahap II-Pengujian pencapaian konsep dan tahap III- Analisis strategi berpikir,
·         Sistem social yaitu Sebelum mengajar dengan model pencapaian konsep, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengolah bahan menjadi contoh-contoh positif dan negatif, dan mengurutkan/merangkai contoh-contoh tersebut,
·         Prinsip-prinsip reaksiSelama proses pelajaran, guru perlu bersifat mendukung hipotesis siswa. Namun, menekankan bahwa mereka menjadi bersifat hipotesis dan untuk menciptakan  dialog di mana para siswa saling menguji hipotesis mereka, 
·         Sistem Pendukung Pelajaran pencapaian konsep mewajibkan agar contoh positif dan negative disajikan kepada siswa. Sebaliknya ditekankan agar pekerjaan siswa dalam pencapaian konsep tidak untuk menemukan konsep-konsep baru,tetapiuntuk mencapai konsep-konsep yang sebelumnya telah diseleksi oleh guru. Ketika siswa disajikan dengan contoh, mereka menjelaskan karakteristik(atribut)-nya, mencari atribut bersama dalam contoh positif yang tidak ditampilkan dalam contoh negative,
·         Penerapan pada semua bidang materi menekankan materi atau proses. Jika penekanan berada pada analisis pemikiran, contoh singkat latihan pencapaian konsep dapat dikembangkan sehingga lebih banyak waktu yang dapat dihabiskan pada analisis pemikiran..
3.        Penerapan model penguasaan konsep dalam pembelajaran dapat menggunakan kemampuan kognitif. Penerapan model dilakukan dengan cara guru menghubungkan antara pengetahuan yang diperoleh siswa dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dan guru juga menghubungkan materi dengan dunia nyata siswa.

3.2         Saran
Model pencapaian konsep dapat terlaksana dengan baik, apabila menerapkan tahapan-tahapan model tersebut secara sistematis mulai dari tahap I- presentasi Data dan identifikasi konsep, tahap II-Pengujian pencapaian konsep dan tahap III- Analisis strategi berpikir dan menerapkan unsur-unsur lainnya.









DAFTAR PUSTAKA
Andayani.2015.Problema dan Aksioma : dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Deepublish.
Basapur,Jagadeesh.2018. Concept Attainment Strategy in Science Discipline.Solapur : Laxmi Book Publication.
Darmadi.2017.Pengembangan Model Metode Pembelajaran dalam Dinamika Belajar Siswa. Yogyakarta: Deepublish.
Dills,C.R and Romiszowski,A.J. 1997. Instructional Development Paradigms. New Jersey : Educational Technology Publications.
Joyce, Bruce, dkk.2016. Model of Teaching Edisi Kesembilan.Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Kalani, Aarti. 2009. A Study Of The Effectiveness of Concept Attainment Model Over Conventional Teaching Method for Teaching Science In Relation to Acievement and Retention. International Research Journal.Vo. 2.ISSN : 0974-2832.
Khirwadkar, Anjali. 2007. Teaching of Chemistry Modern Methods. New Delhi : Sarup & Sons.
Kumar, A and Mathur, M. 2013.Effect of Concept Attainment Model on Acquisition of Physics Concepts. Universal Journal of Educational Research.Vol.1.No. 3. ISSN: 165-169.
Margolis, E and Laurence, S. 1999. Concepts Core Readings.England : A Bradford Book The MIT press
Nondo.,F.,T,dkk.2018.Penerapan Model Pembelajaran Pencapaian Konsep Untuk Peningkatan Pemahaman Konsep Fisika Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Palu. Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT). Vol.4.No.4. ISSN:2338 3240.
Prabhakaram. 2006. Concept Attainment model in Mathematics Teaching. India : Discovery Publishing House. ISSN : 81-714-424-9.
Rahmi,Zulfa dan Hidayati,Aulia.2016. Hubungan Antara Kemampuan Membuat Peta Konsep dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Fisika Stkip Pgri Sumatera Barat Gravity. Jurnal Ilmiah Penelitian dan Pembelajaran Fisika.Vol.2.No.2.ISSN:2442-515x.
Sa’diyah,Halimatus,dkk.2015.Model Pembelajran Concept Attainment disertai Metode Demonstrasi pada Pembelajaran IPA-Fisika di SMP (Studi Eksperimen pada Aktivitas dan Hasil Belajar IPA-Fisika). Jurnal Pembelajaran Fisika. Vol.3.No. 3.
Setiyorini.,N.,D.2018.Pembelajaran Kontekstual Ipa Melalui Outdoor Learning Di SD Alam Ar- Ridho Semarang.AL-MUDARRIS Journal of Education.Vol.1.No.1.ISSN : 2620-5831.
Siddiqui, M.H. 2008.Excellence of Teaching : A Model Approach. New Delhi : APH Publishing Corporation.
Siddiqui,M.H  dan Khan, M.S. 2007. Models of Teaching Theory and Research. New Delhi: APH publishing Corporation.
Silaban, Bajongga. 2014. Hubungan antara Penguasaan Konsep Fisika dan Kreativitas dengan Kemampuan Memecahkan Masalah pada Materi Pokok Listrik Statis. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan. Vol.20.No.1.ISSN: 0852-0151.
Singh, P.K.2011. Effectiveness of Concept Attainment Model on Mental Process and Science Ability.Journal Recent Research in Science and Technology.ISSN: 2076-5061.
Singh,dkk. 2008. Educational Techonology Teaching-Learning.New Delhi : APH Publishing Corporation.
Suardi,Moh.2018. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish.
Suranti.,N.,M.,Y,dkk.2016.Pengaruh Model Project Based Learning Berbantuan Media Virtual Terhadap Penguasaan Konsep Peserta didik pada Materi Alat-alat Optik.Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi.Vol.2.No.2.ISSN: 2407-6902.
Taufik,Muhammad,dkk.2010.Desain Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Ipa (Fisika) Sekolah Menengah Pertama Di Kota Bandung.Berkala Fisika.Vol.13.No.2.ISSN : 1410 – 9662.
Widiastuti.2014. Penerapan Model Pembelajaran Pencapaian Konsep untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII pada Materi Himpunan di Mts.Nurul Hasanah Pengawu. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Taduluko. Vol.2 No. 1.
Yulhendri dan Syofyan, Rita. 2016. Pendidikan Ekonomi untuk Sekolah Menengah: perencanaan, strategi, dan materi pembelajaran edisi pertama. Jakarta: Kencana.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Global Warming (Pemanasan Global)

Makalah Global Warming (Pemanasan Global) BAB 1 Pendahuluan A.      Latar Belakang Makalah Dalam beberapa tahun terakhir, isu pe...