Jumat, 07 Desember 2018

MAKALAH PENGELOLAAN PENDIDIKAN “PENGELOLAAN TENAGA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN”


MAKALAH PENGELOLAAN PENDIDIKAN
“PENGELOLAAN TENAGA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN”

 

Disusun Oleh:
1.      Erika Irianti                     (A1C317015)
2.      Af- Idati Nurul ‘Ilmi       (A1C317017)
3.      Arip Nurrahman             (A1C317023)
4.      Kristina M Sijabat          (A1C317041)
5.      Desi Rosanti                     (A1C317063)

Dosen Pengampu:  Dwi Agus Kurniawan, S.Pd, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018


KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Pengelolaan Pendidikan ini.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Bapak Dwi Agus Kurniawan S.Pd., M.Pd. atas segala bimbingan dan arahan selama penyusunan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima saran dan kritikan yang membangun demi memperbaiki maklah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat khusunya bagi mahasiswa yang membutuhkan. Aamiin.

                                                                                   Jambi, Oktober 2018


                                                                                               Penulis











Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat  kepala sekolah, guru-guru, pegawai tata usaha, dan murid-murid memerlukan adanya pengelolaan organisasi/tenaga pendidik yang baik supaya dapat berjalan dengan lancar sesuai arah dan tujuannya. Pengelolaan tenaga pendidik yang baik, dimaksudkan agar pembagian tugas dan tanggung jawab dapat merata kepada semua orang sesuai dengan kecakapan dan fungsinya masing-masing. Tiap orang mengerti dan menyadari tugasnya dan tempatnya di dalam struktur organisasi itu. Dengan demikian dapat dihindari pula adanya tindakan yang sewenang-wenang atau otoriter dari kepala sekolah, dan sebaliknya dapat diciptakan adanya suasana yang demokratis dalam menjalankan roda sekolah.
Manajemen SDM dalam dunia pendidikan adalah proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup siswa, karyawan, pegawai, buruh, manajer, dan tenaga kerja lainnya dalam bidang pendidikan untuk menunjang aktivitas bidang pendidikan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Manajemen sumber daya manusia adalah konteks pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi sumber daya manusia tenaga pendidik dan kependidikan atau guru dan tenaga administrasi, dan sumber daya manusia atau peserta didik.
Tenaga atau personalia pendidikan adalah semua orang yang terlibat dalam tugas-tugas pendidikan, yaitu para guru/dosen sebagai pemegang peran utama, manajer/administrator, para supervisor, dan para pegawai. Para personalia pendidikan perlu dibina agar bekerja sama secara lebih baik dengan masyarakat. Menurut Undang-Undang Sistem       Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, tenaga kependidikan itu adalah anggota masyarakat yang  mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.  Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitifikasi sebagai guru, dosen, konselor, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Untuk dapat menghasilkan output yang berkualitas maka suatu lembaga pendidikan dapat menempuh prosedur awal yaitu melalui perencanaan SDM yang matang pada saat perekrutan (Alliyah,2017:76).
Kemajuan zaman dan tantangan zaman yang makin pesat sekarang ini, pendidik dan tenaga kependidikan idealnya tetap harus belajar, kreatif mengembangkan diri dengan penemuan baru dalam dunia pendidikan. Namun, harapan ini kerap kandas karena pendidik dan tenaga kependidikan kurang semangat memajukan diri dan tidak banyak yang terus belajar lagi. (Bachtiar,2016:196).
More importantly, there were likely to be adverse implications for a school’s educational program if the rate of teacher turnover was high. Forming positive collegial relationships would be more difficult, affecting in turn the development and implementation of cur- riculum, the establishment and maintenance of rapport with pupils, and the operation of par- ticipatory styles of management(Hatton,1991:281).
Lebih penting lagi ada kemungkinan implikasi yang merugikan untuk program pendidikan sekolah jika tingkat pergantian guru tinggi. Membentuk hubungan kolegial yang positif akan lebih sulit, mempengaruhi pada gilirannya pengembangan dan implementasi kurikulum, pembentukan dan pemeliharaan hubungan dengan siswa, dan operasi untuk gaya manajemen partisipatif (Hatton,1991:281).
In the field of 21st century education, cultural diversity represents a challenge for teachers’ professional development and transformation of schools. As teacher educators, our aim is to develop professional learning processes that encourage transformation in schools towards an intercultural, inclusive educational approach(Sales,2011:911).
Di bidang pendidikan abad 21, keragaman budaya merupakan tantangan bagi para guru pengembangan professional dan transformasi sekolah. Sebagai guru pendidik, tujuan kami adalah untuk mengembangkan proses pembelajaran professional yang mendorong transformasi disekolah menuju pendekatan pendidikan inklusif (Sales, 2011: 911).

Berdasarkan  latar belakang yang telah kami uraikan, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
2.      Untuk mengetahui tahapan pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.







 

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Menurut Werang (2010: 67), Hakikat tenaga pendidik dan kependidikan, Undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 6 mengartikan kata ‘pendidik’ sebagai tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta partisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat selalu menghubungkan guru dengan pekerjaan yang terkait dengan pendidikan siswa disekolah, seperti: (a) mempersiapkan berbagai administrasi pembelajaran yang diperlukan; (b) mengajar dan membimbing para siswa; (c) memberikan penilaian terhadap hasil belajar  para siswa; dan (d) menganalisis tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap semua  materi pembelajaran.
Menurut Ismaya (2015: 107-108), Pendidik merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah lembaga pendidikan, karena dialah yang menjadi motor penggerak dan perubahan, bahkan bukan hanya sebagai agen perubahan (agent of change) tetapi juga sebagai orang yang mendidik, mengarahkan, membimbing, dan mengevaluasi peserta didiknya sehingga ia mampu mencapai tujuan yang diinginkannya.
Tenaga kependidikan merupakan seluruh komponen yang terdapat dalam instansi atau lembaga pendidikan yang tidak hanya mencakup guru saja melainkan keseluruhan yang berpartisipasi dalam pendidikan. Dilihat dari jabatannya, tenaga kependidikan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.      Tenaga struktural merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan-jabaatan eksekutif umum (pimpinan) yang bertanggung jawab baik langsung maupun tidak langsung atas satuan pendidikan.
2.      Tenaga fungsional merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan fungsional yaitu jabatan yang dalam pelaksanaan pekerjaanya mengandalkan keahlian akademis kependidikan.
3.      Tenaga teknis merupakan tenaga kependidikan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya lebih dituntut kecakapan teknis operasional atau teknis administratif.
 Menurut Sagala (2006: 22-25), Spektrum tenaga kependidikan mengacu pada PP No.38 tahun 1992 pasal 3 ayat 1 mengemukakan tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang dibidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi, sumber belajar dan penguji. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 5 menyatakan tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraaan pendidikan. Pasal 39 ayat 1 menyatakan tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, dan layanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Sedangkan UUSPN NO. 2 tahun 2003 pasal 1 ayat 6 menyatakan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan satuan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Pasal 39 ayat 2 menyatakan pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi.
PP No. 38 tahun 1992 pasal 3 ayat 2 mengatakan tenaga pendidik terdiri dari pembimbing, pengajar, dan pelatih. PP No. 38 Tahun 1992 dan UUSPN No 20 tahun 2003 menegaskan kedudukan tenaga kependidikan yang mempunyai tugas pokok memberikan layanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.  Sedangkan pendidik mempunyai tugas pokok merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. Hal ini dipertegas oleh UURI NO. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat 1 menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pasal 1 ayat 4 menyatakan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. 
Secara teoritis, suatu sistem pendidikan (dimanapun dan pada jenjang manapun juga) baru mungkin akan terselenggara secara sempurna apabila seluruh unsur ketenagaan tersebut tersedia secara memadai baik dilihat dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa formasi guru dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan untuk semua jenis dan jenjang persekolahan adalah guru bidang studi (mata pelajaran),  konselor, tenaga perencana pendidikan di sekolah, ahli kurikulum, psikologi pendidikan danteknisi(laboran pustakawan,arsiparis dan sebagainya),
Sedangkan  tenaga kependidikan yang diperlukan pada unit kerja pendidikan di pemerintah provinsi dan kabupaten/kota adalah tenaga perencanaan pendidikan (sarjana administrasi dan manajemen pendidikan), penelitian dan pengembangan berdasarkan bidang spesialisasi keahliannya, ahli kurikulum dan teknologi pendidikan (sarjana kurikulum), psikologi pendidikan dan ahli bidang studi (mata pelajaran). Hierarkis profesi tenaga kependidikan dapat dilihat dari sisi kualifikasi latar belakang dan tingkat pendidikan tenaga kependidikan itu  dan kualifikasi untuk kerja profesinya (yang berlatar tingkat pendidikan dan pengalaman kerja), hierarki tenaga kependidikan itu adalah (1) tenaga profesional penuh, yaitu tenaga kependidikan yang mampu memberikan sumbangan terhadap sistem pendidikan, terutama dalam hal wawasan, konsep dan dasar implementasi yang tajam dan komprehensif mengenai ikhwal pendidikan; (2) tenaga pembaharu, yaitu tenaga kependidikan yang mampu memberikan sumbangan, terutama dalam bentuk komitmen yang tinggi tehadap pelaksanaan sistem pendidikan; (3) tenaga kapabel, yaitu tenaga kependidikan yang mampu memberikan sumbangan dalam bentuk pertisipasi yang mantap terhadap pelaksanaan sistem pendidikan. 
Pendidik dalam hal ini adalah pihak yang atau orang yang bertanggung jawab kepada peserta didik terhadap proses pendidikan yang sedang dilangsungkannya. Lebih dimaknai lagi, pendidik dapat diartikan sebagai guru dalam arti yang luas. Keberadaan pendidik atau guru tersebut tidak terlepas dari upaya untuk mewujudkan pendidikan bermutu sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia Menurut Hermino (2014: 10-15).
Menurut Aliyyah (2017: 13-14), Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Pasal 39, tugas dan fungsi tenaga pendidik dan kependidikan adalah:
a.       Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
b.      Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Berikut merupakan tugas dan tanggung jawab pendidik dan tenaga kependidikan:
 Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
a)      Guru bertugas dan bertanggung jawab sebagai agen pembelajaran yang memotivasi , memfasilitasi, mendidik, membimbing, dan melatih peserta didik sehingga menjadi manusia berkualitas yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimum, pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah termasuk pendidikan anak usia dini formal.
b)      Dosen bertugas dan bertanggung jawab sebagai agen pembelajaran yang memotivasi, memfasilitasi, mendidik, membimbing,dan melatih peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi sehingga menjadi manusia berkualitas yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimum, melakukan penelitian untuk pengembangan ilmu, teknologi, dan/atau seni (IPTEKS), serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
c)      Konselor bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.
d)     Pamong belajar bertugas dan bertanggung jawab menyuluh, mengajar, membimbing, melatih peserta didik, dan mengembangkan: model program pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal.
e)      Widyaiswara bertugas dan bertanggung jawab mendidik, mengajar dan melatih peserta didik pada program pendidikan dan pelatihan prajabatan dan/ atau Pemerintah Daerah.
f)       Tutor bertugas dan bertanggung jawab memberikan bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran mandiri atau proses pembelajaran dalam kelompok pada satuan pendidikan jalur formal dan nonformal.
g)      Instruktur bertugas dan bertanggung jawab memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik pada kursus atau pelatihan.
h)      Fasilitator bertugas dan bertanggung jawab memberikan pelayanan pembelajaran pada lembaga pendidikan dan pelatihan.
i)        Pelatih bertugas dan bertangggung jawab memberikan pelatihan teknis olah raga kepada peserta didik pada kegiatan pelatihan, pada satuan pendidikan jalur formal atau nonformal.
Menurut Khumaidi (2013: 84-86), sebagaimana yang dimaksud dengan tenaga kependidikan dan pendidik menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidkan Nasional, Pasal 39 ayat (1). Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.Sedangkan ayat (2).Tenaga pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Penjelasan dari ayat (1). Tentang tenaga kependidikan yang dimaksud adalah meliputi: pengelola satuan pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Berdasarkan pasal 40 UU No.20 Th.2003 Sisdiknas memuat ketentuan, sebagai berikut:
a.       Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
1)      Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.
2)      Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
3)      Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas.
4)      Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual, dan
5)      Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas.
b.  Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:
1)      Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
2)      Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan.
3)      Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercaayaan yang diberikan kepadanya.

Menurut (Aliyyah,2018: 5), Pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan merupakan kegiatan yang mencakup penetapan norma, standar, prosedur, pengangkatan, pembinaan, penatalaksanaan, kesejahteraan dan pemberhentian tenaga kependidikan sekolah agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah. Pengelolaanpendidik dan tenaga kependidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efesien untuk mencapai hasil yang optimal, namun dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu, fungsi personalia yang harus dilaksanakan pimpinan, adalah menarik, mengembangkan, mengkaji, dan memotivasi personil guna mencapai tujuan sistem, membantu anggota mencapai posisi dan standar perilaku, memaksimalkan perkembangan karier tenaga kependidikan, serta menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.
Menurut Ismaya  (2015: 115-117), untuk mengelola sumber daya pendidikan yang terlibat di dalamnya, dibutuhkan pemimpin atau manager (Kepsek) yang bertanggung  jawab untuk  membantu mewujudkan hasil dan ketercapaian tujuan. karena  keberadaan kepala sekolah di dalam lembaga pendidikan sangat penting, karena ia adalah penentu dari kebijakan yang diambil dan pengendali jalannya kegiatan pendidikan.
Selain faktor human sebagai penggerak yang dapat mengatur sumber daya manusia, ada faktor lain yang menjadi penentu yaitu, sistem dan manajemen. Tanpa ada manajemen, sebuah lembaga pendidikan hanyalah sebuah perkumpulan murid, guru dan tenaga kependidikan yang tidak menghasilkan apa-apa, mudah mati bahkan ditinggalkan. Dengan adanya manajemen semua kegiatan, aktivitas dan program dapat dijalankan dengan mudah. Dari sini dapat disimpulkan inti dari lembaga pendidikan adalah manajemen, inti dari manajemen adalah Kepala Sekolah, dan inti dari kepala sekolah adalah pengambilan keputusan dan kebijakan.  
Di tingkat nasional, pengelolaan tenaga kependidikan merupakan langkah penting dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang efektif dan efisien. Tenaga-tenaga yang handal dalam dunia pendidikan hanya akan diperoleh jika sistem pendidikan telah memiliki mekanisme yang ideal untuk melakukan perekrutan, seleksi, penempatan, pembinaan, evaluasi, dan pemberhentian yang tepat. Dengan kata lain sistem pendidikan nasional memerlukan mekanisme pengelolaan tenaga kependidikan nasional yang searah dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Pengelolaan tenaga kependidikan berbeda dengan pengelolaan tenaga kerja dalam organisasi bisnis atau perusahaan dan instansi pemerintah lainnya. Dalam dunia pendidikan, dimana bidang garapan dan keluarannya jelas berbeda degan bidang garapan dan keluaran perusahaan, pemerintahan dan organisasi lainnya.
Pengelolaan tenaga kependidikan haruslah merupakan rangkaian aktivitas yang integral, bersangkut paut dengan masalah perencanaan, perekrutan, penempatan, pembinaan atau pengembangan penilaian dan pemberhentian tenaga kependidikan dalam suatu sistem kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan dan perwujudan fungsi sekolah yang sebenarnya.
Adapun tujuan pengelolaan tenaga kependidikan itu adala agar mereka memiliki kemampuan, motivasi, kreativitas untuk :
1)      Mewujudkan sistem sekolah yang mampu mengatasi kelemahan-kelemahan sendiri.
2)      Secara kesinambungan menyesuaikan program pendidikan sekolah terhadap kebutuhan kehidupan (belajar) peserta didik dan persaingan kehidupan di masyarakat secara sehat dan dinamis.
3)      Menyediakan bentuk kepemimpinan (khususnya mempersiapkan kader pemimpin pendidikan yang benar-benar handal dan dapat diteladani), yang mampu mewujudkan human organization yang pengertiannya lebih dari human relationship pada setiap jenjang manajemen organisasi pendidikan nasional dan pada setiap jenjang pendidikan sekolah itu sendiri.
4)      Bentuk kepemimpinan yang memimpin munculnya peningkatan produktivitas pendidikan sebagai paduan fungsi keefektifan, efisiensi, dan ekuitas (keadilan) melalui pengolahan tenaga kependidikan yang rasional dan profesional.
5)      Bentuk kepemimpinan yang menjamin kelangsungan usaha-usaha kearah terwujudnya keseimbangan (equilibrium) kehidupan organisasi melalui usaha-usaha menyerasikan tujuan-tujuan individu dengan tujuan-tujuan sistem sekolah/organisasi pendidikan.
6)      Mewujudkan kondisi dan iklim kerja sama sistem sekolah/organisasi pendidikan yang mendukung secara maksimal pertumbuhan profesional dan kecakapan teknis setiap tenaga kependidikan.
Transformational leadership has shown relationships with vision-based leadership, setting directions for and restructuring the school, setting developmental goals for staff and curriculum and building relationships with the community. Hence, the head teacher develops the school organisation by assuring a collegial and supportive feedback culture, giving teachers freedom to develop their strengths and build strong links with the school environment like parents or officials, but at the same time taking on a protective role so that none of these influences prevail. Instructional leadership, in contrast, has been associated with the setting of educational goals, planning the curriculum and the evaluation of teachers and teaching. In this paradigm, the head teacher focuses on creating an environment for better student achievement, for fostering teaching and learning and their quality. (Fackler, 2016: 187).
Kepemimpinan transformasional telah menunjukkan hubungan dengan kepemimpinan berbasis visi, pengaturan arah untuk dan restrukturisasi sekolah, pengaturan tujuan pengembangan untuk staf dan kurikulum dan membangun hubungan dengan masyarakat. Oleh karena itu, kepala sekolah mengembangkan organisasi sekolah dengan memastikan budaya umpan balik kolegial dan mendukung, memberikan guru kebebasan untuk mengembangkan kekuatan mereka dan membangun hubungan yang kuat dengan lingkungan sekolah seperti orang tua atau pejabat, tetapi pada saat yang sama mengambil peran pelindung sehingga tidak satu pun dari pengaruh ini yang berlaku. Kepemimpinan instruksional, sebaliknya, telah dikaitkan dengan pengaturan tujuan pendidikan, perencanaan kurikulum dan evaluasi guru dan pengajaran.Dalam paradigma ini, kepala guru berfokus pada penciptaan lingkungan untuk pencapaian siswa yang lebih baik, untuk mendorong pengajaran dan pembelajaran dan kualitas mereka(Fackler, 2016: 187).

2.1.2 Tahapan Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

A. Tenaga Pendidik

1)      Guru
a.       Pengertian Guru
Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis. Dalam UU R.I. Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pada bab I pasal 1 dinyatakan bahwa:  Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru yang profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian, baik dalam materi maupun metode.
Guru merupakan unsur yang penting, meskipun tidak selalu harus ditafsirkan sebagai unsur yang dominan dan guru sebagai ujung tombak pendidikan formal, perlu dibekali kemampuan kemampuan yang dapat mendorong kreativitasnya. Untuk itu haruslah diketahui macam kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik melalui kegiatan belajar mengajar. Guru tidak lagi sebagai pemberi ceramah dan penyaji informasi, lebih mengutamakan kemampuan merencanakan, dan pengelolaan kelas. Guru harus menguasai materi pelajaran secara mantap dan mengembangkan model belajar yang relevan dengan bahan pelajaran (Saragih,2008:27).
b.      Kompetensi Guru
Menurut Tagela (2014:142-145), kompetensi merupakan gambaran tentang apa yang seyogyaganya dapat dilakukan ( be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan , berupa kegiatan ,perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat melakukan sesuatu dalam pekerajaannya ,tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge) ,sikap(attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogiyanya dilakukan  seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya,baik berupa kegiatan ,berperilaku,maupun hasil yang dapat ditunjukkan.
Raka Joni (dalam  Sudrajat, 2008), mengemukakan tiga jenis kompetensi guru yaitu:
1.      Kompetensi professional: memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya ,memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar didalam proses belajar mengajar yang diselenggarakan.
2.      Kompetensi kemasyarakatan: mampu berkomunikasi ,baik dengan siswa, sesama guru ,maupun masyarakat luas.
3.      Kompetensi personal ; yaiu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian ,seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran:ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa ,tut wuri handayani.
Pendidik dan guru dituntut memiliki seperangat kompetensi seasas dengan Sistem Pendidikan Nasional . Pasal 28 PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi yaitu kompetensi pedagogic,kepribadian,professional dan social. Empat jenis kompetensi guru yang tercantum dalam penjelasan Peraturan No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ,yaitu:
Kompetensi pedagogik,terdiri dari 7 kompetensi yaitu:
1)      Mengenal karakteristik anak didik.
2)      Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
3)      Pembangun kurikulum
4)      Kegiatan pembelajran yang mendidik
5)      Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik
6)      Komunikasi dengan peserta didik
7)      Penilaian dan evaluasi
Kompetensi kepribadian ,terdiri dari 3 kompetensi yaitu:
1)      Bertindak sesuai dengan norma agama ,hokum,social,dan kebudayaan nasional Indonesia
2)      Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan
3)      Etos kerja,tanggung jawab yang tinggi ,rasa bangga menjadi guru.
Kompetensi sosial,terdiri dari 2 kompetensi yaitu:
1)      Bersikap inklusif, bertindak obyektif ,serta tidak diskriminatif
2)      Komunikasi dengan sesama guru ,tenaga pendidikan,orang tua peserta didik dan masyarakat.
Kompetensi professional,terdiri dari 2 kompetensi yaitu:
1)      Penguasaan materi struktur konsep dan pola pikir keilmuwan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
2)      Mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan reflektif.
Pengusaan empat kompetensi tersebt mutlak perlu dimiliki tiap guru untuk menjadi tenaga pendidik yang professional seperti yang disyaratkan Undang-Undang Guru dan Dosen . Kompetensi guru dapat diartika sebagai kebulatan pengetahuan ,keterampilan dan sikap yang ditampilkan dalam bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab dimiliki seorang guru dalam menjelaskan profesinya. Bahasan ini dikemukakan tanpa bermaksud mengabaikan salah satu kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Betapa kompetensi kepribadian perlu mendapat perhatian yang lebih. Sebab,kompetensi ini berkaitan dengan idealisme dan kemampuan guru untuk dapat memahami diri sendiri dalam kapasitasnya sebagai pendidik yang memimpin proses pendidikan dan pembelajaran disekolah.
c.       Tahapan Pengelolaan Tenaga Pendidik (Guru)
Menurut Husein Umar (2000) dalam Kompri (2015: 84-85) Langkah-langkah yang dilakukan dalam manajemen sumber daya manusia melalui:
1.    Perencanaan.
Perencanaan adalah suatu cara untuk mencoba menetapkan keperluan tenaga pendidik untuk suatu periode tertentu baik secara kualitas maupun kuantitas dengan cara-cara tertentu. Melalui perencanaan sumber daya manusia yang matang,produktivitas kerja dari tenaga yang ada sudah dapat ditingkatkan. Hal ini dapat terwujud melaui adanya penyesuian tertentu,seperti peningkatan disiplin kerja dan peningkatan keterampilan sehingga setiap orang menghasilkan sesuatu yang berkaitan langsung dengan kepetingan organisasi (Siagian, 2008: 45).
According to Fry (2009:40) Planning teaching and learning is a fundamental aspect of the role of academic staff. The activities involved are not carried out in a vacuum, but rather in accordance with the nature of the institution. Academic staff might reasonably be expected to have an understanding of the culture of the institution in which they operate: the mission and vision of the organisation; the aspirations, the ethos and values. The culture and the ethos of the institution inevitably influence the curriculum.
Menurut Fry (2009:40) Perencanaan pengajaran dan pembelajaran merupakan aspek mendasar dari tenaga kependidikan. Kegiatan yang terlibat tidak dilakukan dalam ruang hampa, tetapi lebih sesuai dengan sifat lembaga. Tenaga kependidikan mungkin diharapkan untuk memiliki pemahaman tentang budaya institusi tempat mereka beroperasi: visi dan misi organisasi; aspirasi, etos dan nilai-nilai. Budaya dan etos dari institusi itu pasti mempengaruhi kurikulum.

2.    Rekrutmen.
Rekrutmen (recruitment) adalah langkah awal dalam pengadaan (procurement) karyawan. Rekrutmen seperti dikemukakan oleh Keith Devis adalah the process of dindong and attracting capable application for employment (Wether dam Davis, 1993: 195) definisi lain adalah recruitment is the process of seeking and attemping to attrack individuals in eksternal labor markets who are capable (Heneman, et.al., 1981: 154). Sejalan dengan kedua definisi tersebut Byars dan Reu (1984:1000) menyebutkan Recruitmet involves seeking in attracting a pool of people from which qualified candidate for job vapanciescan be chosen.
Suryadi (2005:104-105) Dalam  kaitannya dengan sistem pengelolaan guru, termasuk sistem rekruitmen guru dalam era otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, sepatutnya mempertimbangkan empat pihak terkait, yaitu pemerintah, termasuk di dalamnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pihak sekolah itu sendiri sebagai Service providers, pihak LPTK sebagai pemasok guru dan pihak masyarakat termasuk di dalamnya orangtua murid. Hasil studi yang dilakukan oleh World Bank, (1997) mengungkapkan bahwa pengelolaan guru harus berdampak secara positif terhadap sekolah. Oleh karena itu agar sekolah memiliki kinerja yang baik, maka dibutuhkan guru yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan para pengguna, yaitu pemerintah, sekolah,siswa dan orang tua.
Selama sepuluh tahun terakhir, kualifikasi guru terus meningkat, baik karena pendidikan tambahan maupun karena persyaratan untuk penerimaan guru baru ditingkatkan. Misalnya, jika hingga akhir tahuan 1980-an kualifikasi guru SD adalah pendidikan menengah (SPG, SGO, PGA), maka mulai tahun 1990-an ditingkatkan menjadi D-II.
Pendidik atau  kualifikasi akademik minimum calon guru ditentukan sebagai persyaratan guru (minimum requirement for teacher candidate) yang diperlukan pada sebuah Negara. Sebagian Negara mensyaratkan diploma untuk calon guru jenjang pendidikan tertentu,sebagian lagi mensyaratkan sarjana (undergraduate) atau master. Sebagian Negara memisahkan antara pendidikan kualifikasi dengan pendidikan khusus calon guru,sebagian lagi menggabungkan keduanya. Di beberapa Negara, seorang penyandang gelar undergraduate atau master memasuki pendidikan profesi untuk memperoleh sertifikat guru. Di Negara lainnya, guru disiapkan melalui lembaga khusus yang mengkombinasikan pendidikan untuk kulaifikasi dan untuk memperoleh sertifikat guru.
Pertanyaan  tentang  pengetahuan, sikap, perilaku, dan keterampilan apa yang harus dimiliki oleh calon guru banyak mengundang perdebatan. Namun demikian, pada intinya calon guru harus dibekali dengan kemampuan memfasilitasi peserta didik untuk bisa mengakuisisi pengetahuan , mengembangkan sikap dan perilaku peserta didik,serta mampu berperan aktif dalam masyarakat . Karenanya ,secara umum kurikulum pendidikan bagi calon guru dapat dibagi kedalam beberapa ranah.
a.       Pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan filsafat pendidikan,sejarah pendidikan ,psikologi pendidikan,dan sosiologi pendidikan.
b.      Pengetahuan yang berkaitan dengan proses pembelajaran dan evaluasi pendidikan ,serta pengembangan ilmu.
c.       Pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan bidang studi bagi calon guru bidang studi dan kegurukelasan bagi calon guru kelas.
d.      Pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh melalui praktik mengajar dikelas atau bentuk lain dari praktik pendidikan, kegiatannya dapat berupa praktik mengajar ,observasi,magang,dan sebaginya.
Menurut Windsor dan Rowland (2005) dalam (Suryadi,2015:105), melakukan survei terhadap sekelompok administor sekolah mengenai calon guru yang mereka inginkan. Administor sekolah yang disurvei ternyata menghendaki calon guru yang memiliki sifat-sifat spesifik atau keterampilan yang merupakan ciri khas dari seorang guru yang efektif . Karakteristik calon guru yang dikehendaki sebagai berikut ini.
a)      Memiliki kepribadian yang asli, yaitu tulus dan rendah hati setiap saat.
b)      Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, tertulis dan lisan. Guru-guru yang memiliki pola berpikir yang buruk atau berkomunikasi dengan cara yang tidak jelas dengan cepat akan membawa guru itu segera keluar dari lembaganya yang bertugas.
c)      Menjadi pendengar yang baik dan memahami apa yang dikomunikasikan kepadanya.
d)     Memilki sikap yang kooperatif. Calon guru yang dikehendaki adalah individu-individu yang fleksibel dan mudah bekerjasama dengan komunitas sekolah dan masyarakat.
e)      Memiliki pandangan positif pada pengajaran ,pembelajaran ,dan siswa.
f)       Dapat dipercaya dan diandalkan . Guru harus mampu menampilkan peran guru model untuk siswa dan dia sangat unggul dalam bidang ini.
g)      Memahami apa yang dibutuhkan untuk menjadi guru yang efektif .Mereka harus mengetahui tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana guru mampu memfasilitasi proses pembelajaran.
h)      Dapat mengelola siswa didalam dan diluar sekolah .
i)        Memilki sikap ambisius untuk mencapai presatasi dan bekinerja terbaik. Administrator sekolah menghendaki guru yang mampu menjadi pemrakarsa kegiatan dan aneka acara. Guru yang mereka kehendaki adalah yang bisa membuat sesuatu menjadi benar-benar terwujud.
j)        Memiliki keterampilan kepemimpinan,tampil hati-hati dan tidak berperilaku kasar.
k)      Memiliki pemahaman dasar tentang prinsip-prinsip yang berlaku umum di pendidikan psikologi. Calon guru dapat menggunakan dan mengaplikasikan istilah-istilah seperti penguatan , penguasaan, tujuan pembelajaran,dan hasil belajar khususnya ketika berbicara tentang proses belajar.
l)        Memahami materi pelajaran dengan baik dan dapat menyajikannya secara merangsang dan menarik.
m)    Memiliki kemampuan lebih dari satu mata  pelajaran . administrator sekolah menghendaki calon guru yang memiliki kemampuan mengajar untuk lebih dari satu subjek area.Bagi calon guru sekolah dasar ,mereka menghendaki calon guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan mengajar diberbagai tingkat kelas.
n)      Memiliki harapan atas standar pribadi yang tinggi dan profesionalis ,namun tidak menampilkan kekakuan. Bagi mereka , guru yang baik harus memahami realitas siswanya.
o)      Dapat memodifikasi teknik pengajaran untuk mengakomodasi keragaman kemampuan siswa dan gaya belajar mereka yang berbeda.
p)      Dapat menghubungkan kegiatan mengajar dengan tujuan lain dari aneka kegiatan sekolah.
q)      Mampu mengorganisasikan kegiatan bersama guru lainnya. Juga memiliki kemampuan melakukan tindak lanjut atas aneka kegiatan.
r)       Memiliki selera bagus dalam berpakaian. Bagus dalam berdandan akan sangat mengesankan siswa.
s)       Memiliki selera humor yang baik. Tersenyum atau tertawa adalah jarak terpendek diantara dua orang.
t)       Memiliki semangat untuk berkembang sebagai seorang professional. Administrator sekolah menghendaki calon guru yang terbuka dengan ide-ide ,teknik, dan pendekatan baru yang dapat meningkatkan efektivitas kerja guru secara keseluruhan.

3.    Seleksi.
Menurut T. Hani Handoko (1988) dalam (Kompri, 2014: 99-100), mengatakan  bahwa seleksi adalah serangkaian kegiatan yang digunakan untuk memutuskann apakah pelamar diterima atau ditolak. Proses seleksi pegawai dengan bervariasi pada organisasi dengan organisasi lain dan pekerjaan satu dengan pekerjaan lain. Proses ini termasuk pemanduan kebutuhan-kebutuhan kerja pelamar dan organisasi .proses seleksi ini penting karena melalui proses ini akan diperoleh karyawan mempunyai kemampuan yang tepat sesuai dengan yang diperlukan oleh organisasi. Langkah-langkah dalam proses seleksi ini adalah a) penerimaan pendahuluan pelamar, b) tes-tes seleksi, c) wawancara seleksi, d) pemeriksaan referensi-referensi, e) evaluasi medis (tes kesehatan), f) wawancara akhir dan g) keputusan penerimaan .
According to James (2016: 36), Key factors cited by heads of department in judging departmental effectiveness include:
·         Quality of the teaching in the department
·         Extent to which departmental staff work together as a team
·         Commitment/enthusiasm of teaching staff
·         High staff expectations of students
·         Prior attainment of students (at intake to school)
·         The extent to which independent student learning is fostered
·         Examination results.
The first three factors highlighted the significance of consistency and quality of teaching in the department. Similarly, in reviewing the relative school and teacher effects in the literature, consistency in teacher effectiveness in the department  is stressed.
Menurut James (2006:136) Faktor-faktor kunci yang diambil oleh kepala lembaga dalam menilai efektivitas lembaga meliputi:
·         Kualitas pengajaran di lembaga.
·         Seberapa banyak tenaga pendidik yang bekerja sama sebagai satu tim.
·         Komitmen/ antusiasme tenaga pendidik.
·         Ekspektasi tenaga pendidik yang tinggi terhadap siswa.
·         Pencapaian siswa (sebelum masuk sekolah).
·         Sejauh mana pembelajaran siswa secara independen dipupuk.
·         Hasil ujian.
Tiga faktor pertama menyoroti pentingnya konsistensi dan kualitas mengajar di departemen. Demikian juga dalam meninjau sekolah relatif dan dampak bagi guru dalam literatur, konsistensi dalam efektivitas guru di departemen ditekankan.

4.    Place (penempatan)
Penempatan dilakukan untuk melakukan penyesuaian antara kebutuhan sekolah dengan spesifikasi keahlian masing-masing tenaga kependidikan yang diterima di sekolah tersebut. Penempatan (placement), penempatan sumber daya manusia adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan menejer sumber daya manusia untuk menentukan posisi jabatan, lokasi kerjaseorang karyawan untuk melakukan tugas pekerjaan didalam organisai (Sitohang, 2007: 149). Kemudian dilakukan sosialisasi yaitu proses pemahaman sikap, standar, nilai dan pola perilaku yang baru (Siagian, 2000: 9) dengan upaya ini diharapkan memudahkan tenaga kerja baru memahami lingkungan kerja yang ditempatinya. Dalam penempatan, yang perlu diperhatikan adalah kepentingan pegawai baru yang meliputi:
a)    Penghasilan
b)   Jam kerja
c)    Hak cuti
d)   Fasilitas yang disediakan
e)    Pendidikan dan pelatihan
f)    Perihal pensiun
Menururt Purwanto (2014:123-127), pemberian tugas pekerjaan kepada guru merupakan tanggung jawab kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin dan supervisor disekolah yang dipimpinnya harus dapat memperhatikan sistem penempatan guru dalam kelas.
Masalah pemberian  tugas/penempatan guru dalam kelas merupakan masalah  penting dalam rangka supervise yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Kita mengenal sediktnya tiga sistem, yaitu:
1)      Sistem guru kelas
2)      Sistem guru bidang studi
3)      Sistem campuran
Yang dimaksud  dengan sistem guru kelas ialah seperti yang yang lazim berlaku di SD sampai kita sekarang. Setiap guru diserahi satu kelas yang terdiri atas sejumlah murid selama satu tahun atau lebih. Tugas guru tersebut mengajarkan semua mata pelajaran yang berlaku dikelas iitu, masing-masing sesuai dengan tingkat dari kelas satu sampai enam.
Yang dimaksud  dengan  sistem guru bidang studi ialah seperti yang biasa berlaku di SMTP dan SMTA kita sekarang. Setiap guru mengajarkan di beberapa kelas ,mata pelajaran yang sesuai dengan keahliannnya seperti tercantum didalam ijazah keguruannya.
Sedangkan sistem campuran  ialah gabungan dari kedua sistem tersebut diatas. Didalam suatu sekolah yang menggunakan sistem campuran terdapat:
·         Guru-guru yang diserahi kelas, tetapi ada pula beberapa guru yang mengajarkan mata pelajaran tertentu ditiap kelas.
·         Guru-guru yang diserahi kelas, pada jam-jam pelajaran tertentu mengajarkan mata pelajaran yang sesuai dengan keahlian /hobinya dikelas lain.
Ketiga sistem tersebut masing-masing ada kebaikan dan keburukannya.
a)   Sistem guru kela
Kebaikannya:
         Guru dapat mengenal lebih mendalam individu-individu murid masing-masing :wataknya,bakatnya,tingkah lakunya,tingkat intelegensinya, kelambatan/kecepatan daya tangkapya,cara belajranya, dan sebagainya.
         Itu semua dapat memudahkan guru dalam memberikan peljaran dan cara mengevaluasi yang lbih objektif.
         Guru terpaksa belajar menguasai semua mata pelajaran yang diberikan dikelas itu.
Keburukannya :
         Tidak semua guru menyukai semua mata pelajaran ,tentu ada beberapa mata pelajaran yang tidak disukainya.
         Guru setiap hari menghadapi kelas/murid-murid yang itu-itu saja ,memungkinkan dia menjadi bosan.
         Jika itu bertahun-tahun memegang satu tingkat kelas ,dapat mengakibatkan pengetahuan guru itu statis.
b)   Sistem guru bidang studi
Kebaikannya :
         Cara mengajar dan hasil belajar dapat lebih baik karena dipegang /diberikan oleh guru-guru yang menguasai haknya.
         Guru tidak lekas bosan mengajar karena selalu berganti kelsa dan murid-muridnya .
         Memungkinkan guru memperdalam haknya lebih baik,menjurus kepada hobi dan keahliannya.
Kekurangannya :
         Guru kurang dapat mengenal dengan baik pribadi individu masing-masing anak sehingga dia kurang dapat menyesuaikan pelajarannya dengan kemampuan anak masing-masing.
         Pekerjaan koreksi guru itu terlalu banyak sehingga memungkinkan penilaian yang tidak objektif .
         Jika guru orang yang statis ,dapat menyebabkan guru mengajar secara konservatif-tradsonal ,tidak mengikuti perkembangan masyarakat.

c)   Sistem campuran
Melihat kebaikan dan keburukan tersebut diatas ,kita dapat mengatakan sistem campuran lebih baik .Tetapi ,kita mengetahui bahwa kecocokan kedua sistem itu berbeda-beda: sistem guru kelas lebih baik untuk SD ,sistem guru hak lebih baik untuk SL.
Kami berpendapat sebagai berikut:
a)      Sistem guru bidang studi tetap dipertahankan di SLP dan SLA . Dan untuk mengatasi keburukan-keburukannya ,perlulah disekolah itu dibentuk petugas bimbingan yang terdiri atas konselor-konselor yang benar-benar memiliki keahlian dan mempunyai kemauan bekerja yang baik.
b)      Untuk di SD ,disamping sistem guru kelas diadakan pula sistem campuran. Pertimbangan kami ialah karena tidak semua mata pelajarn disukai oleh guru , dan ada mata pelajaran yang memerlukan keahlian atau bakat tertentu ,seperti menggambar ,olahraga, dsb.
Cara memilih dan menempatkan guru dalam kelas
a.       Penempatan guru-guru SMTP/SMTA
Kami berpendapat bahwa sistem guru bidang studi tetap dipergunakan di SMTP/SMTA . Akan tetapi ,dalam pelaksanaan praktek sehari-hari ,kita dapat meihat cara penempatan dan pembagian tugas yang masih kurang sesuai dengan yang seharusnya.Banyak SMTP maupun SMTA yang mengadakan pembagian mengajar kepada guru-guru hanya berdasarkan “keadilan” dalam banyaknya jumlah pelajaran. Setiap guru disekolah itu diusahakan agar jumlah jam pelajarannya dalam seminggu rata-rata sama atau hampir sama dengan guru-guru lain.
Yang menjadi dasar pertimbangan dalam pembagian tugas itu hanyalah “pembagian rezeki” yang adil bagi semua guru .(ini akibat dari adanya tunjangan BP3 yang selalu berdasrkan atas banyaknya jam pelajaran yang dipegang oleh guru masing-masing).
Akibat dari padanya dapat kita lihat:
§  Guru tidak menguasai bahan yang diajarkan.
§  Persiapan guru tidak teratur (tidak sempat membuat persiapan).
§  Cara mengajar yang semaunya saja.
§  Kebencian dan kebosanan belajar pada murid-murid.
§  Tidak adanya kontinuitas bahan pelajaran dari kelas satu kekelas berikutnya.
§  Mutu pelajaran yang makin merosot.
§  Kurikulum sekolah tidak tercapai.
Untuk menghindari jangan sampai terjadi hal-hal yang demikian,maka dalam penempatan tugas dan pembagian tugas guru-guru di SMTP dan SMTA perlu diperhatikan:
§  Setiap guru memegang hak sesuai dengan  ijazah atau keahliannya masing-masing.
§  Untuk kelas-kelas tertinggi perlu dipilih guru-guru yang berpengalaman.
§  Untuk bidang studi yang tidak ada gunanya ,dapat diserahkan kepada guru yang mempunyai hobi pada hak tersebut (sebelum guru hak yang bersangkutan dapat diusahakan).
Pembagian tugas wali kelas:
Karena disekolah lanjutan tidak menggunakan sistem guru kelas, maka untuk lebih membantu kepala sekolah dalam usahanya mengawasi kelas dan memperhatikan individu-individu anak masing-masing ,perlulah dibentuk wali-wali kelas.
Pembagian tugas wali kelas sebaiknya didasarkan atas pertimbangan:
a)      Banyaknya jam pelajaran yang diajarkan guru kelas itu
b)      Kewajiban guru terhadap kelas itu ,dan
c)      Sedapat mungkin guru tetap di sekolah itu.
Tugas wali kelas harus jelas (dibuat peraturan yang terinci).
5.     Penampilan dan Penilaian Kerja
Penampilan kerja sangat dibutuhkan oleh guru dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Penampilan kerja yang standar adalah penampilan kerja yang memenuhi standar baku penetapan kualifikasi guru yang telah dibuat oleh sekolah. Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkrit dapat diamati dan dapat diukur.
Penilaian kerja menurut Castetter (1981) merupakan salah satu proses manajemen sumber daya manusia, dimana setiap proses tersebut mempunyai kaitan yang saling menunjang yaitu perencanaan, penyeleksian, penempatan, penilaian kinerja dan pengembangan, kompensasi dan penawaran kolektif. Ruang lingkup penilaian kinerja meliputi siapa yang dinilai, siapa yang menilai, dan apa yang dinilai, dan cara penilaian.
According OECD (2009: 199) For each aspect of teachers’ work, the same model is estimated to examine the relation with principals’ management styles. The model statistically controls for a number of teachers’ professional and personal characteristics: gender, level of experience as a teacher, educational training, permanency of their teaching position, number of hours they teach, how many schools they teach in, and how much administrative work they undertake. Estimated for each country, this basic statistical model represents the main components of the teacher’s professional background and summary conditions of their position within their school.
Menurut  OECD (2009: 199) Untuk setiap aspek pekerjaan guru, model yang sama diperkirakan untuk memeriksa hubungan dengan gaya manajemen kepala sekolah. Model ini secara statistik mengontrol sejumlah karakteristik profesional dankepribadian guru: jenis kelamin,tingkat pengalaman sebagai guru, pelatihan pendidikan, kesesuaian posisi mengajar mereka, jumlah jammereka mengajar, berapa banyak sekolah yang mereka ajar, dan berapa banyak pekerjaan administratif yang mereka lakukan. Diperkirakan untuksetiap negara, model statistik dasar ini mewakili komponen utama latar belakang profesionalisme gurudan ringkasan kondisi posisi mereka di sekolah mereka.

6.    Pelatihan dan Pengembangan
Pengembangan  SDM adalah proses sepanjang hayat yang meliputi berbagai bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan. Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberikan manfaat pada lembaga berupa produktifitas, moral, efisiensi kerja, stabilitas, serta fleksibilitas lembaga dalam mengidentifikasi lingkungan baik dari dalam maupun dalam dari luar lembaga yang bersangkutan.
Program pelatihan (training) bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan untuk menyiapkan pegawainya siap memangku jabatan tertentu di masa yang akan datang. Pengembangan bersifat lebih luas karena menyangkut banyak aspek, seperti peningkatan dalam keilmuan. Program latihan dan pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi “gap” antara kecakapan guru dengan permintaan jabatan, selain itu juga untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja tenaga kependidikan dalam mencapai sasaran kerja. Untuk melaksanakan program pelatihan dan pengembangan manajemen hendaknya melakukan analisis belajar tentang kebutuhan, tujuan, sasaran, serta isi dan prinsip belajar terlebih dahulu agar pelaksanaan program pelatihan tidaklah sia-sia.
According to Aitken (2011: 355) The school had experienced ongoing and significant changes at management level over a seven year period, with five different Principals and seven different Deputy Principals. Each new managerial combination brought its own different style of leadership and transitional difficulties. Adapting to such significant and ongoing change in the short time-span involved, proved both challenging and destabilising for teachers. The findings in this study also support those of Flores (2006), who found that how teachers perceive a school culture and leadership can affect the ways in which they learn and develop over time, particularly if they perceive the culture as negative. In line with research by both Hargreaves (1994) and Fullan (2001), this study suggests that cultures of collaboration are most supportive of teachers’ development and morale.
Menurut Aitken (2011: 355) Sekolah yang telah mengalami perubahan  berkelanjutan dan signifikan di tingkat manajemen selama periode tujuh tahun, dengan lima Kepala Sekolah yang berbeda dan tujuh Wakil Kepala Sekolah yang berbeda. Setiap kombinasi manajerial baru membawa gaya kepemimpinan dan kesulitan transisionalnya yang berbeda. Beradaptasi dengan perubahan yang signifikan dan berkelanjutan dalam rentang waktu singkat yang terlibat, terbukti menantang dan tidak stabil bagi para guru. Temuan dalam penelitian ini juga mendukung Flores (2006), yang menemukan bahwa bagaimana guru merasakan budaya dan kepemimpinan sekolah dapat mempengaruhi cara mereka belajar dan berkembang dari waktu ke waktu, terutama jika mereka menganggap budaya sebagai negatif. Sejalan dengan penelitian oleh Hargreaves (1994) dan Fullan (2001), penelitian ini menunjukkan bahwa budaya kolaborasi sangat mendukung pengembangan dan moral guru.
According to European Commission (2014:27) Strategic vision and leadership is needed to address these perceptions and to more fully engage staff  in the potential offered by new modes of learning and teaching. Institutional leaders need to consistently communicate the expectation that all staff  - while recognising the scope for doing so will differ across disciplines - must become more active, skilled and experienced in using new, innovative pedagogical tools and provide the support they need to meet that expectation. Institutional strategies should set out a coherent framework for the development of new modes of delivery as part of an institution’s offering, the embedding of innovative technologies and pedagogies in curricula, and the provision of appropriate training for academic staff  and students.
Menurut European Commission (2014:127) Visi dan kepemimpinan strategis diperlukan untuk mengatasi persepsi dan hal ini lebih banyak melibatkan staf dalam potensi yang ditawarkan oleh mode pembelajaran dan pengajaran baru. Pemimpin lembaga/institusi harus secara konsisten mengkomunikasikan harapan bahwa semua staf –sementara mengakui ruang lingkup untuk melakukannya akan berbeda di seluruh disiplin ilmu- harus menjadi lebih aktif, terampil, dan berpengalaman dalam menggunakan pedagogi baru yang inovatif dan memberikan dukungan yang mereka butuhkan untuk memenuhi harapan itu. Strategi kelembagaan harus menetapkan kerangka koheren untuk pengembangan mode pentransferan baru sebagai bagian daripelembagaan lembaga, penyertaan teknologi inovatif dan pedagogi kurikulum, dan penyediaan pelatihan yang sesuai untuk tenaga kependidikan dan siswa.

7.    Kompensasi
Kompensasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang diterima guru sebagai balas jasa untuk kerja mereka (Umar, 2000: 16) informasi dalam kompensasi, sistem menyediakan untuk anggota adalah dibutuhkan untuk semua tujuan, menambah informasi untuk daftar gaji, penghitung, penyeleksian dan pelaporan rekaman.Salah satu mereka untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja para tenaga kependidikan adalah melalui kompensasi.

8.    Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja perlu terus dibina agar dapat meningkatkan kualitas keselamatan kerja guru. Jaminan keselamatan kerja, jaminan personil merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sebuah organisasi baik yang bersifat moral maupun fisik. Tentunya dalam hal ini keterkaitan dengan kinerja seorang personil dalam sebuah organisasi, sebab kalau seorang manajemen tidak memperhatikan jaminan jaminan personilnya maka akan mengurangi kinerja bagi personil dalam melakukan tugasnya.

9.    Pengembangan karier
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia tersebut menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional. Mengembangkan profesi guru bukan sesuatu yang mudah. Hal ini disebabkan banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Oleh karena itu pencermatan lingkungan dimana pengembangan itu dilakukan menjadi penting, terutama bila faktor tersebut dapat menghalangi upaya pengembangan profesi guru (Mustofa, 2017: 81).

10.  Kelanjutan (pensiun)
Akhir dari karier seorang guru adalah memasuki masa pensiun, dimana kondisi tenaga kependidikan yang tidak bekerja lagi, namun mendapat kompensasi dari pemerintah sebagai hasil kerjanya dalam mengabdi di institusi pendidikan. Pelayanan berkelanjutan/pensiun, pensiunan merupakan suatu peristiwa penting dalammkehidupan seseorang, dan organisai mempunyai tanggung jawab utama dalam memudahkan peralihan dari suatu tahap kepada tahap yang lain. Menurut Filippo pensiun saat ini merupakan suatu peran tanpa peran, pensiun memaksa suatu peningkatan dalam ruang lingkup pengambilan keputusan tentang kehidupan pribadi seseorang (Edwin, 1992: 283).

2)      Konselor
a.        Pengertian Bimbingan Konseling
             Bimbingan adalah  proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan. Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya (Soetjipto, 2009: 62-63).
        Menurut Nursalim (2013:15-18),  kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam  memilih strategi konseling adalah sebagai berikut:
1.      Pilihan konselor
Konselor yang baik adalah seseorang yang menguasai beberapa ketrampilan/strategi, dan yang siap menerapkan strategi tersebut utuk memenuhi kebutuhan konseli yang berbeda-beda.
2.      Dokumentasi strategi
Telah tersedia bermacam-macam data hasil penelitian tentang strategi konseling. Data ini dapat membantu menentukan strategi mana yang telah berhasil mengatasi brmacam-macam problem konseli.
3.      Faktor lingkungan
Faktor-faktor dalam lingkungan konseling dapat berpengaruh apakah suatu strategi praktis atau tidak. Hal ini meliputi waktu, biaya, peralatan, peranan orang-orang penting lainnya dan adanya lingkungan alam yang mendukung.


4.      Sifat problem dan reaksi konseling
Konselor bertanggung jawab untuk memberikan keputusan yang didasarkan pada penilaian masalah konseli. Strategi hendaknya mencerminkan sifat masalah konseli. Tentu saja hal ini memerlukan penilaian problem secara menyeluruh dan perumusan problem dan tujuan dari strategi tertentu.
5.      Tujuan yang diinginkan
Pilihan strategi juga bergantung pada tujuankonseli. Permasalahan yang berkaitan dengan pemilihan biasanya paling baik digunakan strategi pengambilan keputusan, dan penyelesaian konflik, bermain peran, atau peran balik.
6.      Pilihan konseling
Pemilihan strategi konseling yang baik merupakan hasil keputusan bersama antara konselor dan konseli. Keliru apabila konselor memilih strategi dengan mengabaikan masukan dari konseli. Upaya untuk menyesuaikan dengan harapan dan keinginan konseli sering kali menghasilkan terapi yang lebih positif.
b.      Kompetensi Guru Bimbingan Konseling (Konselor)
Menurut Gusfar (2013: 162-163) Kompetensi  Guru BK/Konselor  meliputi tujuh hal yaitu:
1)      Menguasai ilmu pengetahuan pada bidang yang ditekuni
2)      Menguasai teknologi pada bidang yang ditekuni
3)      Mampu  berpikir logis
4)      Mampu  berpikir analitik
5)      Mampu  berkomunikasi secara lisan dan  tulisan
6)      Mampu  bekerja mandiri
7)      Bekerja dalam  tim kerja

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik Kompetensi Konselor(SKAKK) menyatakan bahwa kompetensi professional meliputi:
1.      Memahami secara mendalam konseli yang dilayani
2.      Menguasai landasan dan kerangka teoritik bimbingan dan konseling
3.      Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan; dan
4.      Mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan
c.       Tahapan  Pengelolaan Tenaga Pendidik
Menurut Samsuardi (2016: 132-136), manajemen perencanaan tenaga pendidik dalam hal ini berkaitan dengan perencanaan. Rekrutmen dan seleksi berkaitan dengan hal-hal tertentu dengan berbagai aspek mengenai kebijakan program pembinaan dan penilaian kinerja, serta sasaran dalam kegiatan pembinaan dan penilaian kinerja tenaga pendidik. Sedangkan kompensasi tenaga pendidik berhubungan dengan aspek-aspek tertentu mengenai kebijakan, dasar dan prosedur serta sasaran pokok program kompensasi. Apabila kesemuan proses tersebut dilakukan dengan baik maka akan menghasilkan tenaga pendidik profesional yang secara langsung maupun tidak langsung menunjukan baik tidaknya pola manajemen tenaga pendidik yang dilakukan. 
1.      Perencanaan
Perencanaan merupakan tindakan awal dalam aktivitas manajerial pada setiap organisasi. Karena itu perencana terhadap kualifikasi kompetensi guru dalam sebuah kelembagaan menjadi sesuatu hal yang penting yang akan menentukan adanya perbedaan kinerja satu organisasi dengan organisasi lain dalam pelaksanaan rencana untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan rekruitmen guru merupakan suatu cara dalam melakukan peningkatan dini bagi calon guru dengan terlebih dahulu harus mempersiapkan diri dengan berbagai kompetensi yang memadai sehingga mau diterima di sekolah tersebut. Oleh karenanya, rekruitmen merupakan suatu hal yang penting dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak untuk mendapatkan sumber daya pendidikan yang potensial dalam sebuah kelembagaan pendidikan.
2.      Pengembangan 
Sehubungan dengan pengembangan kompetensi pedagogik guru, peran kepala sekolah dapat diupayakan melalui penyelenggaraan berbagai program kegiatan sebagai berikut:
a.       Pemberdayaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Program MGMP merupakan salah satu program pengembangan kompetensi guru yang cukup efektif bagi peningkatan kualitas guru mengelola pembelajaran sehingga menjadi tenaga pengajar yang betul-betul profesional.
b.      Memotivasi guru Mengikuti Kursus Kependidikan
Program kursus kependidikan bertujuan penting agar guru dapat mengikuti kursus yang berkaitan dengan spesialisasi keahliannya masing-masing demi peningkatan kompetensi pedagogiknya ke arah yang lebih baik.
c.       Memotivasi Guru Untuk Ikut Sertifikasi
Program sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakan guru melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.23Maka dengan itu, upaya memotivasi guru ikut sertifikasi menjadi tanggung jawab kepala sekolah selaku pemimpin tertinggi di sekolah yang harus mengelola sumber daya sekolah, termasuk dengan melakukan pengembangan dan pemberdayaan personil.
d.      Mengadakan Lokakarya (Workshop)
Workshop pendidikan adalah suatu kegiatan belajar kelompok yang terdiri dari petugaspetugas pendidikan yang memecahkan problema yang dihadapi melalui percakapan dan bekerja secara kelompok maupun bersifat perorangan. Masalah yang dibahas muncul dari peserta sendiri, metode pemecahan masalah dengan cara musyawarah dan penyelidikan.
e.       Mengadakan Penataran Guru
Adapun bentuk penyelenggaraan penataran dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1) Sekolah yang bersangkutan mengadakan penataran sendiri dengan menyewa tutor (penatar) yang dianggap profesional dan dapat memenuhi kebutuhan. 2) Sekolah bekerja sama dengan sekolah-sekolah lain atau lembaga-lembaga lain yang sama-sama membutuhkan penataran sebagai upaya peningkatan kompetensi tenaga kependidikannya. 3) Sekolah mengirimkan atau mengutus para guru untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh sekolah lain, atau lembaga departemen yang membawahi
f.       Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah
Supervisi mempunyai pengertian luas yang merupakan usaha memberikan layanan kepada guru-guru baik secara individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dalam peningkatan mutu pendidikan. Sebagai supervisor, kepala sekolah diharuskan melakukan upaya pengawasan serta pengarahan bagi guru untuk dapat meningkatkan profesionalitasnya dalam mengajar di sekolah.
g.      Mengadakan Rapat Sekolah 
Rapat sekolah merupakan pertemuan yang cukup penting untuk mendiskusikan berbagai hal, termasuk dalam memecahkan masalah yang dihadapi guru untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar.  Rapat guru dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas guru dalam mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik. Salah satu bentuk rapat guru yang dilaksanakan oleh kepala sekolah ialah konferensi atau musyawarah yang bertujuan untuk membimbing guru-guru agar lebih efektif dalam perbaikan pengajaran di sekolah.
3.      Kompensasi, Penilaian dan Pemberhentian Tenaga Pendidik 
Kompensasi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Disebutkan dalam Undang-Undang pasal 32 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 ditegaskan bahwa untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil. Usaha kesejahteraan tersebut meliputi program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi pendidikan bagi putra-putri Pegawai Negeri Sipil. Setiap pekerja yang telah memberi atau mengorbankan tenaga dan pikirannya pada suatu perusahaan, maka pemberian kompensasi menjadi sesuatu yang layak diberikan dalam mendorong karyawan supaya bekerja lebih giat serta lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan kepadanya. Jadi dapat dikatakan bahwa kompensasi akan mempengaruhi performance karyawan pada suatu lembaga perusahaan. Ada beberapa metode yang dapat diterapkan sebagai dasar dalam memberikan kompensasi di antaranya: (a) waktu, dimana pegawai dibayar berdasarkan waktu yang telah dilaksanakan dalam pekerjaannya, (b) produktivitas, yaitu pemberian kompensasi berdasarkan jumlah pekerjaan yang telah dihasilkannya, (c) metode kombinasi, dimana tenaga pendidik dibayar dengan car mengkombinasikan kedua metode di atas, misalnya selain gaji yang diterima juga ditambah beberapa jenis insentif lain.


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 35 ayat 1 Tenaga Kependidikan pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.
1)      Laboran
Laboran adalah tenaga laboratorium yang membantu kepala laboratorium terutama dalam mengelola bahan-bahan dan peralatan, dan melayani kegiatan praktikum.
Setiap laboratorium, khususnya laboratorium IPA di suatu sekolah hendaknya dikelola oleh seorang guru pengelola yang dibantu oleh seorang laboran, yang bertugas sebagai penanggung jawab kepada kepala sekolah, sedangkan laboran harus bertanggung jawab kepada guru pengelola laboratorium.Pengelola  laboratorium  sains ini harus dikelola oleh guru yang berkompeten dalam bidangnya.Pengelolaan laboratorium ini dapat diserahkan kepada seorang guru bidang studi tertentu yang sesuai dengan bidang studi yang dipelajari dalam laboratorium tersebut.Misalnya, laboratorium fisika harus dikelola oleh guru yang berkompeten di dalam bidangnya. Guru pengelola laboratorium hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam hal inventarisasi alat/bahan.  Selain itu, pengelola laboratorium harus mempunyai pengetahuan tentang disiplin kerja, kebersihan laboratorium, keselamatan kerja, pengaturan jadwal, manfaat setiap alat/bahan (Lestari, dkk, 2017: 18).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah telah menetapkan kompetensi dan subkompetensi bagi Kepala Laboratorium, Teknisi Laboratorium, dan Laboran Laboratorium Sekolah/Madrasah. Empat kompetensi utama yang harus dipenuhi sebagai seorang laboran atau teknisi sebagaimana yang tercantum dalam Permen tersebut adalah: 1) Kompetensi Kepribadian, 2) Kompetensi Sosial, 3) Kompetensi Administratif, 4) Kompetensi Profesional. Mengingat hal tersebut maka kompentensi tenaga laboratorium perlu ditingkatkan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi antara lain melalui pelatihan-pelatihan sebagai wahana peningkatan wawasan dan skill tenaga laboratorium sekolah/madrasah (Susilo, 2018:128-129).
Menurut Ismaya (2015: 117-120) Dimensi Kegiatan Pengelolaan Tenaga Pendidikan,yaitu:
1.      Perencanaan Tenaga Kependidikan
Perencanaan Tenaga Kependidikan merupakan suatu proses yang sistematis dan rasional untuk memberikan jaminan bahwa penetapan jumlah dan kualitas tenaga kependidikan dalam berbagai formasi dan dalam jangka waktu tertentu benar-benar representatif dapat menuntaskan tugas-tugas organisasi pendidikan.
Menurut Fadhilah, dkk (2014: 375) Pengukuran Beban Kerja Waktu Teknisi Laboratorium : Pada tahapan ini dilakukan penyusunan uraian pekerjaan yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara kepada teknisi.Uraian pekerjaan tersebut digunakan untuk membuat rancangan kuesioner pengukuran beban kerja waktu yang berisikan waktu pengerjaan, jumlah pekerjaan, kategori pekerjaan dan catatan tambahan.
Hasil pengisian kuesioner tersebut diolah untuk mendapatkan total waktu pengerjaannya. Contoh Perhitungan: 
Total waktu pekerjaan    = Waktu Pekerjaan × Jumlah Pekerjaan
                                        = 30 menit × 2
                                        = 60 menit
Setelah dilakukan pengukuran beban kerja waktu, tahapan selanjutnya adalah menghitung rekapitulasi perhitungan  total waktu unttuk setiap kategori untuk menghasilkan total kebutuhan waktu kerja/hari.
Contoh Perhitungan:
a.       Total kebutuhan waktu untuk  kategori tahunan
b.      Total kebutuhan waktu kerja/ hari
          Jumlah dari kegiatan jam/harian + tahunan = 1.1 + 5.35 = 6.45 
jam/hari .Perhitungan Jumlah Teknisi Laboratorium :Pada tahapan ini dilakukan perhitungan jumlah teknisi laboratorium berdasarkan hasil pengukuran beban kerja waktu.rekapitulasi ini berisikan jumlah teknisi yang tersedia sebelum dilakukan pengukuran beban kerja waktu dan jumlah teknisi yang dibutuhkan setelah dilakukan pengukuran beban kerja.
Menurut Arsi (2012: 527), Pendekatan Tugas per Jabatan (Sesuai dengan KEP/75/M.PAN/7/2004)  Pada perhitungan dengan metode ini, dicari terlebih dahulu waktu kerja dan jam kerja efektif karyawan [2]. Barulah dihitung waktu penyelesaian setiap tugas untuk setiap jabatan.Perhitungan jumlah karyawan yang dibutuhkan dicari seperti pada rumus “(1)”.
                …(1)

2.      Perekrutan Tenaga Kependidikan
Terdapat beberapa langkah penting dalam proses perekrutan sebagai kelanjutan perencanaan tenaga kependidikan ini.
a)      Menyebarluaskan pengumuman tentang kebutuhan tenaga kependidikan dalam berbagai jenis dan kualifikasinya sebagaimana proses perencanaan yang telah ditetapkan.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah, Kualifikasi laboran sekolah/madrasah adalah sebagai berikut:
1)      Minimal lulusan program diploma satu (D1) yang relevan dengan jenis laboratorium, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah;
2)      Memiliki sertifikat laboran sekolah/madrasah dari perguruan tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah.
b)      Membuka pendaftaran bagi pelamar atau sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan baik persyaratan-persyaratan administrasi maupun persyaratan-persyaratan akademis.
c)      Menyelenggarakan pengujian berdasarkan standar seleksi dan dengan menggunakan teknik-teknik seleksi atau cara-cara tertentu yang dibutuhkan. Standar seleksi, misalnya: (a) umur, (b) kesehatan fisik (c) pendidikan (d) pengalaman (e) tujuan-tujuan (f) perangai (g) pengetahuan umum  (h) keterampilan komunikasi (i) motivasi (j) minat (k) sikap dan nilai-nilai (l) kesehatan mental (m) kepantasan bekerja dunia pendidikan, dan (n) faktor-faktor lain yang diterapkan.
3.      Menetapkan Calon yang Dapat Diterima
Penetapan atas calon-calon yang diterima ini dapat diputuskan oleh atasan langsung atau oleh bagian personal/kepegawaian.Keputusan ini merupakan akhir dari kegiatan penyelenggara seleksi.Artinya, tenaga-tenaga kependidikan yang baru diterima itu merupakan tenaga-tenaga yang paling baik menurut standar seleksi yang ditetapkan.
Penugasan merupakan tindakan pemberian tugas tanggung jawab kepada seseorang (tenaga pendidik) sesuai dengan kemampuannya, yaitu kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan dengan mutu yang paling diharapkan.
4.      Perencanaan/Pengembangan Tenaga Kependidikan
Zunuwanas,dkk (2012: 62)According to Elizabeth (1995), service quality begins from the top (management) by their dedication.  The Management should also provide ongoing advice and training to clients and staff in conducting customer relations. Training should be implemented at various levels /methods of management training, leadership, teamwork training, personality training. This is useful in linking supervisors, lecturers, lab supervisors, technicians and students together to understand the roles of each other within the organization.
Zunuwanas,dkk (2012: 62)Menurut Elizabeth (1995) kualitas layanan dimulai dari atas (manajemen) oleh dedikasi mereka. Manajemen juga harus memberikan saran dan pelatihan berkelanjutan kepada klien dan staf dalam melakukan hubungan pelanggan. Pelatihan harus dilaksanakan di berbagai tingkat / metode pelatihan manajemen, kepemimpinan, pelatihan kerja tim, pelatihan kepribadian. Ini berguna dalam menghubungkan pengawas, dosen, pengawas laboratorium, teknisi dan siswa bersama-sama untuk memahami peran satu sama lain dalam organisasi.
Susilo (2018:131) Adapun pelatihan keterampilan yang akan diberikan kepada tenaga laboratorium sekolah antara lain :
a.       Pengetahuan kompetensi bagi kepala laboratorium, teknisi dan laboran
b.      Pengelolaan laboratorium (management plan), mencakup langkah-langkah perencanaan, pengaturan, pemeliharaan, pengadministrasian, penganggaran dan keselamatan laboratorium
c.       Pelatihan ketrampilan (life skill), memberikan ketrampilan kepada tenaga laboratorium dan guru yang mencakup pembuatan preparat, percobaan beberapa praktikum biologi di sekolah, perawatan dan service mikroskop.
Menurut Suseno (2017: 78-84), banyak program pelatihan yang diikuti oleh pendidik maupun tenaga kependidikan tidak terimplementasi di sekolah. Hal ini disebabkan oleh beberapa aspek, antara lain: aspek individu  peserta diklat yang tidak memiliki niat dan motivasi untuk bekerja lebih baik, aspek manajemen sekolah yang kurang memfasilitasi penerapan hasil diklat, serta aspek materi diklat yang terkadang tidak didasarkan atas kebutuhan sekolah.
Program ini meliputi tiga tahap, yaitu: Tahap pertama, dilakukan Bimtek tenaga laboratorium yang meliputi aspek managemen, administrasi alat dan bahan praktikum, serta penyusunan program praktikum . Tahap kedua, workshop dan pendampingan dalam menyusun manual pengelolaan laboratorium, melakukan inventaris alat dan bahan secara online dan beberapa standar operasional prosedur (SOP) kegiatan laboratorium fisika, serta Tahap ketiga dilakukan uji coba penggunaan laboratorium fisika berdasarkan SOP yang telah dikembangkan pada tahap kedua. 
5.      Penilaian Tenaga Kependidikan
Berdasarkan Panduan Kerja Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah (2017:31-39) Terdapat tiga komponen penilaian kinerja tenaga laboratorium sekolah/madrasah, yakni sebagai berikut:
a.       Penilaian input , yaitu kemampuan atau kompetensi yang dimiliki dalam melakukan pekerjaannya. Orientasi penilaian input difokuskan pada karakteristik individu sebagai objek penilaian, dalam hal ini adalah komitmen tenaga laboratorium sekolah  terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Komitmen tersebut merupakan refleksi dari kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial tenaga laboratorium sekolah.
b.      Penilaian proses, yaitu penilaian terhadap prosedur pelaksanaan pekerjaan. Orientasi pada penilaian proses difokuskan kepada perilaku tenaga laboratorium sekolah  dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawabnya
c.       Penilaian output , yaitu penilaian terhadap hasil kerja yang dicapai dari pelaksanaan tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawabnya. Orientasi pada output dilihat dari perubahan kinerja tenaga laboratorium sekolah.
Prosedur dan Waktu Pelaksanaan Penilaian Kinerja TLS/M
a.       Waktu pelaksanaan Penilaian kinerja TLS/M dilakukan pada akhir rentang waktu dua semester setelah melaksanakan pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagaimana telah direncanakan. Penilaian kinerja TLS/M ini harus dilaksanakan dalam waktu 4--6 minggu di akhir rentang waktu dua semester. Khusus untuk PLP, hasil penilaian kinerja ini digunakan sebagai dasar usulan penetapan angka kredit tahunan TLS/M kepada tim penilai angka kredit. 
b.   Ketentuan penilaian kinerja Penilaian kinerja TLS/M dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut.
1)   Penilaian kinerja tugas tambahan dihadiri oleh TLS/M yang dinilai dan tim penilai.
2)   Penilaian dilaksanakan di sekolah/madrasah tempat TLS/M yang bersangkutan bertugas.
3)   Penilaian diawali dengan pemaparan laporan kinerja oleh TLS/M yang dinilai. Pemaparan difokuskan pada tugas utama/subunsur tugas utama disertai bukti-bukti yang relevan.
4)   Penilai dapat melakukan konfirmasi dan meminta penjelasan ataslaporan kinerja tertulis atau lisan yang disampaikan oleh TLS/M yang dinilai.
5)   Penilai melakukan pengamatan dan pencatatan bukti-bukti lain yang ada di lingkungan sekolah/madrasah yang belum atau tidak dapat disertakan dalam laporan tertulis. Bukti-bukti ini dapat diidentifikasi melalui pengamatan terhadap kondisi fisik yang ada di lingkungan sekolah/madrasah atau meminta informasi dari orang-orang yang relevan yang ada di lingkungan sekolah/madrasah, seperti guru, karyawan sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah atau peserta didik. 
6)  Penilai melakukan penilaian terhadap setiap tugas utama penilaian berdasarkan paparan laporan kinerja dan hasil pengamatan kelengkapan dan keabsahan bukti-bukti yang dikumpulkan oleh TLS/M dengan tugas tambahan yang dinilai.
6.   Kompensasi bagi Tenaga Kependidikan
Menurut Widodo (2015:155-168), kompensasi dapat berbentuk finansial dan bukan finansial. Yang berbentuk finansial ada yang bersifat langsung seperti upah, gaji, komisi, dan bonus yang bersifat tidak langsung misalnya: asuransi kesehatan hidup, kecelakaan, tunjangan sosial seperti dana pensiun, tunjangan keselamatan sosial; kompensasi karyawan berupa beasiswa, pelayanan pekerja; tunjangan pembayaran waktu tidak hadir seperti cuti, liburan, sakit, istirahat, dan sebagainya.
Kompensasi yang berbentuk bukan finansial, dalam bentuk pekerjaan misalnya, pemberian tugas-tugas yang menarik, menantang, penuh tanggung jawab, peluang untuk dikenal, dan peluang untuk berkembang.
Di samping kompensasi berupa gaji dan upah ada pula tunjangan-tunjangan.  Macam-macam tunjangan dapat berupa: tunjangan keselamatan, tunjangan pada waktu tidak bekerja, bonus atau  hadiah, dan program pelayanan.Tunjangan keselamatan dapat berupa asuransi kecelakaan, asuransi kematian, asuransi kesehatan, dana pensiunan, tunjangan kredit rumah dan sebagainya.
Tunjangan pada waktu  tidak bekerja adalah seperti: dukungan uang untuk liburan, dalam keadaan sakit, cuti hamil, cuti melahirkan, tugas-tugas negara, dan lain-lain.
Bonus dan hadiah adalah seperti: hadiah lebaran, natal dan tahun baru, hadiah ulang tahun. lembur, dan lain-lain.

7.    Pemberhentian Tenaga Kependidikan
Pemberhentian tenaga kependidikan merupakan proses yang membuat seseorang tidak dapat lagi melaksanakan tugas pekerjaan atau fungsi jabatannya, baik untuk sementara waktu maupun untuk selama-lamanya.
Proses pemberhentian ini sebenarnya terkait erat dengan penghargaan terhadap eksistensi tenaga kependidikan dalam ikut mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Dengan kata lain, organisasi memerhatikan aspek ketika individu sudah tidak dapat bekerja lagi karena berbagai alasan. Setelah pemberhentian dapat diikuti dengan pemberian pesangon atau uang pensiun sesuai ketentuan atau perjanjian yang berlaku.
Suryana,dkk(2018:777) Banyak alasan yang menyebabkan seorang tenaga kependidikan berhenti dari pekerjaannya (putus hubungan kerja), yaitu:
a)      Karena permintaan sendiri untuk berhenti
b)      Karena mencapai batas usia pensiun menurut ketentuan yang
berlaku (bagi pegawai negeri).
c)      Karena adanya penyederhanaan organisasi yang menyebabkan
adanya penyederhanaan tugas di satu pihak sedang di pihak lain diperoleh kelebihan tenaga kerja.
d)     Karena yang bersangkutan melakukan penyelewengan atau tindakan  pidana, misalnya melanggar peraturan yang berlaku seperti melanggar sumpah jabatan, mselanggar peraturan disiplin, korupsi dan sebagainya.
e)      Karena yang bersangkutan tidak cukup cakap jasmani atau rohani, seperti cacat karena suatu hal yang menyebabkan tidak mampu lagi bekerja; mengidap penyakit yang membahayakan diri dan lingkungan, berubah ingatan dan sebagainya.
f)       Karena meninggalkan tugas dalam jangka waktu tertentu sebagai pelanggaran atas ketentuan yang berlaku Karena meninggal dunia atau karena hilang sebagaimana dinyatakan oleh pejabat yang berwenang.


2) Pustakawan
Menurut Istiana (2014: 74-78), dalam menjalankan profesi pustakawan, menjalankan berbagai tugas ditujukan kepada orang lain atau masyarakat pengguna perpustakaan, sehingga keberhasilan pekerjaannya diukur dari seberapa jauh para pengguna jasa terpenuhi kebutuhannya. Dengan demikian pustakawan memiliki tanggung jawab untuk mampu menyediakan berbagai sumber informasi sesuai kebutuhan pengguna. Akan lebih baik jika sebelumnya dilakukan survei minat dan kebutuhan pengguna. Melalui survei minat dan kebutuhan pengguna, maka sumber informasi yang disediakan benar-benar sesuai kebutuhan pengguna perpustakaan.
Perpustakaan merupakan salah satu unit kerja yang memberikan jasa layanan kepada pengguna, sehingga memerlukan sumber daya manusia, dalam hal ini pustakawan, yang benar-benar memiliki kemampuan yang memadai dalam memberikan pelayanan kepada pengguna. Untuk menjadi staf professional, seorang pustakawan perlu memiliki kompetensi, kepribadian, dan kecakapan.
Profesionalisme pustakawan mengandung arti pelaksanaan kegiatan yang didasarkan pada keahlian, rasa tanggung jawab dan pengabdian serta kualitas hasil kerja yang tidak dapat dihasilkan oleh tenaga yang bukan pustakawan. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk meningkatkan profesionalisme pustakawan yaitu:
1.      Bekerja Berdasarkan Ilmu
Pustakawan harus menguasai pengetahuan dasar ilmu perpustakaan, mulai dari menghimpun bahan pustaka, mengolah,menyebarkan, dan melestarikan sumber informasi. Bekerja berdasarkan ilmu seorang pustakawan dituntut terus menambah ilmu yang dimiliki, memperluas wawasan, mengetahui dan segera menyikapi perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Sebagai contoh, pustakawan memiliki pengetahuan tentang katalogisasi, dengan berbagai aturan yang ada. Sudah tidak memungkinkan lagi saat ini pemustaka membuka satu persatu kartu katalog. Sehingga tentu saja, di era teknologi saat ini, perlu disajikan katalog online yang dapat diakses oleh pengguna kapan saja dan dari mana saja.
2.      Kemampuan Intrapersonal
Kemampuan intrapersonal adalah kemampuan seseorang untuk memahami dirinya sendiri. Karakteristik seseorang yang memiliki kemampuan intrapersonal mencakup sebagai berikut:
a)   memiliki tanggung jawab;
b)   mampu mengenali perasaannya dan mengarahkan emosi pribadinya;
c)   mempunyai kepercayaan diri;
d)  berani mengambil keputusan;
e)   mampu memotivasi diri sendiri; dan
f)    mampu mengintropeksi diri dan memperbaiki kekurangannya.
3.      Kemampuan Interpersonal
      Kemampuan interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang berinteraksi dengan orang lain dan membangun hubungan baik dengan individu lain. Seseorang dengan profesi apapun sangat membutuhkan kemampuan ini, tak terkecuali pustakawan. Profesi pustakawan, merupakan pekerjaan yang mengharuskan sering kontak dengan orang lain, sehingga pustakawan dituntut untuk memiliki kemampuan interpersonal.
According to Husain (2013: 266-267), researchers have investigated the requirement of competencies for LIS (Library & Information Science) professionals to involve in KM (Knowledge Management) practice. Based on the findings, they proposed several types of competencies for the successfull application of KM practice in libraries, which may be grouped into the following broad categories:
§  People-centred skills (communication, facilitation, coaching, mentoring, networking, negotiating, consensus building and team working skills).
§  Skills associated with the management of organization as a whole (cultural, leadership, strategic and restructuring skills).
§  Information processing and management skills (developing knowledgetaxonomies, organizing knowledge resources on Websites and portals and understanding of information and knowledge need of users).
§  Skills related the use and application of IT.
Menurut Husain (2013: 266-267), para peneliti telah menyelidiki persyaratan kompetensi bagi para profesional LIS (Ilmu Perpustakaan & Informasi) untuk terlibat dalam praktik KM (Pengetahuan Manajemen). Berdasarkan temuan, mereka mengusulkan beberapa jenis kompetensi untuk keberhasilan penerapan praktik pengetahuanmanajemen di perpustakaan, yang mungkin dikelompokkan ke dalam kategori berikut:
§  Keterampilan yang berpusat pada orang (komunikasi, fasilitasi, pembinaan, pendampingan, jaringan, negosiasi, pembentukan konsensus dan keterampilan kerja tim).
§  Keterampilan yang terkait dengan manajemen organisasi secara keseluruhan (keterampilan budaya, kepemimpinan, strategis dan restrukturisasi).
§  Pemrosesan informasi dan keterampilan manajemen (mengembangkan taksonomi pengetahuan, mengatur sumber daya pengetahuan di Situs Web dan portal dan memahami informasi dan kebutuhan pengetahuan pengguna).
§  Keterampilan terkait penggunaan dan penerapan IT.
Menurut Asmara (2015: 165-168), keberhasilan program pendidikan tidak hanya tergantung pada konsep-konsep program yang disusun dengan cermat dan teliti saja, akan tetapi juga dalam mendayakan personil yang mempunyai kesanggupan dan keinginan untuk berprestasi, tanpa personil yang cakap, program pendidikan yang bagaimanapun baiknya tidak akan berhasil. Kesanggupan dan kegairahan personil dalam pelaksanaan program tergantung pada pembinaan dan pengembangannya, yang dimulai sejak seleksinya, dengan kata lain, tergantung pada administrasinya.
Unsur-unsur kegiatan yang tercakup dalam administrasi personil sebagai suatu proses yang menyeluruh dan berhubungan adalah:
a.       Pengadaan
Dalam pengadaan ini tercakup:
1)      Seleksi
2)      Pengangkatan
3)      Penempatan/ penugasan
Usaha untuk mengisi kedudukan di sekolah memerlukan prosedur yang teliti supaya dapat menghasilkan penempatan personil yang bermutu dan cocok untuk kedudukan yang akan dipercayakan kepadanya.
Menurut Hartono (2016: 319-320), jabatan fungsional pustakawan dimaksudkan pula untuk menjamin pembinaan kepangkatan bagi pejabat pustakawan yang berarti pula menjamin adanya usaha pembinaan karier bagi para pustakawan. Adapun pustakawan yang dapat menduduki jabatan fungsional pustakawan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 18/MENPAN/1988 tanggal 29 Februari 1988, tentang angka kredit bagi jabatan pustakawan sebagai berikut:
1)      Pegawai Negeri Sipil (PNS)
2)      Berijazah di bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi
3)      Diberi tugas penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan perpustakaan dan dokumentasi
4)      Bekerja pada unit perpustakaan instansi pemerintahan dan/atau unit-unit tertentu lainnya.
Dari pengertian atau batasan diatas mungkin timbul pertanyaan, bagaimana dengan tenaga perpustakaan atau pustakawan yang bekerja di instansi swasta. Apakah mereka dapat juga disebut sebagai pustakawan. Apabila mereka memenuhi kriteria sebagaimana diatas, yaitu berijazah di bidang pekerjaan dan bekerja secara penuh untuk melakukan kegiatan perpustakaan dan dokumentasi, serta bekerja pada unit perpustakaan maka ia dapat disebut pustakawan. Hal yang membedakan antara pustakawan PNS dengan pustakawan swasta adalah sistem penggajian. Sistem kenaikan pangkat pada pustakawan PNS dapat digunakan sebagai model kenaikan pangkat pada instansi swasta, antara lain dengan cara pengumpulan atau perolehan angka kredit.
b.      Orientasi
Kegiatan orientasi bermaksud memberikan kesiapan sikap mental dan sosial kepada petugas baru, supaya dia dapat mengefektifkan segala potensi yang dimilikinya secara maksimal dalam lingkungan kerja yang baru.
c.       Pembinaan
Petugas yang sudah dapat menyesuaikan diri dan mengefektifkan potensinya, harus tetap mendapat motivasi, dorongan, dan bantuan agar tidak menurun efektifitasnya dan tetap produktif.
Menurut Hartono (2016: 322-323), banyak orang berpendapat jika sudah menjadi pustakawan kariernya sudah mentok/berhenti. Bahkan, diantara pustakawan sendiri sudah berpikir mengenai karier yang tidak mungkin berkembang. Sikap sikap pesimistis seperti ini akan membuat seseorang tidak bergairah bekerja, akhirnya mereka tenggelam dalam pekerjaan rutin, tidak berpikir bagaimana caranya mengembangkan kariernya. Hal-hal yang bisa dilakukan oleh pustakwan untuk pengembangan karier, seperti ikut aktif dalam organisasi profesi, ikut dalam seminar-seminar, menulis atau mengadakan penelitian mengenai hal-hal yang sedang trend. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan karier (Samiyono, 1996), sebagai berikut:
1)      Organizational expectation
Hal ini berkaitan dengan tujuan lembaga atau instansi di tempat mana instansi bernaung. Apakah lembaga tersebut memberikan kesempatan pustakawannya untuk mengembangkan karier, seperti studi lanjut atau tidak, untuk yang tidak ada lagi jalan lain, artinya karier sudah buntu, tetapi untuk lembaga akan memberikan kesempatannhya.
2)      Educational aspect
Bagi yang akan melanjutkan pendidikan, yang perlu diingat adalah organization’s expectationdengan mengidentifikasi tujuan dan harapan dari organisasi di tempat mana kita bernaung.
3)      Self-analysis
Jika kita akan mulai mengembangkan karier kita maka perlu mengintropeksi diri mengenai kelemahan-kelemahan dan kekuatan kita, dan apakah yang menjadi tujuan utama personal career goals. Hal ini penting karena berkaitan dengan energi, waktu, dan biaya yang akan dipakai dalam pengembangan karier.
4)      Areas of expertise
Agar kita lebih menguasai bidang tertentu, maka harus dipikirkan spesialisasinya, seperti katalogisasi, akuisis, referensi, otomasi, pengembangan koleksi. Jika kita menyadari keahlian atau bidang, yang mampu kita mengerjakannya dengan baik dibanding yang lainnya, sebaiknya hal tersebut diperdalam, tetapi hal yang perlu diingat adalah mengenai antisipasi perkembangan informasi teknologi jangan sampai kita mengambil program yang sudah basi.

d.      Peningkatan
Dalam peningkatan personil harus lihat dari dua segi pengaruh yaitu: a) peningkatan professional yang bertujuan untuk menambah dan mempertinggi kemampuan petugas dalam bidang profesinya, baik pengetahuannya, keterampilannya,maupun sikap profesionalnya; dan b) peningkatan administratif dapat dicapai dengan peningkatan kemampuan dan kemauan berpartisipasi dari tiap anggotanya, termasuk kemampuan memikul tanggung jawab.
e.  Mutasi
Mutasi berarti perubahan. Pembinaan dan peningkatan professional dan administratif akan membawa berbagai perubahan:
1)      mutasi tugas/ tanggung jawab
2)      mutasi tempat
3)      mutasi status
untuk kepentingan pekerjaan perlu ada mutasi, perubahan tugas dan tanggung jawab yang lebih sesuai dengan kemampuan personil, atau perubahan tempat pekerjaan. Pekerjaan dan hasilnya merupakan dasar dari perubahan-perubahan itu.
Menurut Mufid (2016: 268-277), peran SDM menjadi sangat penting dalam mengoptimalisasi fungsi perpustakaan perguruan tinggi secara bermutu dan profesional. Perpustakaan dituntut memiliki SDM yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas. Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan pada bab pendahuluan, beban kerja dan mutu layanan sangat erat kaitannya dengan kinerja SDM perpustakaan. Beban kerja yang berlebihan, tidak sesuai dengan jumlah SDM perpustakaan akan membuat pegawai cepat stres dan akan menjadi pemicu turunnya kinerja pegawai. Sementara tingkat mutu layanan akan mempengaruhi tingkat kepuasan pemustaka. Mutu layanan yang rendah akan memicu kepuasan pemustaka yang rendah.
Oleh karena itu dalam pengembangan SDM perpustakaan perlu melakukan pemetaan terlebih dahulu mengenai beban kerja yang diemban oleh perpustakaan dan kompetensi pegawai yang dibutuhkan. Kompetensi pegawai ini merupakan penentu utama dalam menjalankan perpustakaan secara ideal dan profesional.
Analisis beban kerja adalah suatu teknik manajemen yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja organisasi berdasarkan volume kerja.Dalam kontek organisasi perpustakaan, analisis beban kerja dilaksanakan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi serta profesionalitas SDM perpustakaan yang memadai serta mampu melaksanakan tugas-tugas layanan perpustakaan secara profesional.
Dalam kegiatan ABK, setelah analisis beban kerja dalam kurun 1 tahun pada tiap-tiap koordinator layanan selesai, maka jumlah beban kerja tersebut dilakukan analisis penghitungan kebutuhan pegawai perpustakaan dengan menggunakan rumus yang berdasarkan pada Peraturan Perpustakaan Nasional RI, yaitu:


2.2 Kajian Kritis

           Menurut kelompok kami, pendidik adalah tenaga profesional yang memfungsikan dirinya untuk menunjang terselenggaranya pelaksanaan pendidikan. Kualisifikasi pendidik tidak hanya terbatas sebagai guru melainkan juga dosen, konselor,  pamong belajar, tutor,  widyaiswara, fasilitator dan istruktur serta sebutan lain untuk mereka yang berpartisipasi dalam  penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan tenaga kependidikan adalah seluruh komponen yang terlibat dalam suatu instansi atau lembaga pendidikan, dalam hal ini meliputi pengawas sekolah, kepala sekolah, kepala tata usaha (administrasi),  wakil kepala sekolah yang membidangi hal teretentu, pustakawan, laboran, teknisi bahkan penjaga sekolah hingga petugas kebersihan disuatu lembaga pendidikan.
           Berdasarkan  jabatannya tenaga kependidikan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu  tenaga struktural, tenaga fungsional dan tenaga teknisi. Masing-masing ketenagaan ini memiliki fungsi masing-masing diantaranya tenaga struktural berfungsi sebagai penanggung jawab baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap sistem pendidikan. Tenaga fungsional adalah profesional yang bekerja mengandalkan kemampuan akademisnya, dalam artian tenaga fungsional akan melaksanakan penyelenggaraan pendidikan dan melakukan partisipasinya dengan melibatkan kemampuan akademisnya dibidang tertentu sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Sedangkan tenaga teknisi adalah tenaga profesional  yang bekerja sesuai dengan kemampuan teknis operasionalnya atau teknik adaministratif, artinya tenaga teknisi ini akan melaksanakan tugasnya dengan mengandalkan kemampuann teknisnya  secara nyata dalam melaksanakan tugasnya.
           Guru adalah  tenaga profesional yang berfungsi mengarahkan, membimbing, menilai, dan mengevaluasi perkembangan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan  penyelenggaraan  pendidikan yang diinginkan. Seorang guru harus mempunya kompetensi profesional, kompetensi kemasyarakatan dan kompetensi personal. Dalam pengelolaan tenaga pendidik yang berkualifikasi sebagai guru dapat dimulai dari tahap perencanaan, rekrutmen, seleksi, penempatan, pelatihan dan pengembangan, penampilan dan penilaian kerja, kompensasi, keselamatan kerja, pengembanagan karier dan kelanjutan (pensiun) dengan tahapan yang telah tertata sedimikian rupa tersebut maka akan diperoleh tenaga pendidik yang benar-benar berkompeten dibidangnya dan akan  mampu untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.
           Sama halnya dengan guru, konselor juga merupakan tenaga pendidik yang  berperan memberikan bantuan kepada individu secara berkesinambungan. Sedangkan konseling adalah kegiatan membantu individu untuk memecahkan permasalahannya dengan berbagai metode agar dapat menjalankan kehidupannya sesuai dengan yang diharapkan. Seorang  konselor, harus memiliki kualifikasi diantaranya menguasai ilmu pengetahuan pada bidang yang ditekuni, menguasai teknologi pada bidang yang ditekuni, Mampu  berpikir logis, mampu  berpikir analitik, mampu  berkomunikasi secara lisan dan  tulisan, ampu  bekerja mandiri dan dalam  tim kerja.
           Laboran termasuk dalam tenaga kependidikan, artinya laboran ini adalah komponen tenaga kependidikan yang berpartisipasi dalam lembaga pendidikan namun tidak berinteraksi langsung dengan peserta didik seperti halnya guru dan konselor.  Laboran adalah tenaga kependidikan yang berperan membantu kepala laboratorium terutama dalam mengelola behan dan peralatan serta memberikan pelayanan yang baik kepada orang yang hendak melakukan praktikum di laboratorium. Seorang laboran harus memiliki beberapa kompetensi diantaranya  Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, Kompetensi Administratif, dan  Kompetensi Profesional.
           Pustakawan termasuk kedalam kategori yang sama dengan laboran, pustakawan juga merupakan tenaga kependidikan yang berpartisipasi dan mengabdikan didinya dalam  penyelenggaraan pendidikan, namun pustakawan tidak berinteraksi langsung dengan ppeserta didik dalam proses belajar mengajar seperti hanya yang dilakukan oleh guru maupun konselor. Pustakawan adalah unit kerja yang memberikan  jasa. Seorang pustakawan harus memiliki kompetensi kepribadian dan kompetensi kecakapan agar mampu memberikan pelayanan terbaik.
BAB III

3.1 Kesimpulan

Pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan merupakan kegiatan yang mencakup penetapan norma, standar, prosedur, pengangkatan, pembinaan, penatalaksanaan, kesejahteraan dan pemberhentian tenaga kependidikan sekolah agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah..
Tahapan pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan terdiri dari perencanaan, rekrutmen, seleksi, penempatan, penampilan dan penilaian kerja, pelatihan dan pengembangan, kompensasi, keselamatan kerja, pengembangan karier, dan pemberhentian.

Komponen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu komponen utama dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, sebaiknya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja sama sehingga, tujuan kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan optimal, yang nantinya akan berdampak pada terwujudnya tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

      
      




DAFTAR PUSTAKA


Alliyah. 2017. Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Vol. 6 No. 3
Alliyah,Rusmiati. 2018. Pengelolaan Pendidik dan Kependidikan. Jakarta:
Polimedia Publishing.
Aitken,Ro dan Harford, J. 2011. Induction Needs Of A Group Of Teachers At
Different Career Stages In A School In The Republic Of Ireland: Challenges 
And Expectations.
Teaching and Teacher Education 27. 0742-051X.
Arsi,RM, dan Partiwi SG.2012.Analisis Beban Kerja untuk Menentukan
Jumlah Optimal Karyawan dan Pemetaan Kompetensi Karyawan
Berdasar Pada Job Description  (Studi Kasus: Jurusan Teknik
Industri, ITS, Surabaya).
Jurnal Teknik ITS.Vol.1(1). ISSN: 2301-
9271.
Asmara, Husna. 2015. Profesi Kependidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Danim.2015.Pedagogi ,Andragogi, dan Heutagogi.Bandung:ALFABETA.
Depdiknas. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga
Laboratorium Sekolah/Madrasah.
Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar Dan
Menengah.2017. Panduan Kerja Tenaga Laboratorium
Sekolah/Madrasah.
Jakarta: Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.
European Commission.2014. High Level Group on the Modernisation of Higher
Education.
Luxembourg: Publications Office of the European Union.
ISBN 978-92-79-39789-9.
Fackler,Sina and Malmberg, L.E.  2016. Teachers' Self-Efficacy In 14 OECD
            Countries: Teacher, Student Group, School And Leadership Effects.
Teaching
            and Teacher Education 56. 0742-051X/.
Fadhilah,MA.,dkk.2014.Analisis Beban Kerja Dan Gap Kompetensi
            Teknisi Laboratorium Di Lingkungan Fakultas X Dan Fakultas Y
            PTS XYZ. .
Jurnal Online Institut Teknologi
            Nasional.Vol.02(3). ISSN: 2338-5081
Fry, Heather,.et al. 2009. A Handbook for Teaching and Learning in Higher
Education.
New York: Routledge. ISBN 0-203-89141-4.
Gusfar,E,dkk,2013. Kompetensi Sosial Guru BK/Konselor Sekolah(Studi Deskriptif
 
Di SMA Negeri Kota Padang).Vol 2.No 1.
Hartono. 2016. Manajemen Perpustakaan Sekolah Menuju Perpustakaan Modern dan Profesional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hermino Agustinus, 2014. Kepemimpinan Pendidikan di Era Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hatton,dkk.1991.School Staffing and The Quality of Education :Teacher Stability
            and Mobility.
7(3).ISSN:279-293.
Husain, S, and Nazim, M. 2013. Concepts of Knowledge Management among Library & Information Science Professionals. International Journal of Information Dissemination and Technology. Vol. 3. Issue 4. ISSN 2229-5984.
Indrawati.2007.Potensi Guru Fisika SMA dalam Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan di Indonesia.Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.No.067.
Istiana, Purwani. 2014. Layanan Perpustakaan. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Ismaya, Bambang. 2015. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
James, et al,.2016.Effective Teaching. Berkshire: Education Development Trust.

Khomaidi. 2013. Tenaga Kependidikan dalam Sistem Pendidikan
Nasional
.Vol.4.
Kompri. 2015. Manajemen Pendidikan 2. Bandung: Alfabeta.
Lestari,N.A.,dkk.2017.Pelatihan Manajemen Labratorium untuk
Pengelola  Laboratrium IPA Tingkat SMA di Kabupaten
Bojonegoro
.Jurnal ABDI.(3)1.ISSN: 2460-5514.
Mufid, dan Wahyuningtyas. 2016. Pemetaan Kebutuhan SDM Berdasarkan Analisis Beban Kerja (ABK) dan Mutu Layanan Perpustakaan di Pusat Perpustakaan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Jurnal Libraria. Vol. 4, No. 2.

Mochamad,N,2013.Strategi dan Intervensi Konseling.Jakarta Barat:Indeks.
Mohamad Z, Yasin RM, Rahman MNA. (2012). Laboratory Quality
Management Requirements of Engineering at the Polytechnics
Ministry of Higher Education Malaysia.
Journal of Education and
Learning. Vol.6 (1)
Organisation For Economic Co-Operation And Development.2009. Creating
Effective Teaching and Learning Environments: First Results from TALIS.

On-line at:
www.oecd.org/publishing/corrigenda. ISBN 978-92-64-05605- 3.
Purwanto.2014.Administrasi dan Supervisi Pendidikan.Bandung:PT Remaja    Rosdakarya Offset.
R Basillus dan Werang S.S. 2015. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Yogyakarta: Media Akademi.
Sagala Syaiful, 2006. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sales,dkk.2011.Teaching and Leader Education.27(1).
Samsuardi. 2016. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Guru Pada Lembaga Pendidikan Madrasah. Jurnal Pendidikan. Vol. 5 No. 1 ISSN 23392495.
Saragih.2008.Kompetensi Minimal Seorang Guru dalam Mengajar.5(1).
Soetjipto,2009. Profesi Keguruan.Jakarta:Rineka Cipta.
Suryana,Asep.,dkk.2018.Manajemen Capacity Building Tenaga
Administrasi Sekolah Di Sekolah Laboratorium UPI.
PEDAGOGIA
15(3).ISSN 768-783.

Suseno,N. dan Riswanto.2017.Sistem Pengelolaan Laboratorium Fisika
Untuk Mewujudkan Pelaksanaan Praktikum Yang Efisien.
Jurnal
Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah
Metro.5(1).ISSN:2337-5973.

Susilo dan Amirullah, Gufron. 2018. Pengelolaan dan Pemanfaatan
Laboratorium Sekolah bagi Guru Muhammadiyah di Jakarta
Timur
.Jurnal SOLMA. (7)1.ISSN: 2252-584x.
Tagela.2014.Profesi Kependidikan.Yogyakarta:Ombak.
Widodo,S.E. 2015. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yusri,Bachtiar.2016.Pendidik dan Tenaga Kependidikan.Jurnal Publikasi
            Pendidikan.4(3).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Global Warming (Pemanasan Global)

Makalah Global Warming (Pemanasan Global) BAB 1 Pendahuluan A.      Latar Belakang Makalah Dalam beberapa tahun terakhir, isu pe...