KARYA ILMIAH
“PANCASILA SEBAGAI SISTEM
ETIKA”
DOSEN PENGAMPU:
AHMAD FAUZAN,SP.d,M.Pd
DISUSUN OLEH :
NAMA : MELISA MURZANITA
NIM : A1C317037
KELAS : FISIKA REGULER A
MK : PANCASILA
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyeselsaikan Karya
Ilmiah yang berjudul “Pancasila Sebagai Sistem
Etika” dengan tepat waktu.
Saya
sangat berterima kasih kepada dosen pengampu Bapak Ahmad Fauzan, S.Pd, M.Pd
yang telah mengajar mata kuliah
Pancasila.
Karya Ilmiah ini jauh dari
kata sempurna maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak
pembaca penulis diperlukan. Semoga
Karya Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca untuk
menambah pengetahuan.
.
Jambi, 11 Desember 2017
Penulis
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................ ... i
KATA
PENGANTAR..................................................................................... .. ii
DAFTAR
ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................... .. 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ .. 1
1.3 Tujuan................................................................................................... .. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka …………………………………………………………... 3
2.2.1 Pancasila
Sebagai Sistem Etika
………………………………….. 3
2.2.2 Pemahaman
Konsep Dan Teori Etika
……………………………. 4
2.2.3 Aliran
– Aliran Besar Etika
……………………………………… 4
2.2.4 Pengertian
Nilai, Norma, Dan Moral
……………………………. 10
2.2.5 Hubungan
Nilai, Norma, Dan Moral ……………………………...
11
2.2.6 Pengertian
Nilai Dasar, Nilai Instrumental,
Dan
Nilai Praktis.........
12
2.2.7 Makna
Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila............................................13
2.2 Studi Kasus …………………………………………………………….. 16
2.3 Problem Solving ………………………………………………………... 16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 19
3.2
Refleksi ………………………………………………………………….. 19
3.3 Saran........................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 20
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Pancasila
adalah sebagai dasar negara Indonesia yang memegang peranan penting dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia salah satunya adalah “Pancasila
sebagai suatu sistem etika”.
Pancasila
adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri
sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling
bertentangan. Inti dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki
unsur-unsur susunan kodrat (jasmani–rohani), sifat kodrat (individu-makhluk
sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan
Yang Maha Esa.
Pancasila
memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa Indonesia sehingga
bangsa Indonesia dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab di dunia. Kecenderungan
menganggap acuh dan sepele akan kehadiran pancasila diharapkan dapat
ditinggalkan dan di tinggalkan, karena pancasila wajib diamalkan oleh warga
Negara Indonesia. Alasan lain karena
bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan etika bukan
hal yang susah dan gampang untuk dilakukan, karena etika berasal dari tingkah
laku, perkataan, perbuatan, serta hati nurani kita masing-masing.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
1.2.1 Apa
maksud dari Pancasila sebagai Sistem Etika?
1.2.2 Bagaimana
pemahaman konsep dan teori dari etika?
1.2.3 Apa saja Aliran-Aliran Besar Etika?
1.2.4 Apa
yang dimaksud dengan Nilai, Norma, dan Moral yang terdapat dalam etika.
1.2.5 Bagaimana
Hubungan Nilai, Norma, dan Moral?
1.2.6 Apa
yang dimaksud dengan Nilai Dasar, Nilai Instrumental, dan Nilai Praktis?
1.2.7 Bagaimana Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila?
1.3
TUJUAN
PENULIS
1.3.1 Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pancasila yang diberikan oleh Dosen Pembimbing.
1.3.2 Untuk
mengetahui lebih dalam maksud dari Pancasila sebagai Sistem Etika.
1.3.3 Untuk
memberikan informasi kepada pembaca mengenai Pancasila sebagai Sistem Etika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
KAJIAN PUSTAKA
2.2.1
Pancasila
Sebagai Sistem Etika
Etika
adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana kita dan mengapa kita mengikuti
suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika
merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu
kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah, etika membahas sistem-sistem
pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika sebagai ilmu
dibagi dua yaitu :
1. Etika
umum, membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
Tetapi pada prinsipnya etika umum membicarakan asas-asas dari tindakan dan
perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung di dalamnya.
2. Etika
khusus, dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
a. Etika
indvidual, membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan
agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan tanggung
jawabnya terhadap Tuhannya.
b. Etika
sosial, membahas kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya dipatuhi dalam
hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial meliputi
cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga, etika
profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran,
etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik. Etika politik sebagai
cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma
dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat
kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik
dengan orang atau kelompok masyarakat lain.
2.2.2
Pemahaman
Konsep Dan Teori Etika
Dari
asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat
istiadat/kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu study tentang kebiasaan
manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda yang
menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Bagi ahli
falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Dalam
mengkaji masalah, etika terdiri dari 2 teori :
1. Teori
Konsekuensialis
Kelompok teori yang
konsekuensialis yang menilai baik buruknya perilaku mausia atau benar tidaknya
sebagai manusia berdasarkan konsekuensi atau akibatnya. Yakni dilihat dari
apakah perbuatan atau tindakan itu secara keseluruhan membawa akibat baik lebih
banyak daripada akibat buruknya atau sebaliknya. Yang termasuk kedalam kelompok
konsekuensalis dan teleologis adalah teoori egoisme, eudaimonisme, dan
utilarisme.
2. Teori
Non Konsekuensialis
Teori ini menilai baik
buruknya perbuatan atau benar salahnya tindakan tanpa melihat konsekuensi atau
akibatnya, melainkan dengan hokum atau standar moral. Teori ini juga disebut
dengan etika deontologist karena menekankan konsep kewajiban moral yang wajib
ditaati manusia.
2.2.3
Aliran
– Aliran Besar Etika
Dalam
kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan.
Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu
perbuatan dikatakan baik atau buruk.
A. Etika
Deontologi
Etika
deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah
tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak
mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruknya. Tokoh yang
mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Ukuran kebaikan dalam
etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi bebas.
Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan
sungguh-sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan yang baik adalah didasarkan atas otonomi
bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.
B. Etika
Teleologi
Pandangan
etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk
suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu.Contoh
sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara motor tidak dapat dipenuhi
karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan. etika teleologi
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
a. Egoisme
etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang berakibat baik
untuk pelakunya.
b. Utilitarianisme
menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana akibatnya
terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan manfaat
yang besar bagi banyak orang. Etika utilitarianisme ini menjawab pertanyaan
etika egoisme, bahwa kemanfaatan banyak oranglah yang lebih diutamakan.
Kemanfaatan diri diperbolehkan sewajarnya, karena kemanfaatan itu harus dibagi
kepada yang lain. Sonny Keraf (2002: 19-21) mencatat ada beberapa kelemahan etika ini, yaitu:
a) Karena
alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian masyarakat yang
dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utilitarianisme membenarkan
adanya ketidakadilan terutama terhadap minoritas.
b) Kemanfaatan
yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat dalam jangka pendek,
tidak melihat akibat jangka panjang. Padahal,misalnya dalam persoalan
lingkungan, kebijakan yang dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif
pada masa yang akan datang.
c) Karena
etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi lebih pada
orientasi hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nama
kemanfaatan yang besar, misalnya perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.
Menyadari kelemahan itu etika utilitarianisme membedakannya dalam dua
tingkatan, yaitu utilitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka :
1) Setiap kebijakan dan tindakan harus dicek
apakah bertentangan dengan nilai dan norma atau tidak. Kalau bertentangan maka
kebijakan dan tindakan tersebut harus ditolak meskipun memiliki kemanfaatan
yang besar.
2) Kemanfaatan
harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang non-fisik
seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya.
3) Terhadap
masyarakat yang dirugikan perlu pendekatan personal dan kompensasi yang memadai
untuk memperkecil kerugian material dan non-material.
C. Etika
Keutamaan
Etika
ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada
penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.Karakter moral ini dibangun
dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh
besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di
dalamnya mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh
masyarakatnya. Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam masyarakat yang
majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep
keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan
menimbulkan benturan sosial.
Kelemahan
etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak pada
figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri,
sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter yang bermoral itu
seperti apa.
D. Etika
Pancasila
Etika
Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan
aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan
pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar
tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan
buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila
tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan
mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun
merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan,
maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila
juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Etika
Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan
manusia. Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa
dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat
mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan
dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum
Tuhan.Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan
yang melanggar nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan
hubungan antara manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk.Misalnya
pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar
sesama akan menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk
melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain.
Nilai
yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai
dengan nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai Kemanusiaan Pancasila adalah
keadilan dan keadaban. Keadilan
mensyaratkan
keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial,
makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan.
Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain,
yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan
baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep
keadilan dan keadaban.
Nilai
yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan
perbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat
mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila
ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan
maka menurut pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Nilai
yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung
nilai lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan
permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang
mengandung nilai kebaikan tertinggi.
Atas
nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding
mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata
dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh
kata tersebut, namun memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur)
yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas
“dimenangkan” atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu
baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik
jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah/kebijaksanaan.
Nilai
yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil,
maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun
nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu
perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat
banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi
setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner
yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.
Menilik
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi
sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar,
namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan
bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan
nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus
diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah
Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu
nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan
dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh,
nilai Ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi.
Nilai Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan,
penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai
cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai
menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai Keadilan menghasilkan
nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan lain-lain.
2.2.4 Pengertian Nilai,
Norma, Dan Moral
1. Nilai
(value)
Nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau
kelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan
(motivator) sikap dan perilaku manusia.
2. Nilai
sebagai suatu sistem
Nilai
sebagai suaru sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem
sosial dan karya. Pandangan para ahli tentang nilai-nilai yang terdapat dalam
masyarakat.
a. Alport
mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat dalam
enam macam, yaitu :
a) Nilai
teori
b) Nilai
ekonomi
c) Nilai
estetika
d) Nilai
sosial
e) Nilai
politik
f) Nilai
religi
b. Max
Scheler, mengelompokkan nilai menjadi empat tingkatan, yaitu:
a) Nilai
kenikmatan
b) Nilai
kehidupan
c) Nilai
kejiwaan
d) Nilai
kerohanian
c. Notonagoro,
membedakan nilai menjadi tiga, yaitu :
a) Nilai
material
b) Nilai
vital
c) Nilai
kerohanian
3. Nilai
berperan sebagai pedoman menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati
nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan.
4. Norma
adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral, religi, dan
sosial. Norma terdiri dari norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma
hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya
sanksi. Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat antara lain :
a. Norma
agama adalah ketentuan hidup masyarakat yang ber- sumber pada agama.
b. Norma
kesusilaan adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nurani, moral atau
filsafat hidup.
c. Norma
hukum adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan bersumber pada UU
suatu Negara tertentu.
d. Norma
sosial adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara manusia dalam
masyarakat.
5. Moral
berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, kelakuan. Moral
adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan
perbuatan manusial. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau
prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia.
2.2.5
Hubungan
Nilai, Norma, Dan Moral
Nilai, norma dan moral
langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang cukup erat, karena
masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan antarnya dapat
diringkas sebagai berikut :
Nilai:
kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan batin).
-
Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan
dihayati oleh
manusia. Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala
sesuatu pertimbangan batiniah manusia
-
Nilai dapat juga bersifat subyektif bila diberikan olehs ubyek, dan
bersifat obyektif bila melekat pada sesuatu yang terlepasd arti penilaian manusia
Norma: wujud konkrit
dari nilai, yang menuntun sikap dan tingkah laku manusia. Norma hukum merupakan
norma yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh suatu
kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau penegak hukum. Nilai dan norma
senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Makna moral yang terkandung dalam
kepribadian seseorang akan tercermin pada sikap dan -tingkah lakunya. Norma
menjadi penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Moral dan etika sangat erat
hubungannya. Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang
seharusnya tetapterpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia.
Keterkaitan itu mutlak di garis bawahi bila seorang individu, masyarakat,
bangsa dan negara menghendaki pondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah
laku manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga
memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam
kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan
memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat
ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara
moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya.
Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di
tangan pihak yang memberikan ajaran moral.
2.2.6
Pengertian
Nilai Dasar, Nilai
Instrumental, Dan
Nilai Praktis
A. Nilai
Dasar
Setiap
orang miliki nilai dasar yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang
dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar berifat universal karena karena
menyangkut kenyataan obyek dari segala sesuatu. Contohnya tentang hakikat
Tuhan, manusia serta mahkluk hidup lainnya. Nilai Dasar yang menjadi sumber
etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
B.
Nilai Instrumental
Nilai
instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar.
Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi
serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai instrumental
itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari makan itu
akan menjadi norma moral. Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia,
nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar
yang merupakan penjabaran Pancasila.
C. Nilai
praksis
Nilai
praktis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan
secara nyata dari nilai-nilai dasar.
2.2.7
Makna
Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila
Pancasila
sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia merupakan nilai
yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal ini
dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja
ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada
nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat
diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami
nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut
ini kita uraikan :
1) Ketuhanan
Yang Maha Esa
Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila
lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah
pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Konsekuensi
yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya
dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap warga negara
memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan
keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29
UUD. Di samping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang
meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme).
2) Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab
Kemanusian
berasal dari kata manusia yaitu makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi
pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada
tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma.
Kemanusiaan terutama berarti hakekat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan
martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban
seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur, dan susila,
artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa berdasarkan pada
nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila
ini mempunyai makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada
potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan
umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan
hewan. Hakekat pengertian di atas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea
Pertama :”bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ...”. Selanjutnya dapat dilihat
penjabarannnya dalam Batang Tubuh UUD.
3) Persatuan
Indonesia
Persatuan
berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu
kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam
arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia
ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah Indonesia. Yang bersatu
karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah
negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang
dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan
Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena
itu, paham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai
bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa serta
keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang
berbunyi, ” Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD
1945.
4)
Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan.
Kerakyatan
berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu
wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia
menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam
hirarki kekuasaan.
Hikmat
kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan
dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan
itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara
khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu hal
berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang bulat dan mufakat.
Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara mengusahakan turut
sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga
perwakilan.
Dengan
demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas
kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusan. Sila ini merupakan sendi asas
kekeluargaan masyarakat sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan
Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang
berbunyi :”...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat ...”
5) Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan
sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti
untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.
Pengertian
itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis karena keadilan
sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia
sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Konsekuensinya
meliputi :
a) Keadilan
distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan warganya dalam arti
pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi,
dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup
bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiaban.
b) Keadilan
legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, dalam
masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
c) Keadilan
komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan lainnya secara
timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan diantara
keduanya sehingga tujuan harmonisasi akan dicapai. Hakekat sila ini dinyatakan
dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu :”dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan
Indonesia ... Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur”.
2.2 STUDI KASUS
Liputan6.com,
Jakarta-Bayu Bahtiar, remaja 18 tahun, terpaksa menderita luka bacok di
tubuhnya saat dia menunggu angkutan umum atau angkot sepulang sekolah, di Halte
Jalan Raya Serang Kampung Balaraja-Kabupaten Tanggerang, Banten.
Penganiayaan itu
bermula ketika pelajar SMK Kopri 2 Balaraja itu tengah menunggu angkot bersama
dua temannya. Tiba-tiba saja mereka dihampiri pelajar dari sekolah lain yang
berjumlah sekitar Sembilan orang dan mengendarai empat sepeda motor.
“Melihat
kejadian tersebut, dua teman korban melarikan diri lebih dulu. Sementara korban
lari tertinggal paling belakang”, kata Kapolsek Balaraja Kompol Wiwin Setiawan,
Tanggerang, Banten, Selasa (10/1/2017).
Kemudian, pelaku
berinisial KV turun dari sepeda motor sambil menenteng celurit dan mengejar
Bayu yang lari paling belakang. Saat mendekati Bayu, pelajar itu langsung
mengayunkan celurit berkali-kali ke tubuh Bayu hingga tersungkur di aspal.
“Memastikan
korbannya roboh, pelaku langsung kabur dan menghampiri temannya yang sudah
menunggu di motor, celurit langsung dibuang ke Sungai Cimanceri sebagai upaya
menghilangkan jejak”, tutur Wiwin.
Oleh warga dan
teman-temannya, Bayu langsung dibawa ke rumah sakit terdekat guna mendapat
pertolongan. Sementara KV tertangkap beberapa jam usai melakukan aksi
premanisme tersebut.
KV terancam
Pasal 351 penganiayaan, “Ini yang kami sesalkan, sebenarnya Polsek Balaraja
sudah melaksanakan langkah preventif atau pencegahan dengan penyuluhan ke
sekolah tentang kenakalan remaja dan narkoba”, tutur Wiwin.
2.3 PROBLEM
SOLVING
Pada kasus diatas maka pelaku terancam pasal 351
penganiayaan yaitu :
1. Penganiayaan
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
2. Jika
perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun
3. Jika
mengakibatkan mati, diancam dengan pidan paling lama tujuh tahun
4. Dengan
penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan
5.
Percobaan untuk
melakukan kejahatan ini tidak dipidana
Cara mengatasi kasus kenakalan remaja atau
penyimpangan etika di atas adalah sebagai berikut:
1. Bekali
siswa dengan pengetahuan agama yang sesuai
dengan pancasila yaitu sila pertama dan
menekankan nilai-nilai akhlak dan budi
pekerti
2. Perlunya
pengawasan orang tua dengan menjalin komunikasi yang baik dengan anak dan
menjauhkan anak dari hal-hal yang negative
3. Mengikuti kegiatan tambahan di
sekolah seperti pramuka dan kegiatan social lainnya untuk menyalurkan energi berlebih pada
siswa
4. Ajarkan
anak cara bermusyawarah agar tidak mudah terprovokasi dan tidak mempercayai
berita yang tidak sesuai dengan fakta
5. Pengawasan
sekolah, sekolah harus membuat aturan-aturan yang khusus pada siswa-siswanya
untuk meminimalisir ketegangan siswa antar sekolah
6. Hindari
kumpul-kumpul setelah pulang sekolah untuk menghindari terjadinya pertikaian
antar sekolah
7. Jalin
silaturahmi antar sekolah agar siswa mempunyai rasa persaudaraan bukan
permusuhan
Peran
pancasila dalam kasus kenakalan remaja :
Dalam
mengatasi masalah tersebut dibutuhkan pendidikan karakter yang dibangun melalui
pendidikan yang ikut melibatkan berbagai elemen bangsa sebagai pemangku
kepentingan seperti pendidikan pancasila. Dengan adanya pendidikan pancasila
diharapkan dapat meminimalisir dan menangkal kasus kenakalan remaja. Selain itu
pendidikan pancasila diharapkan mampu menghadirkan karakter generasi muda yang
tidak hanya cerdas namun juga berkarakter, dan peduli terhadap kemajuan
Indonesia. Karena karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan bangsa.
Menurut Ali
Ibrahim Akbar, 2000: ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata
oleh pengetahuan dan kemampuan teknis saja, tetapi lebih oleh pengetahuan
mengelola diri dan orang lain. Hal ini membuktikan bahwa kesuksesan seseorang
lebih ditentukan oleh kemampuan manage self daripada kemampuan knowlage. Dan
sebagai syarat bahwa mutu pendidikan karakter seperti pancasila mampu
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan dimasa yang akan datang. Maka dari
itu peranan pendidikan pancasila sangatlah penting dalam pembentukan karakter
generasi muda yang tidak hanya unggul tapi berakhlak mulia.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Simpulan
dari hasil pembelajaran penulis selama penyusunan karya ilmiah ini, penulis
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
Pendukung
dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang peranan dalam
perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan
dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku
kita. Seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian
yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran
pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan
menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang
berlaku dalam masyarakat maupun bangsa dan negara.
3.2 REFLEKSI
Melalui penerapan
aturan dan hukuman, pengungkapan kasus kenakalan remaja, mengetahui penyebab
remaja melakukan tindakan kenakalan remaja dan adanya pendidikan pancasila
diharapkan dapat meminimalisir dan menangkal kasus kenakalan remaja. Selain itu
pendidikan pancasila diharapkan mampu menghadirkan karakter generasi muda yang
tidak hanya cerdas namun juga berkarakter, dan peduli terhadap kemajuan
Indonesia.
3.3 SARAN
Indonesia sebagai
masyarakat yang warganya menganut ideologi pancasila sudah seharusnya
menjadikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai dasar dan pijakan serta nilai-nilai Pancasila senantiasa harus
diamalkan dalam setiap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar
tercipta persatuan dan kesatuan antar warga Indonesia.
Etika,
norma, nilai dan moral harus senantiasa diterapkan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang sesuai
dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
http://sintadevi597.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pancasila-sebagai-sistem-etika.html
http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html
http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-etika_8.html
Latif,
Yudi. 2011. Negara Paripurna
(Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan dan Keamanan, :http://www.harypr.com/
PSP
UGM dan Yayasan TIFA.
Pancasila Dasar Negara Kursus Presiden Soekarno tentang Pancasila, Edisi ke 1,
Cetakan ke 1.
Aditya Media bekerjasama dengan Pusat Studi Pancasila (PSP). Yogyakarta dan Yayasan
TIFA Jakarta
Saksono, Ign. Gatut. 2007. Pancasila Soekarno
(Ideologi Alternatif Terhadap Globalisasi dan Syariat Islam). CV Urna Cipta Media
Jaya
Syarbaini,
Syahrial. 2012. Pendidikan Pancasila
(Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa) di Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar