Jumat, 07 Desember 2018

MAKALAH PENGELOLAAN PENDIDIKAN ”MENGUASAI PENGETAHUAN DAN TEKNIK PENGELOLAAN FASILITAS PENDIDIKAN”


MAKALAH PENGELOLAAN PENDIDIKAN
”MENGUASAI PENGETAHUAN DAN TEKNIK PENGELOLAAN FASILITAS PENDIDIKAN”


DOSEN PENGAMPU :
DWI AGUS KURNIAWAN, S.Pd., M.Pd

DISUSUN OLEH :
1.      IRMA FADILAH             (A1C317005)
2.      ERIKA                              (A1C317007)
3.      LUGY RIVALDO             (A1C317011)
4.      MELISA MURZANITA  (A1C317037)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018



KATA PENGANTAR
Asaalamualaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pengelolaan pendidikan.Karena atas izin-Nya lah batas waktu yang disediakan tidak terlampaui, hingga sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam pelaksanaannya penulis tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan kemudahan baik berupa saran maupun bentuk bntuan yang lainnya. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada :
a.       Bapak Dwi Agus Kurniawan, S.Pd., M.Pd.selaku dosen pengampu.
b.      Teman-teman
c.       Para pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini
Semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikannya.Penulis harap makalah ini dapat berguna kelak dikemudian hari.Didalam makalah ini banyak sekali pembahasan tentang pengetahuan dan teknik pengelolaan fasilitas pendidikan, namun penulis sadar bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya.Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dan untuk perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan.Jika ada sesuatu yang kurang berkenan penulis mohon maaf.
Demikian sepatah dua patah dari penulis.Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Jambi, 22 oktober 2018
Penulis






DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................... iii
Daftar Tabel............................................................................................................. iv
Daftar Gambar......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori........................................................................................................ 3
2.1.1 Pengertian Pengelolaan Fasilitas Pendidikan.............................................. 3
2.1.2 Standar Fasilitas (Sarana dan Prasarana) Pendidikan................................. 7
2.1.3 Prinsip Dasar Pengelolaan Fasilitas Pendidikan........................................ 14
2.1.4 Klasifikasi Jenis Fasilitas Pendidikan.......................................................... 25
2.2 Kajian Kritis...................................................................................................... 37
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 41
3.2 Saran................................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 43




DAFTAR TABEL
TABEL 2.1.4.1 Jenis Fasilitas Pendidikan............................................................ 26




DAFTAR GAMBAR

Gambar2.1.3.1 Prosedur Pengadaan Sarana dan Prasarana Sekolah di SMP Negeri 2 Batu           18       



                                                                                                            



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kualitas sebuah negara dapat dilihat dari beberapa faktor, diantaranya adalah faktor pendidikan.Sekolah merupakan sebuah lembaga yang dipersiapkan untuk menyediakan kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas akan meningkatkan kualitas suatu negara. Oleh karena itu, upaya meningkatkan kualitas sumber daya alam tidak dapat terpisah dari pendidikan (Azhari & Kurniady, 2016: 26).
Koswara dan Triatna (2010: 275), menyatakan bahwa pendidikan yang bermutu dilihat dari sisi input, proses, output maupun outcome. Input pendidikan yang bermutu adalah guru-guru yang bermutu, peserta didik yang bermutu, kurikulum yang bermutu, fasilitas yang bermutu, dan berbagai aspek penyelenggara pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang bermutu adalah proses pembelajaran yang bermutu. Output pendidikan yang bermutu adalah lulusan yang memiliki kompetensi yang disyaratkan.Dan outcome pendidikan yang bermutu adalah lulusan yang mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi atau terserap pada dunia usaha atau dunia industri.
Fasilitas pembelajaran merupakan faktor lain yang mempengaruhi mutu sekolah (Azhari & Kurniady, 2016: 27). Dalam pencapaian mutu sekolah, fasilitas pembelajaran merupakan sarana dan prasarana yang digunakan oleh tenaga pendidik dalam proses belajar mengajar sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Pemanfaatan fasilitas pembelajaran perlu dikelola dengan baik agar terhindar dari pemborosan dan tidak tepatnya pemanfaatan fasilitas.Oleh karena itu, diperlukan manajemen pemanfaatan fasilitas pembelajaran yang sesuai dengan prinsipnya agar peningkatan mutu sekolah dapat tercapai.
Jika memandang dari sisi manajemen pemanfaatan fasilitas pembelajaran, beberapa kendala mengenai perencanaan fasilitas diantaranya adalah sulitnya menyesuaikan kebutuhan peserta didik jika harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Banyaknya kebutuhan fasilitas yang dapat mendukung pencapaian tujuan pendidikan harus disertai dengan perincian biaya yang besar.Selain itu juga pembiayaan menjadi faktor penghambat lainnya dalam pengadaan fasilitas pembelajaran.Pengawasan fasilitas seharusnya dilakukan oleh pemerintah maupun pimpinan sekolah, seperti kepala sekolah dan wakil kepala sekolah bidang sarana prasarana.Akibat dari kurangnya manajemen pemanfaatan fasilitas pembelajaran yang dilakukan sekolah, peserta didik menjadi kurang merasakan manfaat dari fasilitas tersebut.Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan dalam mutu sekolah(Azhari & Kurniady, 2016: 27-28)
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa pengertian pengelolaan fasilitas pendidikan ?
1.2.2        Bagaimana standar fasilitas pendidikan ?
1.2.3        Bagaimanakah prinsip dasar pengelolaan fasilitas pendidikan ?
1.2.4        Bagaimana klasifikasi fasilitas pendidikan diberbagai jenjang pendidikan?

1.3  Tujuan
1.3.1        Dapat mengetahui pengertian pengelolaan fasilitas pendidikan.
1.3.2        Dapat menjelaskan standar fasilitas pendidikan.
1.3.3        Dapat menjelaskan prinsip dasar pengelolaan fasilitas pendidikan.
1.3.4        Dapat menjelaskan klasifikasi fasilitas pendidikan diberbagai jenjang pendidikan,




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Pengelolaan Fasilitas Pendidikan
Menurut Soemitro& Suprayitno (2018: 1),  kata fasilitas biasa diartikan dalam dua arti berbeda. Secara luas kata fasilitas dimaksudkan sebagai suatu fasilitas fisik atau non fisik yang diperlukan bagi kehidupan, atau bisa juga dimaksudkan sebagai benda fisik yang diperlukan bagi berfungsinya infrastruktur dan tertempel pada infrastruktur.
Memfasilitasi dalam bahasa inggris adalah “facilitating”, yang akar katanya adalah “facile”. Menurut kamus oxford katafacileberarti mudah , lancar, ringan hati, dan fleksibel. Bentuk kata kerjanya, yaitu “facilitate” berarti mempromosikan atau membuat mudah. Pada intinya aksi facilitating berarti membuat sesuatu terjadi dengan mudah (Sagala,2013:215).
Facility management is the coordination between demand and supply of facility services that, by doing so, seeks to support the effectiveness of an organisation (Kok et al., 2011: 251).
Terjemahan:
Managemen fasilitas adalah koordinasi antara permintaan dan penyediaan layanan fasilitas yang dengan demikian, berusaha untuk mendukung efektivitas suatu organisasi (Kok et al., 2011: 251).
Educational facilities are those materials that enhance teaching/learning processes. The further stated that educational facilities refer to buildings as well as items such as machines, laboratory equipment, chalkboard and learners' tools. They are those things which enable a skillful teacher to achieve a level of instructional objectives that far exceeds what is possible when they are not provided. Therefore, the planning and designing of educational facilities for schools, colleges and universities possess a greater influence on the performance outcome of social studies students. This is certainly true, because deferred maintenance of the educational facilities whether human resources (e.g. teachers), social or physical facilities and inadequate provision of these facilities can create deteriorating environment such as dilapidated buildings, peeling paint, crumbling plaster, broken furniture and non-functioning learning facilities. This of course, affects students learning habit and staff morale (Adigep, 2017 : 613).
Terjemahan :
Fasilitas pendidikan adalah materi yang meningkatkan proses pengajaran / pembelajaran. Lebih lanjut menyatakan bahwa fasilitas pendidikan mengacu pada bangunan serta barang-barang seperti mesin, peralatan laboratorium, papan tulis dan alat peserta didik. Mereka adalah hal-hal yang memungkinkan seorang guru yang terampil untuk mencapai tingkat tujuan instruksional yang jauh melebihi apa yang mungkin ketika mereka tidak disediakan. Oleh karena itu, perencanaan dan perancangan fasilitas pendidikan untuk sekolah, perguruan tinggi dan universitas memiliki pengaruh yang lebih besar pada hasil kinerja siswa IPS. Hal ini memang benar, karena penundaan pemeliharaan fasilitas pendidikan apakah sumber daya manusia (misalnya guru), fasilitas sosial atau fisik dan penyediaan fasilitas ini yang tidak memadai dapat menciptakan lingkungan yang memburuk seperti bangunan bobrok, cat yang terkelupas, plester runtuh, perabotan rusak dan tidak berfungsi fasilitas belajar. Ini tentu saja, mempengaruhi kebiasaan belajar siswa dan semangat staf (Adigep, 2017 : 613).
 
Menurut Isa (2015 : 1), Facilities are materials designed to serve specific purposes. In the school system, there are multiplicity of facilities, which facilitate teaching and learning. They are used;
(1) To illustrate concepts
(2) Provide opportunity for firsthand experience
(3) For experimentation and demonstration
(4) For scientific investigation and discovery
(5) To provide diversity of thoughts
(6) For observation and inquiry
(7) For development of scientific attitudes and skills
(8) To protect the individual and also provide comfort
Terjemahan :
Menurut Isa (2015 : 1),Fasilitas adalah bahan yang dirancang untuk melayani tujuan tertentu. Dalam sistem sekolah, ada banyak fasilitas, yang memfasilitasi pengajaran dan pembelajaran. Mereka digunakan;
(1) Untuk mengilustrasikan konsep
(2) Berikan kesempatan untuk pengalaman langsung
(3) Untuk eksperimen dan demonstrasi
(4) Untuk penyelidikan dan penemuan ilmiah
(5) Untuk menyediakan keragaman pikiran
(6) Untuk observasi dan penyelidikan
(7) Untuk pengembangan sikap dan keterampilan ilmiah
(8) Untuk melindungi individu dan juga memberikan kenyamanan
 
Untuk terlaksananya proses pendidikan disekolah dengan baik diperlukan sejumlah sarana, prasarana, dan perlengkapan fasilitas sekolah yang memadai, sehingga proses pendidikan dapat berlangsung secara efektif dan efesien(Sagala,2013:117).
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dalam menunjang proses pendidikan, misalnya buku, laboratorium, perpustakaan dan sebagainya. Sedangkan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, misalnya lokasi/ tempat bangunan sekolah, lapangan tempat bermain, uang dan sebagainya. Dengan begitu sarana dan prasarana pendidikan sangat penting, sehingga pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan memerlukan perhatian yang serius untuk mewujudkan daya dukung proses pembelajaran yang baik. Sarana dan Prasarana tidak bisa diabaikan dalam proses pendidikan. Sebab, tanpa adanya sarana dan prasarana, maka pelaksanaan pendidikan tidak akan berjalan dengan baik (Rahayu dan Sutama,2015:123-124).
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang memainkan peranan penting dalam mencapai tujuan pendidikan disekolah. Keberhasilan semua program pendidikan yang diselenggarakan pada sebuah sekolah sangat tergantung kepada ketersedian sarana dan prasarana sekolah dan kemampuan guru dalam mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana pendidikan tersebut..Sarana dan prasarana pendidikan yang dimaksudkan disini lebih banyak merujuk kepada ‘sarana dan prasarana pendidikan’ sebagaimana di maksudkan dalam Perturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007. Permendiknas dimaksud mengartikan sarana pendidikan sebagai perlengkapan pembelajaran yang dapat berpindah pindah,sedangkan prasarana pendidikan diartikan sebagai fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah / madrasah (Werang, 2015: 141-142).
Menurut Indrawan (2015 : 10-11), Manajemen sarana dan prasarana pendidikan dapat di artikan sebagai proses pengadaan dan pendayagunaan komponen-komponen yang secara langsung maupun tidak langsung jalannya proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sarana dan prasarana dalm lembaga pendidikan itu sebainya dikelola dengan sebaik mungkin dengan mengikuti kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut :
1.      Lengkap, siap dipakai setiap saat, kuat dan awet.
2.      Rapi, indah, bersih, anggun, dan asri sehingga menyejukkan pandangan dan perasaan siapapun yang memasuki kompleks lembaga pendidikan.
3.      Kreatif, inovatif, rensponsif, dan bervariasi sehingga dapat merangsang timbulnya imajinasi peserta didik.
4.      Memiliki jangkauan waktu yang panjang melalui perencanaan yang matang untuk menghindari kecenderungan bongkar pasang bangunan.
5.      Memiliki tempat khusus untuk beribadah maupun pelaksanaan kegiatan sosio-religius, seperti musala atau masjid.

2.1.2 Standar Fasilitas (Sarana dan Prasarana) Pendidikan
            Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Pemerintah daerah yang tidak memperhatikan hal tersebut tentu saja secara etis mereka belum menyelenggarakan pendidikan sesuai standar. Oleh karena itu kebijakan mengenai sarana dan prasarana menjadi sesuatu yang tidak dapat ditawar jika penyelenggaraan pembelajaran ingin mencapai kompetensi yang dipersyaratkan. Etika sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana diamanatkan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) khususnya disekolah dirancang, diprogramkan dan digunakan sehingga dapat membantu mengembangkan bakat siswa didukung sarana, prasarana, dan fasilitas belajar yang ada disekolah dirawat dan dipelihara dengan baik secara teratur dan berkesinambungan ( Sagala, 2013: 132).
Standar sarana dan prasarana menurut Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 19Tahun 2005 BAB VII
Pasal 42
(1)   Satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang memiliki perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
(2)   Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat ibadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang atau tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Pasal 43
(1)   Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium computer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidika dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia
(2)   Standar jumlah peralatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan per peserta didik
(3)   Standar buku perpustakaan dinyatakan dalam jumlah judul dan jenis buku di perpustakaan satuan pendidikan
(4)   Standar jumlah buku teks pelajaran di perpustakaan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks pelajaran untuk masing-masing mata pelajaran di perpustakaan satuan pendidikan untuk setiap peserta didik.
(5)   Kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan buku teks pelajaran dinilai oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(6)   Standar sumber belajar lainnya untuk setiap satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio jumlah sumber belajar terhadap peserta didik sesuai dengan jenis sumber belajar dan karakteristik satuan pendidikan.
Pasal 44
(1)   Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) untuk bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan suatu lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat.
(2)   Standar lahan satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio luas lahan per peserta didik.
(3)   Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan sejenis dan sejenjang, serta letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan yang menjadi pengumpan masukan peserta didik.
(4)   Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut.
(5)   Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, dan kesehatan lingkungan.
Pasal 45
(1)   Standar rasio luas ruang kelas per peserta didik dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(2)   Standar rasio luas bangunan per peserta didik dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(3)   Standar kualitas bangunan minimal pada satuan pendidikan dasar dan menengah adalah kelas B.
(4)   Standar kualitas bangunan minimal pada satuan pendidikan tinggi adalah kelas A.
(5)   Pada daerah rawan gempa bumi atau tanahnya labil, bangunan satuan pendidikan harus memenuhi ketentuan standar bangunan tahan gempa.
(6)   Standar kualitas bangunan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (4), dan (5) mengacu pada ketetapan menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

Pasal 46
(1)   Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan yang memerlukan layanan khusus wajib menyediakan akses ke sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
(2)   Kriteria penyediaan akses sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 47
(1)   Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 46 menjadi tanggung jawab satuan pendidikan yang bersangkutan.
(2)   Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dengan memperhatikan masa pakai.
(3)   Pengaturan tentang masa pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 48
Standar sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai 47 dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Menurut lampiran peraturan menteri pendidikan nasionalnomor 24 tahun 2007 tanggal 28 juni 2007standar sarana dan prasaranauntuk sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI),sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah(SMP/MTS), dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah(SMA/MA)
                                                                                              
I.       Standar Sarana Dan Prasarana Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI)

1.      Satu SD/MI memiliki minimum 6 rombongan belajar dan maksimum 24rombongan belajar.
2.      Satu SD/MI dengan enam rombongan belajar melayani maksimum 2000 jiwa.
3.      Untuk pelayanan penduduk lebih dari 2000 jiwa dilakukan penambahanrombongan belajar di sekolah yang telah ada, dan bila rombongan belajar lebihdari 24 dilakukan pembangunan SD/MI baru.
4.      Satu desa/kelurahan dilayani oleh minimum satu SD/MI.
5.      Satu kelompok permukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduklebih dari 1000 jiwa dilayani oleh satu SD/MI dalam jarak tempuh bagi pesertadidik yang berjalan kaki maksimum 3 km melalui lintasan yang tidakmembahayakan.

II.                Standar Sarana Dan Prasarana Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (Smp/Mts)

1.      Satu SMP/MTs memiliki minimum 3 rombongan belajar dan maksimum 24rombongan belajar.
2.      Satu SMP/MTs dengan tiga rombongan belajar melayani maksimum 2000 jiwa.
3.      Untuk pelayanan penduduk lebih dari 2000 jiwa dilakukan penambahanrombongan belajar di sekolah yang telah ada, dan bila rombongan belajar lebihdari 24 dilakukan pembangunan SMP/MTs baru.
4.      Satu kecamatan dilayani oleh minimum satu SMP/MTs yang dapat menampungsemua lulusan SD/MI di kecamatan tersebut.
5.      Satu kelompok permukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduklebih dari 1000 jiwa dilayani oleh satu SMP/MTs dalam jarak tempuh bagi peserta didik yang berjalan kaki maksimum 6 km melalui lintasan yang tidakmembahayakan.

III.             Standar Sarana Dan Prasarana Sekolah MenengahAtas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

1.      Satu SMA/MA memiliki minimum 3 rombongan belajar dan maksimum 27rombongan belajar.
2.      Satu SMA/MA dengan tiga rombongan belajar melayani maksimum 6000 jiwa.
3.      Untuk pelayanan penduduk lebih dari 6000 jiwa dapat dilakukan penambahanrombongan belajar di sekolah yang telah ada atau pembangunan SMA/MAbaru.
Menurut Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 Tahun 2008 Tanggal 31 Juli 2008 Standar Sarana Dan Prasarana Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) yaitu Satu SMK/MAK memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 3 rombongan belajar dan maksimum 48 rombongan belajar.
Menurut Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Nomor 33 Tahun 2008 Tanggal 23 Juni 2008 Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB)
1.      1.Satu SDLB memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 6 rombongan belajar peserta didik dengan satu atau beberapa ketunaan.
2.      2.Satu SMPLB memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 3 rombongan belajar peserta didik dengan satu atau beberapa ketunaan.
3.      3.Satu SMALB memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 3 rombongan belajar peserta didik dengan satu atau beberapa ketunaan.
4.      Minimum satu SDLB dan satu SMPLB disediakan untuk satu kabupaten/kota.
5.      Pada suatu wilayah berpenduduk lebih dari 250.000 jiwa, dan dibutuhkan penambahan rombongan belajar untuk SDLB dan/atau SMPLB yang telah ada, dapat dilakukan penambahan sarana dan prasarana pada SDLB dan/atau SMPLB tersebut atau disediakan SDLB dan/atau SMPLB baru.
6.      SDLB, SMPLB dan SMALB untuk tunalaras dipisahkan dari sekolah untuk ketunaan lainnya.
Menurut Ilyani (2012: 210), Dalam standar-standar perencanaan fasilitas pendidikan, terdapat aturan mengenai daerah radius pelayanan sekolah, karakteristik lokasi sekolah dan daerah jangkauan maksimum berjalan kaki untuk masing-masing fasilitas sekolah dalam suatu lingkungan tempat tinggal masyarakat. Dalam SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, sekolah dasar melayani perumahan dalam radius pelayanan sebesar 1 km. Mengacu kepada standar-standar perencanaan lain tentang jarak maksimum sekolah dasar dari perumahan, diperoleh bahwa sekolah dasar dapat dicapai dengan berjalan kaki dengan jarak 400 m sampai dengan maksimal 800 m dari rumah. Daerah tersebut disebut juga dengan area walking distance.
Menurut Prastyawan (2016 : 37-38), standar sarana dan prasarana berdasarkan berdasarkan jenjang pendidikan adalah sebagai berikut
1.      Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut: ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi, dan tempat bermain/berolahraga.
2.      Sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut: ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat beribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi, tempat bermain/berolahraga.
3.      Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut: ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium biologi, ruang laboratorium fisika, ruang laboratorium kimia, ruang laboratorium computer, ruang laboratorium bahasa, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat beribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi, dan tempat bermain/berolahraga


2.1.3 Prinsip Dasar Pengelolaan Fasilitas Pendidikan
Menurut Sagala (2013:117), pengelolaan merupakan sarana untuk menunjang pelaksanaan program sebagai upaya pendidikan disekolah agar berjalan secara efektif dan efesien. secara rinci, tujuan dari pengelolaan fasilitas pendidikan yaitu :
1.      Untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan melalui system perencanaan dan pengadaan yang hati hati dan saksama.
2.      Mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana sekolah secara tepat dan efesien.
3.      Mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, sehingga keberadaannya selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap diperlukan oleh semua personal sekolah.
Menurut Megasari (2014:644), Pada dasarnya pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan pada suatu lembaga pendidikan seperti sekolah harus meliputi beberapa hal yang harus dilakukan yaitu :
A.    Perencanaan Sarana dan Prasarana Pendidikan   
Perencanaan sarana dan prasarana pendididkan merupakan pekerjaan yang komplek, karena harus terintegrasi dengan rencana pembangunan baik nasional, regional maupun lokal, prencanaan ini merupakan sistem perencanaan terpadu dengan perencanaan pembangunan tersebut. perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan tergantung pada jenis program pendidikan dan tujuan yang ditetapkan. Program pendidikan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan tenaga kerja akan berbeda dengan program pendidikan yang berorientasi pada  pemerataan kesempatan belajar, dalam hal sarana dan prasarananya, karena itu dalam perencanaan kebutuhan tersebut tersebut perlu dikaji sstem internal pendidikan dan aspek eksternalnya seperti masalah demographi, ekonomi kebijakan-kebijakan yang ada. Kegagalan dalam tahap perencanaan ini akan merupakan pemborosan. Prinsip prinsip umum dalam perencanaan seperti komprehensif, obyektif, fleksibel dan interdisiplin perlu diperhatikan.
Proses yang dilakukan pertama dalam sebuah pengelolaan sarana pendidikan adalah perencanaan kebutuhan. Perencanaan adalah kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang secara terpadu dan sistematis dengan menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Dari definisi perencanaan diatas mengandung unsur-unsur (1) sejumlah kegaiatan yang ditetapkan sebelumnya, (2) adanya proses, (3) hasil yang akan dinginkan, (4) menyangkut masa depan dalam waktu tertentu (Hidayanto, 2011: 22-24).
Menurut Lackney (1994:61-62), The Educational Facility Planning Process: Current Models
Current models of the educational facility planning process are based on the practical experiences of educational planning and design professionals and on their notions of how the process should be structured and organized (Graves, 1993; Vasilakis, 1990; Ingalls, 1986). Educational facilities master planning has been defined.as "a process to determine the educational needs of a school district and the facilities needed to support those educational needs, both now and in the future" (Vasilakis, 1990; 26). The process allows a school district to examine its educationalgoals and philosophies, educational teaching methods and its facility resources and needs, as well as allowing the district to explore alternativesolutions.
Menurut Ingalls (1986) dalam buku Lackney (1994: 62), It is generally agreed that planning of school facilities should be done within the framework of a well-developed, long-range construction and educational program plan. This is determined by a thorough study of, among other factors, community services; financial ability and economic base of the community; construction priorities; enrollment and population trends and projections; and the nature of the educational programs to be housed. Such advanced planning, it is argued, can eliminate costly errors in construction and minimize the intervals between the need for and acquisition of necessary physical facilitie.
 Terjemahannya:
Proses Perencanaan Fasilitas Pendidikan: Model Saat Ini
               Model saat ini dari proses perencanaan fasilitas pendidikan didasarkan pada pengalaman praktis dari perencanaan pendidikan dan profesional desain dan pada gagasan mereka tentang bagaimana proses harus terstruktur dan terorganisir (Graves, 1993; Vasilakis, 1990; Ingalls, 1986). Perencanaan induk fasilitas pendidikan telah didefinisikan. Sebagai "sebuah proses untuk menentukan kebutuhan pendidikan dari distrik sekolah dan fasilitas yang diperlukan untuk mendukung kebutuhan pendidikan, baik sekarang dan di masa depan" (Vasilakis, 1990; 26). Proses ini memungkinkan distrik sekolah untuk memeriksa tujuan dan filosofi pendidikan, metode pengajaran pendidikan dan sumber daya fasilitas dan kebutuhannya, serta memungkinkan kabupaten untuk mengeksplorasi alternatif solusi.
               Menurut Ingalls (1986) dalam buku Lackney (1994: 62), Secara umum disepakati bahwa perencanaan fasilitas sekolah harus dilakukan dalam kerangka rencana program pembangunan dan pendidikan jangka panjang yang dikembangkan dengan baik. Ini ditentukan oleh studi menyeluruh, di antara faktor-faktor lain, layanan masyarakat; kemampuan finansial dan basis ekonomi masyarakat; prioritas konstruksi; pendaftaran dan tren populasi dan proyeksi; dan sifat dari program pendidikan yang akan ditempatkan. Perencanaan lanjutan seperti itu, dikatakan, dapat menghilangkan kesalahan biaya dalam konstruksi dan meminimalkan interval antara kebutuhan dan perolehan fasilitas fisik yang diperlukan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Rahayu & Sutama, 2015) Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di SMP Negeri 9 Surakarta menyusun perencanaan pembuatan proposal pengadaan sarana dan prasarana pendidikan. Penyusunan proposal tersebut berkaitan dengan dana yang dibutuhkan yang akan diajukan kepada Depdiknas, APBD Provinsi, dan APBD Kota. Menurut Alimi, dkk (2012) dalam Rahayu & Sutama (2015) bahwa pemerintah harus menyediakan fasilitas belajar yang dibutuhkan di sekolah.  Pengadaan sarana dan prasarana di sesuaikan dengan skala prioritas dan alokasi kegiatan program yang dilakukan sekolah. Upaya melengkapi sekolah dengan sarana dan prasarana merupakan usaha untuk menciptakan standar sekolah yang lebih baik.
B.     Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Menurut Megasari (2014:645-646), Untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya untuk pengadaan tanah dilakuakn dengan cara membeli, menerima hibah, menerima hak pakai, menukar dan sebgainya. Dalam pengadaan gedung/bangunan dapat dilakukan dengan cara membangun baru, memebeli, menyewa, menerima hibah, atau menukar bangunan. Untuk pengadaan perlengkapan atau perabot sekolah dapat dilkukan dengan jalan membeli. Perabot yang akan dibeli dapat berbentuk yang sudah jadi, atau yang belum jadi. Dalam pengadaan perlengkapan ini juga dapat dilakukan dengan jalan membuat sendiri atau menerima bantuan dari instansi pemerintah dari luar Departemen Pendidikan Nasional, badan-badan swasta, masyarakat, perorangan dan sebagainya.
 Dalam pengadaan sarana diatas selain perlu diperhatikan segi kualitas dan kuantitas, juga diperhatikan prosedur atau dasr hukum yang berlaku, sehingga sarana yang sudah ada tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Misalnya dalam pembelian tanah perlu jelas surat-surat tanah yang akan dibeli, demikian juga dengan akte jual belinya, demikian juga  kalau menerima hibah dari pihak lain supaya ada dasr hukumnya, sebaiknya dalam pelaksanaanya dilakukan dengan Akte Notaris Pejabat pembuat akte tanah setempat. Sedangkan untuk yang sifatnya hak pakai, seperti lahan hendaknya disertai dokumen serah terima dari pihak yang memberikan hak pakai. Untuk sarana yang diperoleh melalui siswa perlu juga dibuat surat perjanjian (kontrak) antar pihak penyewa dan pihak yang menyewakan dan sebagainya.
Pada setiap sekolah seyogyanya ada petugas khusus yang melaksanakan tugas berkaitan dengan urusan perlengkapan. Kegiatannya meliputi, menerima, menyimpan dan mengeluarkan barang dari tempat penyimpanan barang/gudang. Barang atau sarana pendidikan yang ada pada setiap sekolah banyak macamnya. Dalam menyimpan barang-barang tersebut hendaknya diperhatikan sifat-sifat barang tersebut. Dalam penyimpanan barang-barang juga perlu diperhatikan tempat penyimpanan barang tersebut. gudang hendaknya ditempatkan pada lokasi yang mudah dijangkau, fasilitas pendukungnya, seperti : listrik, air, dan sebagainya.
Gambar 2.1.3.1. Prosedur Pengadaan Sarana dan Prasarana Sekolah di SMP Negeri 2 Batu (Tanggela, 2013 : 29)

C.     Penggunaan atau Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Penggunaan atau pemakaian sarana dan prasarana pendidikan disekolah merupakan tanggungjawab kepala sekolah pada setiap jenjang pendidikan. Untuk kelancaran kegiatan tersebut, bagi kepala sekolah yang mempunyai wakil bidang sarana dan prasarana atau petugas yang berhubungan dengan penanganan saran dan prasarana sekolah diberi tanggung jawab untuk menyusun jadwal tersebut. yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sarana dan prasarana adalah:

1.      Penyusunan jadwal harus dihindari benturan dengan kelompok lainnya.
2.      Hendaklah kegiatan-kegiatan pokok sekolah merupakan prioritas utama.
3.      Waktu atau jadwal penggunaan hendaknya diajukan pada awal tahun pelajaran.
4.      Penugasan atau penunjukan personil sesuai dengan dengan keahlian pada   bidangnya.
5.      Penjadwalan dalam penggunaan sarana dan prasarana sekolah, antar kegiatan intrakulikuler dengan ekstrakulikuler harus jelas.
Dalam hal penggunaan juga terdapat dua prinsip yang harus diperhatikan seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim Bafadal (2003:42) dalam (Radiyan Yogatama, 2016 : 43), yaitu:
a)      Prinsip efektifitas, berarti semua pemakaian sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus ditunjukkan semata- mata dalam rangka untuk memperlancar pencapaian tujuan pendidikan di sekolah baik secara langsung maupun tidak langsung.
b)      Prinsip efisiensi, berarti semua pemakaian sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dilakukan dengan cara hemat dan berhati-hati sehingga semua sarana dan prasarana yang ada tidak cepat habis, rusak, ataupun hilang.
Radiyan Yogatama (2016 : 43) menyimpulkan bahwa dari uraian diatas dapat diketahui bahwa sarana sekolah harus bisa dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya secara optimal dan penuh tanggung jawab, serta manfaat dari penggunaan sarana sekolah atau alat bantu belajar dalam proses belajar dan mengajar harus dapat memberikan kontribusi maksimal dalam pencapaian tujuan pendidikan.
D.    Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Menurut Ibrahim Bafadal (2008:49) dalam (Radiyan Yogatama, 2016 : 44) ada beberapa macam pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikandi sekolah jika ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
a.       Ditinjau dari sifatnya
(1)   Pemeliharaan yang bersifat pengecekan.
(2)   Pemeliharaan yang bersifat pencegahan.
(3)   Pemeliharaan yang bersifat perbaikan ringan.
(4)   Pemeliharaan yang bersifat perbaikan berat.
b.      Ditinjau dari waktu perbaikan
(1)      Pemeliharaan sehari-hari.
(2)      Pemeliharaan berkala.
Pemeliharaan sangat penting dilakukan agar sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah tidak mudah rusak. Pemeliharaan bisa dilakukan hanya sebagai suatu usaha pencegahan agar sarana dan prasarana yang ada bisa lebih tahan lama karena pada dasarnya setiap barang pada akhirnya akan mengalami kerusakan.
Menurut Asmara (2015:158-159), masalah yang sering timbul dalam pemeliharaan sarana dan prasarana di sekolah adalah pengrusakan yang di lakukan oleh siswa siswa di sekolah itu sendiri. Namun ada beberapa upaya yang bisa di lakukan dalam menangani masalah tersebut di antaranya :
1.      membangkitkan rasa memiliki sekolah pada siswa-siswa.
2.      sarana dan prasarana sekolah disiapkan yang prima sehingga tidak mudah dirusak.
3.      Membina siswa untuk disiplin dengan cara yang efektif dan diterima oleh semua siswa.
4.      Memupuk rasa tanggung jawab kepada siswa untuk menjaga dan memelihara keutuhan dari sarana dan prasarana sekolah yang ada.
Adapun kebijakan yang diperlukan dalam memelihara dan mengelola sarana dan prasarana sekolah adalah :
1.      membina hubungan kerjasama yang baik dengan petugas.
2.      Memimpin kerja sama dengan staf yang membantu petugas.
3.      Memberikan pelatihan pada petugas untuk meningkatkan kerjanya.
4.      Mengawasi pembaharuan dan perbaikan sarana prasarana .
5.      Mengadakan inspeksi secara periodic dan teliti terhadap sarana dan prasarana.
E.     Pengawasan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Menurut Megasari (2014: 646), Pengawasan sarana dan prasarana merupakan kegiatan pengamatan, pemeriksaan, dan penilai terhadap pelaksanaan administrasi sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Hal ini untuk menghindari penyimpangan, penggelapan, penyalahgunaan.Pengawasan dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan itu.Pengawasan harus dilakukan secara objektif artinya pengawasan itu harus didasarkan pada bukti-bukti yang ada.Apabila dari hasil pengawasan atau pemeriksaan ternyata terdapat kekurangan-kekurangan, maka kepala sekolah wajib melakukan tindakantindakan perbaikan dan penyelesaian.Fungsi kegiatan pengawasan adalah menentukan data-data yang terjadi penyebab adanya penyimpangan dalam organisasi, data untuk meningkatkan pengembangan organisasi, dan data mengenai hambatan yang ditemui oleh seluruh anggota organisasi.
F.      Inventarisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan
Inventarisasi yaitu upaya mencatat dan menyusun daftar inventarisasi sarana dan prasarana yang tersedia (Kompri, 2017: 133-134).Inventarisasi adalah pernyataan dan penyusunan daftar barang milik negara secara sistematis, tertib dan teratur berdasarkan ketentuan-ketentuan pedoman yang berlaku. Melalui inventarisasi perlengkapan pendidikan diharapakan tercipta ketertiban, penghematan keuangan, mempermudah pemeliharaan dan pengawasan sarana dan prasarana pendidikan tersebut.Jadi invetasisasi merupakan kegiatan pencatatan dan penyusunan daftar milik negara secara sistematis berdasarkan ketentuan pedoman yang berlaku (Megasari, 2014: 647).
Nurhafit Kurniawan (2017 : 16-17) Mengatakan bahwa Inventarisasi adalah pencatatan dan penyusunan daftar barang dalam hal ini lembaga sekolah secara tersistem berdasarkan ketentuan ketentuan atau pedoman yang berlaku. Sesuai dengan SK menteri keuangan RI Nomor Kep. 225/MK/V/4/1971 barang milik negara adalah berupa semua barang yang berasal atau dibeli dari dana yang bersumber, baik secara keseluruhan atau sebagian dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau dana lainnya yang barang barangnya dibawah penguasaan pemerintah, baik pusat, propinsi maupun daearah.
G.    Penghapusan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Menurut Bafadal (2004: 62) dalam Kurniawati dan Sayuti (2013: 103),  mengemukakan bahwa secara definitif, penghapusan sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan meniadakan barang milik lembaga (bisa juga milik negara) dari daftar inventaris dengan cara berdasarkan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai salah satu aktifitas dalam pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, penghapusan bertujuan untuk:
         Mencegah dan membatasi kerugian yang lebih besar sebagai akibat pengeluaran dana untuk perbaikan perlengkapan yang rusak.
         Mencegah terjadinya pemborosan biaya pengamanan perlengkapan yang sudah tidak berguna lagi.
         Membebaskan lembaga dari tanggung jawab pemeliharaan dan pengamanan, danmeringankan beban inventarisasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tanggela (2013 : 32) Secara operasional penghapusan sarana dan prasarana adalah kegiatan yang bertujuan untuk meniadakan sarana dan prasarana sekolah dari daftar inventaris. Hal ini dilakukan kerena sarana dan prasarana tersebut sudah dianggap tidak berfungsi sebagaimana mestinya terutama bagi kepentingan proses pendidikan di sekolah. Penghapusan sarana dan prasarana harus dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Artinya, penghapusan sebagai salah satu fungsi pengelolaan sarana dan prasarana sekolah harus dilakukan atas dasar kriteria-kriteria normatif tertentu. Disamping itu, harus dipastikan bahwa tujuan kegiatan penghapusan sarana dan prasarana sekolah semata adalah untuk efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dalam kaitan itu, penghapusan sarana dan prasarana sekolah di SMP Negeri 2 Batu terikat pada kriteria-kriteria normatif yang ditetapkan oleh Pemerintah c.q Dinas Pendidikan Kota Batu.Kriteria yang dimaksud adalah bahwa penghapusan dilakukan dengan mekanisme penyusutan nilai sarana dan prasarana sekolah sebesar 10% dari nilai awal pada setiap tahun. Hal ini berarti bahwa dalam kurun waktu tertentu nilai sarana dan prasarana sekolah akan habis. Dengan demikian sarana dan prasarana sekolah tersebut bilamana perlu dapat diusulkan untuk ditiadakan. Ketentuan tersebut berlaku bagi semua sarana dan prasarana yang telah terinventrisir dalam Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) Kota Batu.
Menurut Indrawan (2015: 15-17), Prinsip-prinsip manjemen sarana dan prasarana pendidikan adalah sebagai berikut:
a.       Prinsip pencapaian tujuan, yaitu bahwa sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai bilamana akan didayagunakan oleh personal sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses pembelajaran sekolah. Oleh karena itu, manajemen perlengkapan sekolah dapat dikatakan berhasil bilamana fasilitas sekolah itu selalu siap pakai setiap saat, pada setiap seseoarang personal sekolah akan menggunakannya.
b.      Prinsip efisiensi, yaitu bahwa pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dilakukan melalui perencanaan yang saksama, sehinga dapat diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah. Dan, pemakaiaanya pun harus hati-hati sehingga mengurangi pemborosan.
c.       Prinsip administratif, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, instruksi, dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh yang berwenang.
d.      Prinsip kejelasan tanggung jawab, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus didelegasikan kepada personel sekolah yang mampu bertanggung jawab, apabila melibatkan banyak personel sekolah dalam manajemenya, maka perlu adanya deskripsi tugas dan tanggung jawab yang jelas untuk setiap personel sekolah.
e.       Prinsip kekohesifan, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah itu harus direalisasikan dalam bentuk proses kerja yang sangat kompak. Oleh karena itu, walaupun semua orang yang terlibat dalam pengelolaan perlengkapan itu memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, namun antara satu dengan yang lainnya harus selalu bekerja sama dengan baik.
Menurut Hunt Pierce dalam Barnawi dan Arifin (2012: 82-83) pada buku Indrawan (2015: 17-18),  prinsip dasar dalam manajemen sarana dan prasarana di sekolah sebagai berikut:
1.      Lahan bangunan danperlengkapan sekolah harus menggambarkan cita dan citra masyarakat seperti halnya yang dinyatakan dalam filsafat dan tujuan pendidikan.
2.      Perencanaan lahan bangunan, dan perlengkapan-perlengkapan perabot sekolah hendaknya merupakan pancaran keinginan bersama dan dengan pertimbangan suatu tim ahli yang cukup cakap yang ada di masyarakat.
3.      Lahan bangun dan perlengkapan-perlengkapan perabot sekolah hendaknya disesuaikan memadai bagi kepentingan anak-anak didik, demi terbentuknya karakter mereka dan dapat melayani serta menjamin mereka di waktu belajar, bekerja, dan bermain sesuai dengan bakat mereka.
4.      Lahan bangunan dan perlengkapan-perlengkapan perabot sekolah serta alat-alatnya hendaknya disesuaikan dengan kepentingan pendidikan yang bersumber dari kepentingan serta kegunaan atau manfaat bagi siswa dan guru-guru.
5.      Sebagai penunggung jawab harus membantu progra sekolah secara efektif melatih para petugas serta memilih alat dan cara menggunkannya agar mereka dapat menyeuaikan diri serta melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan fungsi dan profesinya.
6.      Sebagai penanggung jawab sekolah harus mempunyai kecakapan untuk mengenal, baik kualitatif maupun kuantitatif serta menggunkan dengan tepat fungsi bangunan dan perlengkapannya.
7.      Sebagai penanggung jawab harus mampu memelihara dan menggunakan bangunan dan tanah sekitarnya sehingga ia dapat membantu terwujudnya kesehatan, keamanan, kebahagiaan, dan keindahan serta kemajuan dari sekolah dan masyarakat.
8.      Sebagai penanggung jawab sekolah bukan hanya mengetahui kekayaan sekola yang dipercayakan kepadanya, melainkan harus memperhatikan seluruh alat-alat pendidikan yang dibutuhkan oleh anak didiknya.
2.1.4 Klasifikasi Jenis Fasilitas Pendidikan
Menurut Ari H.Gunawan (1996: 115-116) dalam (Radiyan Yogatama, 2016 : 31-32) fasilitas atau benda-benda pendidikan dapat ditinjau dari fungsi, jenis atau sifatnya.
1) Ditinjau dari fungsinya terhadap PBM, prasarana pendidikan berfungsi tidak langsung (kehadirannya tidak sangat menentukan). Termasuk dalam prasarana pendidikan adalah tanah, halaman, pagar, tanaman, gedung/bangunan sekolah, jaringan jalan, air, telepon, serta perabot/ mebiler. Sedangkan sarana pendidikan berfungsi langsung (kehadirannya sangat menentukan) terhadap PBM, seperti alat pelajaran, alat peraga, alat praktek dan media pendidikan.
2)Ditinjau dari jenisnya, fasilitas pendidikan dapat dibedakan menjadi fasilitas fisik dan fasilitas non fisik. Fasilitas fisik atau material yaitu segala sesuatu yang berwujud benda mati atau dibendakan yang mempunyai peran untuk memudahkan atau melancarkan sesuatu usaha seperti: kendaraan, mesin tulis, computer, perabot, model, media, dan sebagainya. Fasilitas nonfisik yakni sesuatu yang bukan benda mati, atau kurang dapat disebut benda atu dibendakan, yang mempunyai peran untuk memudahkan atau melancarkan sesuatu usaha seperti manusia, jasa, uang.
3) Ditinjau dari sifat barangnya, benda-benda pendidikan dapat dibedakan menjadi barang bergerak dan barang yang tidak bergerak, yang kesemuanya dapat mendukung pelaksanaan tugas.
Menurut Sagala (2013:119-120) jenis fasilitas pendidikan yaitu :
TABEL 2.1.4.1 Jenis Fasilitas Pendidikan
No
Jenis fasilitas
Kriteria kebutuhan
kondisi
Tingkat kesiapan fasilitas
Usaha pengadaan
Siap
Belum
A.



















B.

















































C.









D.
1.  kebutuhan fisik / biologis
Ø   pangan
Ø   sandang
Ø   perumahan
Ø   kesehatan
Ø   keluarga
Ø   rekreasi, dll

2.  kebutuhan social psikologis
Ø   rasa aman
Ø   administrasi kepegawaian
Ø   pengembangan karier
Ø   pendidikan atau pelatihan
Ø   jaminan hari tua

Fasilitas Eksternal Primer
1.  buku kurikulum
2.  buku teks / paket
3.  buku rujukan (referensi)
4.  buku mata pelajaran
5.  bahan / alat bantu belajar
6.  alat tulis
7.  peralatan teknik
8.  ekstra / ko-kulikuler
9.  perpustakaan
10. laboratorium
11. ruang belajar
12. peralatan kelas
Ø   peta
Ø   OHP
Ø   Papan tulis
Ø   Lemari
Ø   Rak buku
Ø   Hiasan kelas
13. Ruang guru
14. Ruang serba guna
15. Ruang rekreasi
16. Ruang rapat / diskusi
17. Ruang ibadah
18. Ruang kepala sekolah
19. Ruang wakil kepala sekolah
20. Ruang kepala tata usaha
21. Ruang kantor
22. Ruang UKS
23. Ruang BK
24. Ruang ganti pakaian
25. Ruang keterampilan
26. Ruang kesenian
27. Ruang OSIS
28. Ruang penyimpanan alat olahraga
29. Ruang komputer
30. komputer
31. gudang
32. air bersih / sumur
33. kamar mandi
34. WC

Fasilitas Internal SEkunder
1.  Pakaian dinas
2.  Kendaraan / transportasi
3.  Telepon /HP
4.  Rekreasi
5.  Akomodasi
6.  Televisi

Fasilitas Eksternal Sekunder
1.  Pakaian seragam peserta didik
2.  Jemput / transportasi
3.  Lapangan olahraga
4.  Baju laboran
5.  Peralatan kesenian



Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang



Tinggi
Tinggi

Sedang

Tinggi

Tinggi



Tinggi
Tinggi
Sedang

Tinggi
Tinggi

Tinggi
Tinggi
Sedang
Tinggi
Tinggi
Tinggi

Sedang
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Sedang
Tinggi

Tinggi
Sedang

Sedang

Sedang

Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang

Tinggi
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi



Sedang
Sedang

Sedang
Sedang
Sedang
Sedang



Sedang

Sedang
Sedang
Sedang
Sedang



Kurang
Kurang
Variasi
Kurang
Kurang
Variasi



Kurang
Kurang

Kurang

Kurang

Kurang



Variasi
Variasi
Rendah

Rendah
Rendah

Rendah
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
Variasi

Variasi
Kurang
Tinggi
Variasi
Variasi
Kurang
Variasi
Variasi
Kurang
Variasi

Variasi
Variasi

Variasi

Variasi

Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang

Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
Variasi



Variasi
Variasi

Kurang
Variasi
Kurang
Variasi



Variasi

Kurang
Kurang
Variasi
Kurang










































V


V














V




V














V
V
V



V
V
V
V
V
V



V
V

V

V

V



V
V
V

V
V

V
V
V
V
V
V

V

V
V

V
V
V
V
V

V
V

V

V

V

V
V
V
V

V

V
V
V
V
V




V
V




V



V

V
V
V
V


 Pemerintahan (pusat / daerah) yayasan / badan / sekolah dan masyarakat dst.

Menurut keputusan menteri P dan K No. 079/1975 dalam buku Asmara (2015:165), sarana pendidikan terdiri dari 3 kelompok besar, yaitu :
1.      bangunan dan perabot sekolah
2.      alat pelajaran yang terdiri dari pembukuan, alat alat peraga dan laboratorium..
3.      media pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi audio visual yang menggunakan alat penampil dan media yang tidak menggunakan alat penampil.
Menurut Yudi (2012: 3), Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; (3) hubungannya dengan proses belajar mengajar. Dilihat dari habis tidaknya dipakai, ada dua macam sarana pendidikan, yaitu sarana pendidikan yang habis dipakai dan sarana pendidikan tahan lama.
1)      Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah segala bahan atau alat yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang relatif singkat. Contoh, kapur tulis, beberapa bahan kimia untuk praktik guru dan siswa, dsb.Selain itu, ada sarana pendidikan yang berubah bentuk, misalnya kayu, besi, dan kertas karton yang sering digunakan oleh guru dalam mengajar. Contoh: pita mesin ketik/komputer, bola lampu, dan kertas.
2)      Sarana pendidikan tahan lama Sarana pendidikan tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat yang dapat digunakan secara terus menerus dan dalam waktu yang relatif lama. Contoh, bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe, dan beberapa peralatan olah raga.
Ditinjau dari bergerak tidaknya pada saat digunakan, ada dua macam sarana pendidikan, yaitu sarana pendidikan yang bergerak dan sarana pendidikan tidak bergerak.
a)      Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindah sesuai dengan kebutuhan pemakainya, contohnya: almari arsip sekolah, bangku sekolah, dsb.
b)      Sarana pendidikan yang tidak bergerak adalah semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk dipindahkan, misalnya saluran dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Berdasarkan PP No.24 Tahun 2007, beberapa kriteria minimum standar sarana dan prasarana yaitu sebagai berikut:
a. Lahan
• terhindar dari potensi bahaya
• Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%
• Lahan terhindar dari : pencemaran air dan udara, serta kebisingan
• mendapat izin pemanfaatan tanah dari Pemerintah Daerah setempat.
• memiliki status hak atas tanah
b. Bangunan
   memenuhi ketentuan rasio minimum luas lantai terhadap peserta didik seperti tercantum pada lampiran PP No 24 tahun 2007
   Bangunan gedung memenuhi ketentuan tata bangunan
   Bangunan gedung memenuhi persyaratan keselamatan,keamanan dan kenyamanan
   Bangunan gedung menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat.
   Bangunan gedung dilengkapi sistem keamanan
   Bangunan gedung dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 1300 watt.
   Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang, dilaksanakan, dan diawasi secara profesional
   Kualitas bangunan gedung minimum permanen kelas B, sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 45, dan mengacu pada Standar PU.
   dapat bertahan minimum 20 tahun
   Bangunan gedung dilengkapi izin mendirikan bangunan dan izin penggunaan.
Analisis Kebutuhan
1.      Analisis Pemenuhan Kebutuhan Fasilitas Pendidikan
Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki lokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2006: 77).Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis ini dapat dikembangkan untuk melihat suatu lokasi yang memiliki daya tarik terhadap batas wilayah pengaruhnya, dimana orang masih ingin mendatangi pusat yang memiliki daya tarik tersebut. Hal ini terkait dengan besarnya daya tarik pada pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat tersebut(Gewab. et al, 2015 : 44).
Menurut Gewab. et al(2015 : 46-47 ) Untuk analisis kebutuhan fasilitas pendidikan SLTP dan SLTA adalah membandingkan jumlah ketersediaan fasilitas yang telah ada dengan ketetapan dari standar yang berlaku. Dengan menggunakan standar tersebut dapat diamati kekurangan jumlah fasilitas pendidikan yang tersedia, kekurangan tersebut dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan:
k = jumlah kekurangan fasilitas pendidikan
p = jumlah penduduk eksisting
s = standar jumlah penduduk pendukungminimum untuk dibangun 1 buah sekolah
f = jumlah fasilitas pendidikan eksisting Penggunaan
Penggunaan standar tersebut untuk mengevaluasi kebutuhan fasilitas pendidikan SLTA eksisting, sedangkan untuk mengevaluasi ketersediaan daya tampung atau kapasitas fasilitas pendidikan. Penelitian ini menggunakan perbandingan jumlah penduduk usia sekolah SLTP (13-15 Tahun) dan SLTA (16-18 tahun) (dengan asumsi partisipasi aktif penduduk usia sekolah SLTP dan SLTA di kabupaten Tambrauw 100%) dengan daya tampung fasilitas pendidikan yang ada di Kabupaten Tambrauw. Untuk menilai terpenuhinya kebutuhan penduduk terhadap fasilitas pendidikan menggunakan perhitungan sebagai berikut :
dimana:
pk = persentase pemenuhan kebutuhan
dt = daya tampung atau kapasitas fasilitas pendidikan
Pus = jumlah penduduk usia sekolah 13-15 Tahun (SLTP) atau 16-18 tahun (SLTA)
2.      Analisis Keterisian Sekolah
Tahapan berikutnya untuk mencapai sasaran pertama adalah dengan analisis tingkat keterisian sekolah yang membandingkan jumlah murid pada Kabupaten Tambrauw dengan daya tampung atau kapasitas sekolah. Dalam menilai tingkat keterisian sekolah menggunakan perhitungan sebagai berikut:

dimana:
tk = tingkat keterisian fasilitas pendidikan
m = jumlah murid
dt = daya tampung fasilitas pendidikan Analisis ini untuk mengetahui apakah daya tamping

atau kapasitassekolah telah digunakan secara optimal atau apakah ada over capacity dan undercapacity dalam penerimaan murid. Kelebihan murid dari daya tampung sekolah menandakan adanya kekurangan jumlah fasilitas pendidikan, sedangkan kekurangan murid dari daya tampung sekolah menandakan adanya kelebihan jumlah fasilitas pendidikan.

3.      Analisis kebutuhan berdasarkan kepentingan pendidikan
Menurut Yudi (2012: 4), Melaksanakan analisis kebutuhan, analisis anggaran, dan penyeleksian sarana prasarana sebelum mengadakan alat-alat tertentu. Berikut adalah prosedur analisis kebutuhan berdasarkan kepentingan pendidikan di sekolah.
a)      Perencanaan Pengadaan Barang Bergerak
1)      Barang yang habis dipakai, direncanakan dengan urutan sebagai berikut.
·         Menyusun daftar perlengkapan yang disesuaikan dengan kebutuhan dari rencana kegiatan sekolah.
·         Memperkirakan biaya untuk pengadaan barang tersebut tiap bulan.
·         Menyusun rencana pengadaan barang menjadi rencana triwulan dan kemudian menjadi rencana tahunan.
2)      Barang tak habis dipakai, direncanakan dengan urutan sebagai berikut.
·         Menganalisis dan menyusun keperluan sesuai dengan rencana kegiatan sekolah serta memperhatikan perlengkapan yang masih ada dan masih dapat dipakai.
·         Memperkirakan biaya perlengkapan yang direncanakan dengan memperhatikan standar yang telah ditentukan.
·         Menetapkan skala prioritas menurut dana yang tersedia, urgensi kebutuhan dan menyusun rencana pengadaan tahunan.

b)      Penentuan Kebutuhan Barang Tidak Bergerak
Pengadaan barang tidak bergerak meliputi tanah dan bangunan, direncanakan dengan urutan sebagai berikut.
1.      Mengadakan survei tentang keperluan bangunan yang akan direnovasi dengan maksud untuk memperoleh data mengenai: fungsi bangunan, struktur organisasi, jumlah pemakai dan jumlah alat-alat perabot yang akan ditempatkan.
2.      Mengadakan perhitungan luas bangunan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan disusun atas dasar data survei.
3.      Menyusun rencana anggaran biaya yang disesuaikan dengan harga standar yang berlaku di daerah yang bersangkutan.
4.      Menyusun pentahapan rencana anggaran biaya yang disesuaikan dengan rencana pentahapan pelaksanaan secara teknis, serta memperkirakan anggaran yang disediakan setiap tahun, dengan memperhatikan skala prioritas yang telah ditetapkan, sesuai dengan kebijaksanaan departemen. 
c)      Perhitungan Kebutuhan Ruang Belajar
Menghitung kebutuhan ruang belajar harus memperhatikan tambahan jumlah siswa yang diperkirakan akan ditampung pada tahun yang akan datang. Perkiraan tambahan jumlah siswa didasarkan pada anak usia sekolah yang akan ditampung dan arus lulusan yang akan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi di tingkat propinsi/ kabupaten. Selain itu, juga perlu memperhatikan jumlah murid yang keluar dari sekolah baik lulusan, pindahan, maupun putus sekolah.  Perhitungan kebutuhan ruang belajar/guru tergantung dari jumlah tambahan siswa, jumlah rata-rata murid untuk setiap rombongan belajar/kelas, dan efisiensi penggunaan ruang belajar (shift).
According to Motz & Biehle (2007 : 45-69) :
A.     Space Requirements for middle and high school
Class size is an important design factor, because it helps determine the amount of space and number of lab stations that will be needed. To accommodate current technology needs and teaching practices, a good middle school science room will generally require a minimum of 60 square feet per student for a combination laboratory/classroom, or 1440 square feet for a class of 24 students. The 2006 NSTA position statement on laboratory science recommends a maximum class size of 24 students in the middle school. The 2000 NSTA position statement on Safety and School Science Instruction states the following: The maximum number of occupants in a laboratory teaching space shall be based on the following:
1.      the building and fire safety codes
2.      2. occupancy and load limits
3.      3. design of the laboratory teaching facility
4.      4. appropriate supervision and the special needs of students
B.     Grouping Facilities for Integration
Another important design consideration is clustering related facilities. Grouping science facilities together benefits from both teaching and the sharing of equipment and resources. The trend toward integration with other subjects brings the additional leverage of coordinating related programs with portions of the science curriculum and energizing subjects such as mathematics and the applied sciences. Increasingly, high school science and technology curriculums are becoming integrated in the areas of engineering. Technology and design education classrooms are being placed near physics classrooms to allow students to plan and design engineering projects, then construct and carry them out using the facilities of the technical education labs.
Terjemahan
Menurut Motz & Biehle (2007 : 45-69)
A.    Kebutuhan Ruang untuk SMP dan SMA
Ukuran kelas merupakan faktor desain yang penting, karena membantu menentukan jumlah ruang dan jumlah stasiun lab yang akan dibutuhkan. Untuk mengakomodasi kebutuhan teknologi saat ini dan praktik pengajaran, ruang sains sekolah menengah yang baik umumnya akan membutuhkan minimal 60 kaki persegi per siswa untuk laboratorium kombinasi / kelas, atau 1440 kaki persegi untuk kelas 24 siswa. Pernyataan posisi NSTA 2006 tentang ilmu laboratorium merekomendasikan ukuran kelas maksimum 24 siswa di sekolah menengah. Pernyataan posisi NSTA 2000 tentang Keselamatan dan Instruksi Sains Sekolah menyatakan sebagai berikut: Jumlah maksimum penghuni di ruang pengajaran laboratorium harus didasarkan pada hal-hal berikut:
1.      kode keamanan bangunan dan api
2.      tingkat hunian dan batas
3.      desain fasilitas pengajaran laboratorium
4.      supervisi yang sesuai dan kebutuhan khusus siswa
B.     Pengelompokan Fasilitas untuk Integrasi
Pertimbangan desain penting lainnya adalah pengelompokan fasilitas terkait. Mengelompokkan fasilitas sains bersama-sama bermanfaat baik dari pengajaran dan berbagi peralatan dan sumber daya. Kecenderungan ke arah integrasi dengan mata pelajaran lain membawa pengaruh tambahan dari koordinasi program terkait dengan bagian dari kurikulum sains dan subyek yang memberi energi seperti matematika dan ilmu terapan. Semakin banyak kurikulum ilmu pengetahuan dan teknologi sekolah menengah menjadi terintegrasi di bidang teknik. Kelas pendidikan teknologi dan desain ditempatkan di dekat ruang kelas fisika untuk memungkinkan siswa merencanakan dan merancang proyek-proyek teknik, kemudian membangun dan melaksanakannya menggunakan fasilitas dari laboratorium pendidikan teknis.
2.2 Kajian Kritis
Fasilitas pendidikan merupakan materi yang berupa sarana dan prasarana yang menunjang berlangsungnya proses pendidikan. Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung menunjang proses pendidikan. Dapat berupa buku, lab, perpus, dll. Sedangkan prasarana merupakan fasilitas yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan. Dapat berupa uang jajan, lapangan tempat bermain dan lain sebagainya.
Sarana dan prasarana merupakan sumber daya yang memainkan peran penting dalam mencapai tujuan pendidikan, untuk itu perlu diadakannya manajemen fasilitas pendidikan. Manajemen fasilitas pendidikan merupakan proses pengadaan dan pendayagunaan komponen – komponen secara langsung maupun tidak langsung dan sebaiknya dikelola dengan mengikuti kebutuhannya.
Standar sarana dan prasarana merupakan standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimum tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, tempat ibadah, laboratorium, perpustakaan, UKS, serta sumber belajar lainnya yang dapat menunjang berlangsungnya proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Termasuk juga penggunaan teknologi, informasi dan komunikasi.
Etika sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana diamanatkan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) khususnya disekolah dirancang, diprogramkan dan digunakan sehingga dapat membantu mengembangkan bakat siswa yang didukung dengan sarana, prasarana, dan fasilitas belajar yang ada disekolah dirawat dan dipelihara dengan baik secara teratur dan berkesinambungan.
Program pendidikan dapat tercapai dengan baik jika di iringi dengan pengelolaan fasilitas atau sarana dan prasarana pendidikan yang baik. Pengelolaan sarana dan prasarana dalam suatu lembaga pendidikan seperti sekolah itu harus meliputi tahapan berikut: perencanaan sarana dan prasarana, pengadaan sarana dan prasarana, penggunaan atau pemanfaatan sarana dan prasarana, pemeliharaan sarana dan prasarana, pengawasan sarana dan prasarana, inventarisasi sarana dan prasarana, serta penghapusan sarana dan prasarana pendidikan. Dalam pelaksanaannya pengelolaan fasilitas pendidikan haruslah memperhatikan prinsip dasar dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan tersebut. Prinsip-prinsip yang dimaksud yaitu:
a.       Prinsip pencapaian tujuan, yaitu bahwa sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai bilamana akan didayagunakan oleh personal sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses pembelajaran sekolah.
b.      Prinsip efisiensi, yaitu bahwa pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dilakukan melalui perencanaan yang saksama, sehinga dapat diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah.
c.       Prinsip administratif, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, instruksi, dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh yang berwenang.
d.      Prinsip kejelasan tanggung jawab, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus didelegasikan kepada personel sekolah yang mampu bertanggung jawab, apabila melibatkan banyak personel sekolah dalam manajemenya, maka perlu adanya deskripsi tugas dan tanggung jawab yang jelas untuk setiap personel sekolah.
e.       Prinsip kekohesifan, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah itu harus direalisasikan dalam bentuk proses kerja yang sangat kompak.
Setiap sekolah hendaknya memenuhi kriteria minimum dari standar pendidikan, yaitu :
1.      Lahan yang terhindar dari potensi bahaya dan kemiringan, sudah mendapat izin dari pemerintah.
2.      Bangunan yang memeiliki luas lantai sebanding dengan jumlah peserta didik, bangunan di lengkapi dengan system keamanan, pembangunan bangunan harus di rancang, dan harus memiliki kwalitas minimal permanent b.
Setiap tingkat satuan pendidikan memiliki klasifikasi dan kriteria fasilitas penddidikan yang bermacam macam. Mulai dari tingkat SD hingga SMA. Secara garis besar terdapat banyak perbadaan, seperti jika kita tinjau dari sisi laboratoriumnya, lapangannya, besar ruang kelas dan lain sebagainya
























BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Fasilitas pendidikan adalah materi yang meningkatkan proses pengajaran / pembelajaran. Sedangkan fasilitas pembelajaran merupakan sarana dan prasarana yang digunakan oleh tenaga pendidik dalam proses belajar mengajar sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Pemanfaatan fasilitas pembelajaran perlu dikelola dengan baik agar terhindar dari pemborosan dan tidak tepatnya pemanfaatan fasilitas.
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beibadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Standar sarana dan prasrana pendidikan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar sarana dan prasarana pada  Bab VII pasal 42 ayat 1 dan ayat 2.
Prinsip-prinsip manjemen sarana dan prasarana pendidikan dapat dibagi menjadi lima macam yaitu prinsip pencapaian tujuan yaitu bahwa sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai bilamana akan didayagunakan oleh personal sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses pembelajaran sekolah.prinsipPrinsip efisiensi, yaitu bahwa pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dilakukan melalui perencanaan yang saksama, sehinga dapat diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah. Prinsip administratif, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, instruksi, dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh yang berwenang. Prinsip kejelasan tanggung jawab, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus didelegasikan kepada personel sekolah yang mampu bertanggung jawab, apabila melibatkan banyak personel sekolah dalam manajemenya, maka perlu adanya deskripsi tugas dan tanggung jawab yang jelas untuk setiap personel sekolah.Prinsip kekohesifan, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah itu harus direalisasikan dalam bentuk proses kerja yang sangat kompak
3.2  Saran
1.      Hendaknya kepala sekolah sebagai administrator harus mengetahui langsungsarana prasarana apa saja yang ada disekolahan dan bagaimana keadaannya.
2.      Melakukan sisi pencatatan yang tepat sehingga mudah diketahui dan di kerjakan.
3.      Administrasi peralatan dan perlengkapan pengajaran harus senantiasa di tinjau dari segi pelayanan untuk turut memperlancar pelaksanaan program pengajaran.
4.      Kekurangan dan SDM tenaga administrasi khususnya pengelolaan sarana dan prasarana sebaiknya semua sekolah dapat saling berkoordinasi dan lebih mengoptimalkan yang sudah ada dengan cara mengikutsertakankan pendidikan dan pelatihan-pelatihan sesuai dengan bidangnya.








DAFTAR PUSTAKA
Adigeb, P. A., Anake, P. M., dan Undie, A. A. 2017. The Impact of Educational Facilities on Student’s Teaching/ Learning Process in Abeokuta, Ogun State, Nigeria: Need For counselling Approaches. European Journal of Education Studies 3(9): 1-16.
Azhari & Kurniady. 2016. Manajemen Pembiayaan Pendidikan, Fasilitas Pembelajaran, dan Mutu Sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan XXIII(2): 26-36.
Asmara, H. 2015. Profesi Kependidikan. Cetakan Kesatu. Alfabeta. Bandung.
Gewab. et al. (2015). Analisis Kebutuhan Dan Sebaran Fasilitas Pendidikan Tingkat Smp Dan Sma Di Kabupaten Tambrauw. Spasial, 2(3), 43–52. Retrieved from https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/spasial/article/view/9976
Hidayanto, F. D. (2011). Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan sekolah menengah pertama negeri se-kecamatan pengasih kabupaten kulon progo. (F. D. Hidayanto, Ed.). FIP UNY, Yogyakarta.
Ilyani, M. 2012. Reduksi Panjang Perjalanan Sebagai Implikasi Pemanfaatan Fasilitas Pendidikan Sekolah Dasar Terdekat Dari Tempat Tinggal.Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 23(3): 209-224.
Indrawan, I. 2015. Pengantar Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah.Cetakan Pertama. Deepublish.Yogyakarta.
Isa, A. dan W. Z. W. Yussoff. 2015. State of Physical Faciities of Higher Education Institutions in Nigeria.  International Journal of Scientific and Research Publications 5(4): 1-5.
Kok, H. B., M. P. Mobach, dan O. S.W.F. Omta. 2011. The Added Value Of Facility Management In The Educational Environment. Journal Of Facilities Management 9(4): 249-265.
Kompri. 2017. Standar Kompetensi Kepala Sekolah: Pendekatan Teori untuk Praktik Profesional. Cetakan Pertama. Kencana. Jakarta.
Kurniady, A. &. (2016). Manajemen pembiayaan pendidikan, fasilitas pembelajaran, dan mutu sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan, XXIII(2), 26–36.
Kurniawati. P. I dan S. A. Sayuti. 2013. Manajemen Sarana dan Prasarana di SMK N 1 Kasihan Bantul.Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan vol 1(1): 98-108.
Lackney. J. A. 1994. Educational Facilities: The Impact and Role of The Physical Environment of The School on Teaching, Learning and Educational Outcomes.University of Wisconsin. Milwaukee.
LaMoine L. Motz, James T. Biehle,  and S. S. W. (2007). 2nd Edition NSTA Guide to. (J. Cusick, Ed.) (2nd ed.). USA: NSTA press.
Megasari, R. 2014. Peningkatan         Pengelolaan     Sarana dan      Prasarana         Pendidikan      Untuk            Meningkatan   Kualitas           Pembelajaran   Di        SMPN 5          Bukittinggi. Jurnal Administrasi Pendidikan  2(1): 636-831.
Nurhafit Kurniawan. (2017). Pengaruh Standart Sarana Dan Prasarana Terhadap Efektifitas Pembelajaran Di Tk Al-Firdaus. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Anak Usia Dini, 02(02), 14–26.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Nomor 33 Tahun 2008 Standar Sarana Dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB). 23 Juni 2008.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Standar Sarana Dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). 28 juni 2007.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 Tahun 2008 Standar Sarana Dan Prasarana Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK). 31 Juli 2008.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005  Standar Pendidikan Nasional. Juni 2006. Redaksi Sinar Grafika. Jakarta.
Prastyawan. 2016. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan. Al Hikmah Jurnal Studi Keislaman vol 6(1).
Radiyan Yogatama. (2016). Manajemen Sarana Dan Prasarana Pendidikan Dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran Di Smk Muhammadiyah 3 Surakarta Tahun 2016. Iain Surakarta. Retrieved from http://eprints.iain-surakarta.ac.id/610/1/Radiyan Yogatama.pdf
Rahayu & Sutama. (2015). Pengelolaan Sarana Dan Prasarana Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Suri. Jurnal Varia Pendidikan, 27(12), 123–129. Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_menengah_pertama
Sagala, S. 2013. Etika dan Moralitas Pendidikan Peluang dan Tantangan. Edisi Pertama. Kencana. Jakarta.
_____,__.2013. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Cetakan Keenam. Alfabeta. Bandung.
Soemitro, R. A. A. dan H. Suprayitno.2018.Pemikiran Awal tentang Konsep Dasar Manajemen Aset Fasilitas. Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas 2 (1): 1-14.
Tanggela, M. (2013). Analisis Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah Di SMP Negeri 2 Batu. Jurnal Kebijakan Dan Pengembangan Pendidikan, 1(1), 26–34
Werang, B. S. R. 2015. Manajemen Pendidikan di Sekolah.Cetakan Pertama. Media Akademi.Yogyakarta.
Yudi, A. A. 2012. Pengembangan Mutu Pendidikan Ditinjau Dari Segi Sarana dan Prasarana (Sarana dan Prasarana PPLP).  Jurnal Cerdas Sifa Edisi (1): 1-9.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Global Warming (Pemanasan Global)

Makalah Global Warming (Pemanasan Global) BAB 1 Pendahuluan A.      Latar Belakang Makalah Dalam beberapa tahun terakhir, isu pe...