MAKALAH KEWARGANEGARAAN
“HARMONI KEWAJIBAN DAN HAK NEGARA DAN WARGA NEGARA
DALAM DEMOKRASI YANG BERSUMBU PADA KEDAULATAN RAKYAT DAN MUSYAWARAH UNTUK
MUFAKAT”
Dosen Pengampu:
Dona Sariani,S.Pd,M.Pd.
Kelompok 5:
-
Rizki Intan Sari
(A1C317012)
-
Melisa Murzanita
(A1C317037)
-
Ana Ferawati
(A1C317075)
PRODI PEDIDIKAN
FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT. Yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Kewarganegaraan. Karena dengan perkenan
Nya lah batas waktu yang disediakan tidak terlampaui, hingga sesuaidengan yang diharapkan.
Dalam pelaksanaannya penulis tidak terlepasdari berbagai pihak yang
telah memberikan bantuan dan kemudahan baik berupa saran maupun bentuk bantuan
yang lain. Untuk itu dengan kerendahan hatipenulis mengucapkan terima kasih kepada
:
a.
DosenPengampu
b.
Teman-teman,
c. Para pihak yang telah membantu pembuatan makalah
ini, dll.
Semoga Allah SWT. Berkenan membalas segala kebaikannya. Penulis harap
Makalah ini dapat berguna kelak di kemudianhari. Di dalam makalah ini banyak sekali
pembahasan tentang “Harmoni Kewajiban dan
Hak Negara dan Warga Negara dalam
Demokrasi Yang Bersumbu Pada Kedaulatan Rakyat dan Musyawarah Untuk Mufakat”, namun penulis sadar bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya.
Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun dan untuk perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan. Jika ada sesuatu
yang kurang berkenan penulis mohon maaf.
Demikian sepatah dua patah dari penulis. Atas perhatiannya penulis ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikumWr. Wb.
Jambi,
27 Februari 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………..………...i
DAFTAR
ISI……………………….…………………………………………......ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan
Masalah……………………………………………………………..2
1.3 Tujuan
Penulisan………………………………………………………………2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 KAJIAN PUSTAKA
2.1.1
Konsep Dan Urgensi Harmoni Kewajiban dan Hak Negara Dan
Warga Negara……………………………………………………………………3
2.1.2
Perlunya Harmoni
Kewajiban Dan Hak Negara Dan Warga Negara Indonesia…………………………………………………………………5
2.1.3
Sumber Historis, Sosiologis, Politik
tentang Harmoni Kewajiban dan
Hak Negara dan Warga
Negara Indonesia……………………………….6
2.1.4
Membangun
Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Harmoni Kewajiban
dan Hak Negara dan
Warga Negara……….....…11
2.1.5
Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi
Harmoni Kewajiban dan Hak
Negara dan Warga Negara……………………………………………….14
2.2 STUDI KASUS
2.2.1
Kisah
Bayi Debora dan Pentingnya Implementasi Hak atas Kesehatan………………………………………………………………..18
2.2.2
Guru main pukul, siswa
SDN 23 Koja takut sekolah…………………....18
2.2.3
Kasus Pembunuhan Marsinah….………………………………………..20
2.3.1
Problem
Solving………………………………………………………....21
2.3.2
Problem
Solving…………………………………………………………23
2.3.3
Problem
Solving…………………………………………………………25
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan…………………………………………………………………..15
3.2
Saran…………………………………………………………………...…….16
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………...17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Hak dan
kewajiban merupakan suatu hal yang terikat satu sama lain, sehigga dalam
praktik harus dijalankan dengan seimbang. Hak merupakan segala sesuatu yang
pantas dan mutlak untuk didapatkan individu sebagai anggota warga Negara sejak
masih berada dalam kandungan, sedangkan kewajiban merupakan suatu keharusan
atau kewajiban bagi individu dalam melaksanakan peran sebagai anggota warga
Negara guna mendapat pengakuan akan hak yang sesuai dengan pelaksanaan
kewajiban tersebut. Jika hak dan kewajiban tidak berjalan secara seimbang dalm
praktik kehidupan, maka akan terjadi suatu ketimbangan yang akan menimbulkan
gejolak masyarakat dalam pelaksanaan kehidupan individu baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.
Untuk mencapai
suatu keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui
posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga Negara harus mengetahui hak dan
kewajiban nya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus mengetahui akan hak
dan kewajibannya. Seperti yang telah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan
yang telah ditetapkan. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka
kehidupan masyarakat akan aman sejahtera.
Oleh karena itu,
kita sebagai warga Negara yang berdemokrasi harus membangun mimpi kita yang
buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak sebagai warga Negara dan
tidak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Sebagaimana
telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga
Negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan maupun tulisan dan lain sebagainya.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, adapun yang akan dibahas dan
menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah
konsep dan urgensi harmoni kewajiban dan hak negara dan warga negara?
2. Mengapa
diperlukan harmoni kewajiban dan hak negara dan warga negara indonesia?
3. Bagaimana
sumber historis, sosiologis, politik tentang harmoni kewajiban dan hak negara
dan warga negara indonesia?
4. Bagaimana
membangun argumen tentang dinamika dan tantangan harmoni kewajiban dan hak
negara dan warga Negara?
5. Bagaimana
esensi dan urgensi harmoni kewajiban dan hak negara dan warga Negara?
1.3
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan Rumusan Masalah diatas maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat
memahami konsep dan urgensi harmoni kewajiban dan hak negara dan warga Negara
2. Dapat
mengetahui mengapa diperlukan harmoni kewajiban dan hak negara dan warga negara
Indonesia
3. Dapat
mengetahui sumber historis, sosiologis, politik tentang harmoni kewajiban dan
hak negara dan warga negara Indonesia
4. Dapat
mengetahui dan memahami cara membangun argumen tentang dinamika dan tantangan
harmoni kewajiban dan hak negara dan warga Negara
5. Dapat
memahami esensi dan urgensi harmoni kewajiban dan hak negara dan warga Negara
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KAJIAN PUSTAKA
2.1.1
Konsep
Dan Urgensi Harmoni Kewajiban dan Hak Negara Dan Warga Negara
Dalam tradisi
budaya Indonesia semenjak dahulu, tatkala wilayah Nusantara ini diperintah
raja-raja, kita lebih mengenal konsep kewajiban dibandingkan konsep hak. Konsep
kewajiban selalu menjadi landasan aksiologis dalam hubungan rakyat dan
penguasa. Rakyat wajib patuh kepada titah raja tanpa reserve sebagai
bentuk penghambaan total. Keadaan yang sama berlangsung tatkala masa penjajahan
di Nusantara, baik pada masa penjajahan Belanda yang demikian lama maupun masa
pendudukan Jepang yang relatif singkat. Horizon kehidupan politik daerah
jajahan mendorong aspek kewajiban sebagai postulat ide dalam praksis kehidupan
politik, ekonomi, dan sosial budaya. Istilah kewajiban jauh lebih akrab dalam
dinamika kebudayaan mereka.
Para pejuang kemerdekaan melawan
kaum penjajah tak lain karena hak-hak pribumi dirampas dan dijajah. Situasi
perjuangan merebut kemerdekaan yang berantai, sambung menyambung dan tanpa
henti, sejak perjuangan yang bersifat kedaerahan, dilanjutkan perjuangan
menggunakan organisasi modern, dan akhirnya perang kemerdekaan memungkinkan
kita sekarang ini lebih paham akan budaya hak daripada kewajiban. Akibatnya
tumbuhlah mentalitas yang gemar menuntut hak dan jika perlu dilakukan dengan
berbagai cara termasuk dengan kekerasan, akan tetapi ketika dituntut untuk
menunaikan kewajiban malah tidak mau. Dalam sosiologi konsep ini dikenal dengan
istilah “strong sense of entitlement”.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan
hak dan kewajiban itu dan bagaimanakah hubungan keduanya. Hak adalah kuasa
untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan
oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk
memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu
tidak dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara
paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban dengan demikian merupakan sesuatu
yang harus dilakukan (Notonagoro, 1975).
Hak dan kewajiban merupakan sesuatu
yang tidak dapat dipisahkan. Menurut “teori korelasi” yang dianut oleh pengikut
utilitarianisme, ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban, setiap
kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain, dan begitu pula
sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa kita baru dapat berbicara tentang hak
dalam arti sesungguhnya, jika ada korelasi itu, hak yang tidak ada kewajiban
yang sesuai dengannya tidak pantas disebut hak. Hal ini sejalan dengan filsafat
kebebasannya Mill (1996) yang menyatakan bahwa lahirnya hak Asasi Manusia
dilandasi dua hak yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak
kebebasan. Hak kebebasan seseorang, menurutnya tidak boleh dipergunakan untuk
memanipulasi hak orang lain, demi kepentingannya sendiri. Kebebasan menurut
Mill secara ontologis substansial bukanlah perbuatan bebas atas dasar kemauan
sendiri, bukan pula perbuatan bebas tanpa kontrol, namun pebuatan bebas yang
diarahkan menuju sikap positif, tidak mengganggu dan merugikan orang lain.
Hak dan kewajiban warga
negara dalam kehidupan kenegaraan maupun hak dan kewajiban seseorang dalam kehidupan
pribadinya, secara historis tidak pernah dirumuskan secara sempurna, karena
organisasi negara tidak bersifat statis. Artinya organisasi negara itu
mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan manusia. Kedua konsep hak
dan kewajiban warga negara/manusia berjalan seiring. Hak dan kewajiban asasi
marupakan konsekwensi logis dari pada hak dan kewajiban kenegaraan juga manusia
tidak dapat mengembangkan hak asasinya tanpa hidup dalam organisasi Negara (Yasin, 2015: 100).
2.1.2
Perlunya
Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara Dan Warga Negara Indonesia
Hak dan kewajiban warga negara dan
hak asasi manusia dewasa ini menjadi amat penting untuk di kaji mendalam
mengingat negara kita sedang menumbuhkan kehidupan demokrasi. Betapa tidak, di satu
pihak implementasi hak dan kewajiban menjadi salah satu indikator keberhasilan
tumbuhnya kehidupan demokrasi. Di lain pihak hanya dalam suatu negara yang
menjalankan sistem pemerintah demokrasi, hak asasi manusia maupun hak dan
kewajiban warga negara dapat terjamin. Pengaturan hak asasi manusia maupun hak
dan kewajiban warga negara secara lebih operasional kedalam berbagai peraturan
perundang-undang sangat bermanfaat. Pengaturan demikian itu akan menjadi acuan
bagi penyelenggaraan negara agar terhindar dari tindakan sewenang-wenang ketika
mengoptimalkan tugas kenegaraan. Sedangkan bagi masyarakat atau warga negara
hal itu merupakan pegangangan atau pedoman dalam mengaktualisasikan hak-haknya
dengan penuh rasa tanggung jawab (Handayani, 2015: 2-3).
Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu
yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan
kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga Negara memiliki hak dan kewajiban
untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga
Negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua
itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan
hak dari pada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya
memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri.
Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan
kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan social yang
berkepanjangan.
Untuk
mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, dengan cara mengetahui posisi
diri kita sendiri. Sebagai seorang warga Negara harus tau hak dan kewajibannya.
Seprti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika
hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman
sejahtera. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang,
apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Oleh
karena itu, diperlukannya harmoni kewajiban dan hak Negara dan warga Negara
agar terciptanya kehidupan bernegara yang harmonis dan berkesinambungan antara
kepentingan rakyat dalam pemenuhan hak dan kewajibannya oleh Negara.
2.1.3
Sumber
Historis, Sosiologis, Politik tentang Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan
Warga Negara Indonesia
1.
Sumber
Historis
Secara historis
perjuangan menegakkan hak asasi manusia terjadi di dunia Barat (Eropa). Adalah
John Locke, seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, yang pertama kali
merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap
diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Coba Anda
pelajari lebih jauh ihwal kontribusi John Locke terhadap perkembangan demokrasi
dan hak asasi manusia.
Perkembangan selanjutnya ditandai
adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu:
a.
Magna Charta (1215)
Piagam perjanjian antara Raja John
dari Inggris dengan para bangsawan. Isinya adalah pemberian jaminan beberapa
hak oleh raja kepada para bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk
tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan
sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh para
bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi bagian
dari sistem konstitusional Inggris.
b.
Revolusi Amerika (1276)
Perang kemerdekaan rakyat Amerika
Serikat melawan penjajahan Inggris disebut Revolusi Amerika. Declaration of
Independence (Deklarasi Kemerdekaan) Amerika Serikat menjadi negara merdeka
tanggal 4 Juli1776 merupakan hasil dari revolusi ini.
c.
Revolusi Prancis (1789)
Revolusi Prancis adalah bentuk
perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri (Louis XVI) yang telah
bertindak sewenang-wenang dan absolut. Declaration des droits de I’homme et
du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh
Revolusi Prancis. Pernyataan ini memuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty),
kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite).
2.
Sumber
Sosiologis
Akhir-akhir ini kita
menyaksikan berbagai gejolak dalam masyarakat yang sangat memprihatinkan, yakni
munculnya karakter buruk yang ditandai kondisi kehidupan sosial budaya kita
yang berubah sedemikian drastis dan fantastis. Bangsa yang sebelumnya dikenal
penyabar, ramah, penuh sopan santun, dan pandai berbasa-basi sekonyong-konyong
menjadi pemarah, suka mencaci, pendendam, perang antar kampung dan suku dengan
tingkat kekejaman yang sangat biadab. Bahkan yang lebih tragis, anak-anak kita
yang masih duduk di bangku sekolah pun sudah dapat saling menyakiti. Situasi
yang bergolak serupa ini dapat dijelaskan secara sosiologis karena ini memiliki
kaitan dengan struktur sosial dan sistem budaya yang telah terbangun pada masa
yang lalu. Mencoba membaca situasi pasca reformasi sekarang ini terdapat
beberapa gejala sosiologis fundamental yang menjadi sumber terjadinya berbagai
gejolak dalam masyarakat kita (Wirutomo, 2001).
3.
Sumber
Politik
Sumber politik yang mendasari
dinamika kewajiban dan hak negara dan warga negara Indonesia adalah proses dan
hasil perubahan UUD NRI 1945 yang terjadi pada era reformasi. Pada awal era
reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan reformasi di masyarakat.
Tuntutan tersebut disampaikan oleh berbagai komponen bangsa, terutama oleh
mahasiswa dan pemuda. Beberapa tuntutan reformasi itu adalah:
a. Mengamandemen UUD NRI 1945,
b. Penghapusan doktrin Dwi Fungsi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI),
c. Menegakkan supremasi hukum,
penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN),
d. Melakukan desentralisasi dan
hubungan yang adil antara pusat dan daerah,
e. (otonomi daerah),
f. Mewujudkan kebebasan pers,
g. Mewujudkan kehidupan demokrasi.
Mari
kita fokuskan perhatian pada tuntutan untuk mengamandemen UUD NRI 1945 karena
amat berkaitan dengan dinamika penghormatan dan penegakan hak asasi manusia di
Indonesia. Adanya tuntutan tersebut didasarkan pada pandangan bahwa UUD NRI
1945 belum cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan
rakyat, dan penghormatan HAM.
2.1.4
Membangun
Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan
Warga Negara
Aturan dasar ihwal kewajiban dan
hak negara dan warga negara setelah Perubahan UUD NRI 1945 mengalami dinamika
yang luar biasa. Berikut disajikan bentuk-bentuk perubahan aturan dasar dalam
UUD NRI 1945 sebelum dan sesudah Amandemen tersebut.
1.
Aturan
Dasar Ihwal Pendidikan dan Kebudayaan, Serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ketentuan
mengenai hak warga negara di bidang pendidikan semula diatur dalam Pasal 31
Ayat (1) UUD NRI 1945. Setelah perubahan UUD NRI 1945, ketentuannya tetap
diatur dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD NRI 1945, namun 131 dengan perubahan.
Perhatikanlah rumusan naskah asli dan rumusan perubahannya berikut ini. Rumusan
naskah asli Pasal 31, (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
Rumusan perubahan Pasal 31, (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan.
Perubahan
UUD NRI Tahun 1945 juga memasukkan ketentuan baru tentang upaya pemerintah
dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Rumusannya terdapat dalam Pasal
31 Ayat (5) UUD NRI Tahun 1945: “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.
Perubahan
dunia itu pada kenyataannya berlangsung sangat cepat serta dapat mengancam
identitas bangsa dan negara Indonesia. Kita menyadari pula bahwa budaya kita
bukan budaya yang tertutup, sehingga masih terbuka untuk dapat ditinjau kembali
dan dikembangkan sesuai kebutuhan dan kemajuan zaman. Menutup diri pada era
global berarti menutup.kesempatan berkembang. Sebaliknya kita juga tidak boleh
hanyut terbawa arus globalisasi. Karena jika hanyut dalam arus globalisasi akan
kehilangan jati diri kita. Jadi, strategi kebudayaan nasional Indonesia yang
kita pilih.adalah
sebagai berikut:
a. Menerima sepenuhnya: unsur-unsur
budaya asing yang sesuai dengan
kepribadian bangsa;
b. Menolak sepenuhnya: unsur-unsur
budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa;
c. Menerima secara selektif: unsur
budaya asing yang belum jelas apakah sesuai atau bertentangan dengan
kepribadian bangsa.
2.
Aturan
Dasar Ihwal Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
Sebelum
diubah, ketentuan ini diatur dalam Bab XIV dengan judul Kesejahteraan Sosial
dan terdiri atas 2 pasal, yaitu Pasal 33 dengan 3 ayat dan Pasal 34 tanpa ayat.
Setelah perubahan UUD NRI 1945, judul bab menjadi Perekonomian Nasional dan
Kesejahteraan Sosial, terdiri atas dua pasal, yaitu Pasal 33 dengan 5 ayat dan
Pasal 34 dengan 4 ayat. Ambillah naskah UUD NRI 1945 dan bacalah dengan seksama
pasal-pasal yang dimaksud tersebut.Salah satu perubahan penting untuk Pasal 33
terutama dimaksudkan untuk melengkapi aturan yang sudah diatur sebelum
perubahan UUD NRI 1945, sebagai berikut:
a. Pasal 33 Ayat (1) UUD NRI 1945:
menegaskan asas kekeluargaan;
b. Pasal 33 Ayat (2) UUD NRI 1945:
menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak harus dikuasai Negara
c. Pasal 33 Ayat
(3) UUD NRI 1945: menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai
negara.
Adapun ketentuan baru yang
tercantum dalam Pasal 33 Ayat (4) UUD NRI 1945 menegaskan tentang
prinsip-prinsip perekonomian nasional yang perlu dicantumkan guna melengkapi
ketentuan dalam Pasal 33 Ayat (1), (2), dan (3) UUD NRI 1945. Mari kita
bicarakan terlebih dahulu mengenai ketentuan-ketentuan mengenai perekonomian
nasional yang sudah ada sebelum perubahan UUD NRI 1945.
Sebelum diubah Pasal 34
UUD NRI 1945 ditetapkan tanpa ayat. Setelah dilakukan perubahan UUD NRI 1945
maka Pasal 34 memiliki 4 ayat. Perubahan ini didasarkan pada kebutuhan
meningkatkan jaminan konstitusional yang mengatur kewajiban negara di bidang
kesejahteraan sosial. Adapun ketentuan mengenai kesejahteraan sosial yang jauh
lebih lengkap dibandingkan dengan sebelumnya merupakan bagian dari upaya
mewujudkan Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state),
sehingga rakyat dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.
3. Aturan
Dasar Ihwal Usaha Pertahanan dan Keamanan Negara
Semula ketentuan
tentang pertahanan negara menggunakan konsep pembelaan terhadap negara [Pasal
30 Ayat (1) UUD NRI 1945]. Namun setelah perubahan UUD NRI 1945 konsep
pembelaan negara dipindahkan menjadi Pasal 27 Ayat (3) dengan sedikit perubahan
redaksional. Setelah perubahan UUD NRI Tahun 1945, ketentuan mengenai hak dan
kewajiban dalam usaha pertahanan dan keamanan negara [Pasal 30 Ayat (1) UUD NRI
1945] merupakan penerapan dari ketentuan Pasal 27 Ayat (3) UUD NRI 1945.
Pasal 30 Ayat (2) UUD NRI 1945
menegaskan sebagai berikut: “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai komponen utama, dan
rakyat, sebagai kekuatan pendukung”. Dipilihnya sistem pertahanan dan keamanan
rakyat semesta (Sishankamrata) dilatarbelakangi oleh pengalaman sejarah bangsa
Indonesia sendiri.
Dengan
dasar pengalaman sejarah tersebut maka sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta tersebut dimasukkan ke dalam ketentuan UUD NRI Tahun 1945. Tahukah Anda
apa maksud upaya tersebut? Jawabannya adalah untuk lebih mengukuhkan keberadaan
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta tersebut. Di samping itu juga
kedudukan rakyat dan TNI serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara makin dikukuhkan. Dalam hal ini
kedudukan rakyat adalah sebagai kekuatan pendukung, sedang TNI dan Polri
sebagai kekuatan utama. Sistem ini menjadi salah satu ciri khas sistem
pertahanan dan keamanan Indonesia yang bersifat semesta, yang melibatkan
seluruh potensi rakyat warga negara, wilayah, sumber daya nasional, secara
aktif, terpadu, terarah, dan berkelanjutan.
4. Aturan
Dasar Ihwal Hak dan Kewajiban Asasi Manusia
Penghormatan terhadap
hak asasi manusia pasca Amandemen UUD NRI 1945 mengalami dinamika yang luar
biasa. Jika sebelumnya perihal hak-hak dasar warganegara yang diatur dalam UUD
NRI 1945 hanya berkutat pada pasal 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34, setelah Amandemen
keempat UUD NRI 1945 aturan dasar mengenai hal tersebut diatur tersendiri di
bawah judul Hak Asasi Manusia (HAM). Di samping mengatur perihal hak asasi
manusia, diatur juga ihwal kewajiban asasi manusia.
2.1.5
Mendeskripsikan
Esensi dan Urgensi Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara
UUD NRI Tahun 1945
tidak hanya memuat aturan dasar ihwal kewajiban dan hak negara melainkan juga
kewajiban dan hak warga negara. Dengan demikian terdapat harmoni kewajiban dan
hak negara di satu pihak dengan kewajiban dan hak warga negara di pihak lain.
Esensi dan urgensi harmoni kewajiban dan hak Negara dan warga Negara dapat
dipahami dengan menggunakan pendekatan kebutuhan warga Negara yang meliputi:
1. Agama
Bangsa
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius. Kepercayaan bangsa kita kepada
Tuhan Yang Maha Esa telah ada semenjak zaman prasejarah, sebelum datangnya
pengaruh agama-agama besar ke tanah air kita. Karena itu dalam perkembangannya,
bangsa kita mudah menerima penyebaran agama-agama besar itu. Rakyat bangsa kita
menganut berbagai agama berdasarkan kitab suci yang diyakininya. Undang-Undang
Dasar merupakan dokumen hukum yang mewujudkan cita-cita bersama setiap rakyat
Indonesia. Dalam hal ini cita-cita bersama untuk mewujudkan kehidupan beragama
juga merupakan bagian yang diatur dalam UUD. Ketentuan mengenai agama diatur
dalam UUD NRI 1945 Pasal 29.
2.
Pendidikan
dan Kebudayaan
Pendidikan
dan kebudayaan merupakan dua istilah yang satu sama lain saling berkorelasi
sangat erat. Pendidikan adalah salah satu bentuk upaya pembudayaan. Melalui
proses, pendidikan kebudayaan bukan saja ditransformasikan dari generasi tua ke
generasi muda, melainkan dikembangkan sehingga mencapai derajat tertinggi
berupa peradaban. Tujuan pendidikan nasional terdapat dalam Pasal 31 Ayat (3)
UUD NRI 1945, yaitu “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu system
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur dengan undang-undang”.
Jika
kita melihat fungsi-fungsi negara (function of the state) dalam lingkup
pembangunan negara (state-building) cakupannya meliputi hal-hal berikut
ini.
a. Fungsi
minimal: melengkapi sarana dan prasarana umum yang memadai, seperti pertahanan
dan keamanan, hukum, kesehatan, dan keadilan.
b. Fungsi
madya: menangani masalah-masalah eksternalitas, seperti pendidikan, lingkungan,
dan monopoli.
c. Fungsi
aktivis: menetapkan kebijakan industrial dan redistribusi kekayaan.
Berdasarkan
klasifikasi fungsi negara tersebut, penyelenggaraan pendidikan termasuk fungsi
madya dari negara. Artinya, walaupun bukan merupakan pelaksanaan fungsi
tertinggi dari negara, penyelenggaraan pendidikan juga sudah lebih dari hanya
sekedar pelaksanaan fungsi minimal negara. Oleh karena itu, penyelenggaraan
pendidikan sangatlah penting.
3. Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Rakyat
Sesuai
semangat Pasal 33 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 asas perekonomian nasional adalah
kekeluargaan. Kekeluargaan merupakan asas yang dianut oleh masyarakat Indonesia
dalam berbagai aspek kehidupan yang salah satunya kegiatan perekonomian
nasional. Asas kekeluargaan dapat diartikan sebagai kerja sama yang dilakukan
lebih dari seorang dalam menyelesaikan pekerjaan, baik untuk kepentingan
pribadi maupun kepentingan umum.
Penerapan
asas kekeluargaan dalam perekonomian nasional adalah dalam sistem ekonomi
kerakyatan. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi nasional yang
berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan
pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah
sistem ekonomi yang bertumpu pada kekuatan mayoritas rakyat. Dengan demikian
sistem ini tidak dapat dipisahkan dari pengertian “sektor ekonomi rakyat”,
yakni sektor ekonomi baik sektor produksi, distribusi, maupun konsumsi yang
melibatkan rakyat banyak, memberikan manfaat bagi rakyat banyak, pemilikan dan
penilikannya oleh rakyat banyak.
4. Pertahanan dan Keamanan
Berdasarkan
aturan dasar ihwal pertahanan dan keamanan Negara Pasal 30 Ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945 bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) oleh Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri),
sebagai komponen utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. Dengan demikian
tampak bahwa komponen utama dalam Sishankamrata adalah TNI dan Polri. Mengenai
adanya ketentuan dalam Pasal 30 Ayat (5) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa
kedudukan dan susunan TNI dan Polri lebih lanjut diatur dengan undang-undang,
merupakan dasar hukum bagi DPR dan presiden untuk membentuk undang-undang.
Pengaturan dengan undang-undang mengenai pertahanan dan keamanan negara
merupakan konsekuensi logis dari prinsip yang menempatkan urusan pertahanan dan
keamanan sebagai kepentingan rakyat.
Keamanan
nasional suatu negara salah satu evolusi di era modern saat ini adalah dimana
sekala ancaman tidak hanya ditargetkan pada sistem semata namun dapat
menargetkan infrastruktur kritis suatu negara. Oleh sebab itu, untuk menanggapi
ancaman maka suatu negara membutuhkan pengolahan keamanan melalui regulasi
kebijakan di bidang pertahanan dan keamanan nasional. Dalam konteks ini,
Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat populasi terbesar di dunia
akan membutuhkan pertahanan maupun keamanan baik dari segi regulasi maupun
badan khusus yang menangapi permasalahan. Dengan demikan, kebutuhan membangun
pertahanan dan keamanan nasional sangat penting dan Indonesia juga perlu
belajar dari pengalaman beberapa negara dan membutuhkan kerja sama di bidang pertahanan
dan keamanan (Yasin, 2015: 103).
2.2
STUDI KASUS
2.2.1
Kisah Bayi Debora dan Pentingnya
Implementasi Hak atas Kesehatan
KEPALA
Dinas Kesahatan DKI Jakarta, Koesmedi, menilai ada kelalaian dari pihak Rumah
Sakit Mitra Keluarga terkait dengan kematian bayi Tiara Debora Simanjorang (4
bulan). Kesimpulan itu hasil penggalian data dan informasi terhadap pihak RS
Mitra Keluarga, demikian dilaporkan oleh berbagai media di Indonesia
akhir-akhir ini. Polemik atas peristiwa ini mencuat setelah viral di media
massa, bahwa terdapat dugaan keterlambatan penanganan oleh rumah sakit karena
persoalan pembiayaan sehingga korban tidak bisa ditangani difasilitas ICU.
Meskipun, pihak rumah sakit mendalilkan bahwa mereka tetap melakukan penanganan
medis secara maksimal terhadap korban, walaupun pada akhirnya korban tidak
dapat diselamatkan. Tentu kebenaran atas klaim penyebab kematian korban versi
rumah sakit, problem adiministrasi dan pelayanan medis, lamanya waktu
penanganan, persoalan jaminan kesehatan dengan fasilitas BPJS dan berbagai
keterangan keluarga korban masih memerlukan verifikasi dari otortitas kesehatan
dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI. Akan tetapi, tidak bisa dihindari
adalah rencana dari peran kepolisian yang akan melakukan pemeriksaan secara meteriil
peristiwa tersebut guna menentukan ada atau tidaknya tindak pidana yang
menyebabkan kematian korban.
2.2.2
Problem Solving
Dari kasus diatas kita mengetahui
bahwa pihak rumah sakit telah melakukan kelalaian terhadap hak kesehatan bayi
Debora, dimana kita tahu bahwa hak atas kesehatan secara tegas telah dijamin
dalam instrumen hukum dan HAM, baik nasional dan internasional. Instrumen
nasional merujuk pada ketentuan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945, Pasal 9 ayat (3)
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Solusi dalam menangani kasus ini:
Untuk mencapai perwujudan hak
kesehatan tersebut, negara harus melakukan tindakan sekurang-kurangnya 4
(empat) hal yaitu:
(1) Menyusun ketentuan-ketentuan untuk
melakukan pengurangan tingkat kelahiran-mati dan kematian anak serta
perkembangan anak yang sehat.
(2) Melakukan perbaikan semua aspek
kesehatan lingkungan dan industri.
(3) Melakukan pencegahan, pengobatan dan
pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang
berhubungan dengan pekerjaan.
(4) Penciptaan kondisi-kondisi yang akan
menjamin semua pelayanan dan perhatian medis dalam hal sakitnya seseorang.
Adapun penerapan dalam memenuhi hak
kesehatan warga Negara adalah sebagai berikut:
Pertama, ketersediaan. Pelaksanaan
fungsi kesehatan publik dan fasilitas pelayanan kesehatan, barang dan jasa-jasa
kesehatan, juga program-program, harus tersedia dalam kuantitas yang cukup.
Kedua, aksesibilitas. Fasilitas
kesehatan, barang dan jasa, harus dapat diakses oleh tiap orang:
a)
Tidak
diskriminasi, harus dapat diakses oleh semuaa, terutama oleh masyarakat yang
marginal.
b)
Akses
secara fisik, fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus dapat terjangkau
secara fisik dengan aman bagi semua, terutama bagi kelompok yang rentan atau
marginal.
c)
Akses
ekonomi, fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus dapat terjangkau secara
ekonomi bagi semua, memastikan bahwa pelayanan ini, yang tersedia baik secara
privat maupun publik, terjangkau oleh semua, termasuk kelompok yang tidak
beruntung secara sosial. Kesamaan mensyaratkan bahwa masyarakat miskin tidaklah
harus dibebani biaya kesehatan secara tidak proporsional dibandingkan dengan
masyarakat kaya.
d)
Akses
informasi, aksesibilitasnya mencakup hak untuk mencari dan menerima atau
membagi informasi dan ide, mengenai masalah-masalah kesehatan.
Ketiga, penerimaan. Segala fasilitas
kesehatan, barang dan pelayanan harus diterima oleh etika medis dan sesuai
secara budaya, misalnya menghormati kebudayaan individu-individu, kaum
minoritas, kelompok dan masyarakat, sensitif terhadap jender dan persyaratan
siklus hidup.
Keempat, kualitas. Selain secara
budaya diterima, fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus secara ilmu dan
secara medis sesuai serta dalam kualitas yang baik.
Selain itu, pemerintah berkewajiban melakukan pemaksaan terhadap kualitas bisnis bidang kesehatan untuk melakukan pemulihan terhadap hak-hak korban. Apabila korban meninggal dunia dan terbukti hasil pemeriksaan secara hukum menunjukan adanya kelalaian dan/atau kesengajaan, maka terdapat kewajiban untuk mempertanggungjawabkan secara pidana. Dengan demikian diharapkan, masyarakat Indonesia akan semakin menikmati standar kesehatan tertinggi yang dapat dijangkau dan kondusif. Ini sebagai bagian memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
makalah yang telah ditulis, maka dapat disimpulkan :
1. Hak
adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau
dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun
juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah
beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu
oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya
dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan.
2. Hak
dan kewajiban warga negara merupakan wujud dari hubungan warga negara dengan
negara. Hak dan kewajiban bersifat timbal balik, bahwa warga negara memiliki
hak dan kewajiban terhadap negara, sebaliknya pula negara memiliki hak dan
kewajiban terhadap warga negara.
3. Hak
dan kewajiban warga negara dan negara Indonesia diatur dalam UUD NRI 1945 mulai
pasal 27 sampai 34, termasuk di dalamnya ada hak asasi manusia dan kewajiban
dasar manusia. Pengaturan akan hak dan kewajiban tersebut bersifat garis besar
yang penjabarannya dituangkan dalam suatu undang-undang.
4. Sekalipun
aspek kewajiban asasi manusia jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan
aspek hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam UUD NRI 1945, namun secara
filosofis tetap mengindikasikan adanya pandangan bangsa Indonesia bahwa hak
asasi tidak dapat berjalan tanpa dibarengi kewajiban asasi. Dalam konteks ini
Indonesia menganut paham harmoni antara kewajiban dan hak ataupun sebaliknya
harmoni antara hak dan kewajiban.
5. Hak
dan kewajiban warga negara dan negara mengalami dinamika terbukti dari adanya
perubahan-perubahan dalam rumusan pasal-pasal UUD NRI 1945 melalui proses
amandemen dan juga perubahan undang-undang yang menyertainya.
6. Jaminan
akan hak dan kewajiban warga negara dan negara dengan segala dinamikanya
diupayakan berdampak pada terpenuhinya keseimbangan yang harmonis antara hak
dan kewajiban negara dan warga negara.
3.2
Saran
Dari makalah ini
penulis mengharapkan agar pembaca dapat memahami dan dapat menjalankan hak dan
kewajiban pembaca sebagai warga Negara. Dan pememrintah di harapakan untuk
memberikan hak atas warga Negara nya dan berkewajiban untuk melindungi warga
Negara nya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Winarno, dkk.2016. Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenrisetdikti Republik
Indonesia.
Jurnal
Handayani, Ria. 2015.
Hak dan Kewajiban Warga Negara. Vol 3
No.5
Yasin,
Johan. 2015. Hak Azasi Manusia Dan Hak Serta Kewajiban Warga Negara
Dalam Hukum Positif Indonesia. Vol 2 No. 1
artikel bagus sangat bermanfaat. saya juga ingin berbagi informasi yang lain, silahkan dikunjungin : SNMPTN UNAIR NEWS
BalasHapusAFNAN : THANK FOR NICE INFORMATION, VISIT OUR WEBSITE : https://journal.uhamka.ac.id/index.php/rektek/index
BalasHapus