Minggu, 04 Maret 2018

Makalah Pancasila Sebagai Sistem Etika



KARYA ILMIAH
“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”
 
DOSEN PENGAMPU:
AHMAD FAUZAN,SP.d,M.Pd

DISUSUN OLEH :
NAMA            : MELISA MURZANITA
NIM                : A1C317037
KELAS           : FISIKA REGULER A
MK                  : PANCASILA

           

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
KATA PENGANTAR

            Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyeselsaikan Karya Ilmiah yang berjudul “Pancasila Sebagai Sistem Etika” dengan tepat waktu.
Saya sangat berterima kasih kepada dosen pengampu Bapak Ahmad Fauzan, S.Pd, M.Pd yang telah mengajar mata kuliah Pancasila.
Karya Ilmiah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak pembaca penulis diperlukan. Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan.
.

Jambi, 11 Desember 2017

                                                                                                Penulis








DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................ ... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... .. ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

BAB  I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang..................................................................................... .. 1    
1.2  Rumusan  Masalah................................................................................ .. 1
1.3  Tujuan................................................................................................... .. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Kajian Pustaka …………………………………………………………...   3
2.2.1     Pancasila Sebagai Sistem Etika …………………………………..   3
2.2.2     Pemahaman Konsep Dan Teori Etika …………………………….   4
2.2.3     Aliran – Aliran Besar Etika ………………………………………   4
2.2.4     Pengertian Nilai, Norma, Dan Moral …………………………….   10
2.2.5     Hubungan Nilai, Norma, Dan Moral ……………………………... 11
2.2.6     Pengertian Nilai Dasar, Nilai Instrumental, Dan Nilai Praktis......... 12
2.2.7     Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila............................................13   
2.2  Studi Kasus ……………………………………………………………..    16
2.3  Problem Solving ………………………………………………………...   16

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 19
3.2 Refleksi ………………………………………………………………….. 19
3.3 Saran........................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 20







BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia yang memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu sistem etika”.
Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Inti dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat (jasmani–rohani), sifat kodrat (individu-makhluk sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab di dunia. Kecenderungan menganggap acuh dan sepele akan kehadiran pancasila diharapkan dapat ditinggalkan dan di tinggalkan, karena pancasila wajib diamalkan oleh warga Negara Indonesia. Alasan lain karena  bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan etika bukan hal yang susah dan gampang untuk dilakukan, karena etika berasal dari tingkah laku, perkataan, perbuatan, serta hati nurani kita masing-masing.

1.2    RUMUSAN MASALAH
1.2.1   Apa maksud dari Pancasila sebagai Sistem Etika?
1.2.2   Bagaimana pemahaman konsep dan teori dari etika?
1.2.3   Apa saja Aliran-Aliran Besar Etika?
1.2.4   Apa yang dimaksud dengan Nilai, Norma, dan Moral yang terdapat dalam etika.
1.2.5   Bagaimana Hubungan Nilai, Norma, dan Moral?
1.2.6   Apa yang dimaksud dengan Nilai Dasar, Nilai Instrumental, dan Nilai Praktis?
1.2.7   Bagaimana Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila?

1.3    TUJUAN PENULIS
1.3.1   Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila yang diberikan oleh Dosen Pembimbing.
1.3.2   Untuk mengetahui lebih dalam maksud dari Pancasila sebagai Sistem Etika.
1.3.3   Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai Pancasila sebagai Sistem Etika.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1    KAJIAN PUSTAKA
2.2.1     Pancasila Sebagai Sistem Etika
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang  bagaimana kita dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah, etika membahas sistem-sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika sebagai ilmu dibagi dua yaitu :
1.      Etika umum, membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Tetapi pada prinsipnya etika umum membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung di dalamnya.
2.      Etika khusus, dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
a.    Etika indvidual, membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.
b.   Etika sosial, membahas kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran, etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik. Etika politik sebagai cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain.
                       
2.2.2     Pemahaman Konsep Dan Teori Etika
Dari asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat istiadat/kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu study tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Dalam mengkaji masalah, etika terdiri dari 2 teori :
1.   Teori Konsekuensialis
Kelompok teori yang konsekuensialis yang menilai baik buruknya perilaku mausia atau benar tidaknya sebagai manusia berdasarkan konsekuensi atau akibatnya. Yakni dilihat dari apakah perbuatan atau tindakan itu secara keseluruhan membawa akibat baik lebih banyak daripada akibat buruknya atau sebaliknya. Yang termasuk kedalam kelompok konsekuensalis dan teleologis adalah teoori egoisme, eudaimonisme, dan utilarisme.
2.   Teori Non Konsekuensialis
Teori ini menilai baik buruknya perbuatan atau benar salahnya tindakan tanpa melihat konsekuensi atau akibatnya, melainkan dengan hokum atau standar moral. Teori ini juga disebut dengan etika deontologist karena menekankan konsep kewajiban moral yang wajib ditaati manusia.

2.2.3     Aliran – Aliran Besar Etika
Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk.
A.    Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruknya. Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi bebas. Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan  yang baik adalah didasarkan atas otonomi bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.
B.     Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu.Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara motor tidak dapat dipenuhi karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan. etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
a.    Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang berakibat baik untuk pelakunya.
b.   Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan manfaat yang besar bagi banyak orang. Etika utilitarianisme ini menjawab pertanyaan etika egoisme, bahwa kemanfaatan banyak oranglah yang lebih diutamakan. Kemanfaatan diri diperbolehkan sewajarnya, karena kemanfaatan itu harus dibagi kepada yang lain. Sonny Keraf (2002: 19-21) mencatat ada beberapa kelemahan etika ini, yaitu:
a)   Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian masyarakat yang dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utilitarianisme membenarkan adanya ketidakadilan terutama terhadap minoritas.
b)   Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat dalam jangka pendek, tidak melihat akibat jangka panjang. Padahal,misalnya dalam persoalan lingkungan, kebijakan yang dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif pada masa yang akan datang.
c)   Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi lebih pada orientasi hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nama kemanfaatan yang besar, misalnya perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan. Menyadari kelemahan itu etika utilitarianisme membedakannya dalam dua tingkatan, yaitu utilitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka :
1)    Setiap kebijakan dan tindakan harus dicek apakah bertentangan dengan nilai dan norma atau tidak. Kalau bertentangan maka kebijakan dan tindakan tersebut harus ditolak meskipun memiliki kemanfaatan yang besar.
2)   Kemanfaatan harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang non-fisik seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya.
3)   Terhadap masyarakat yang dirugikan perlu pendekatan personal dan kompensasi yang memadai untuk memperkecil kerugian material dan non-material.
C.     Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya. Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturan sosial.
Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak pada figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri, sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter yang bermoral itu seperti apa.
D.    Etika Pancasila
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk.Misalnya pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain.
Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai Kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.
Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi.
Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas “dimenangkan” atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah/kebijaksanaan.
Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.
Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai Ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan lain-lain.

2.2.4     Pengertian Nilai, Norma, Dan Moral
1.   Nilai (value)
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia.
2.   Nilai sebagai suatu sistem
Nilai sebagai suaru sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Pandangan para ahli tentang nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat.
a.    Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat dalam enam macam, yaitu :
a)      Nilai teori
b)      Nilai ekonomi
c)      Nilai estetika
d)     Nilai sosial
e)      Nilai politik
f)       Nilai religi
b.   Max Scheler, mengelompokkan nilai menjadi empat tingkatan, yaitu:
a)      Nilai kenikmatan
b)      Nilai kehidupan
c)      Nilai kejiwaan
d)     Nilai kerohanian
c.    Notonagoro, membedakan nilai menjadi tiga, yaitu :
a)      Nilai material
b)      Nilai vital
c)      Nilai kerohanian
3.      Nilai berperan sebagai pedoman menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan.
4.      Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral, religi, dan sosial. Norma terdiri dari norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi. Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat antara lain :
a.    Norma agama adalah ketentuan hidup masyarakat yang ber- sumber pada agama.
b.   Norma kesusilaan adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nurani, moral atau filsafat hidup.
c.    Norma hukum adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan bersumber pada UU suatu Negara tertentu.
d.   Norma sosial adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara manusia dalam masyarakat.
5.      Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusial. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia.

2.2.5     Hubungan Nilai, Norma, Dan Moral
Nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan antarnya dapat diringkas sebagai berikut :
Nilai: kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan batin).
-  Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan batiniah manusia
-  Nilai dapat juga bersifat subyektif bila diberikan olehs ubyek, dan bersifat obyektif bila melekat pada sesuatu yang terlepasd arti penilaian manusia
Norma: wujud konkrit dari nilai, yang menuntun sikap dan tingkah laku manusia. Norma hukum merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau penegak hukum. Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang akan tercermin pada sikap dan -tingkah lakunya. Norma menjadi penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Moral dan etika sangat erat hubungannya. Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetapterpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak di garis bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki pondasi yang kuat tumbuh dan berkembang. Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.

2.2.6     Pengertian Nilai Dasar, Nilai Instrumental, Dan Nilai Praktis
A.    Nilai Dasar
Setiap orang miliki nilai dasar yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar berifat universal karena karena menyangkut kenyataan obyek dari segala sesuatu. Contohnya tentang hakikat Tuhan, manusia serta mahkluk hidup lainnya. Nilai Dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

B.     Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari makan itu akan menjadi norma moral. Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar yang merupakan penjabaran Pancasila.
C.     Nilai praksis
Nilai praktis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar.

2.2.7     Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini kita uraikan :
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme).
2)      Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakekat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur, dan susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan. Hakekat pengertian di atas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama :”bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannnya dalam Batang Tubuh UUD.
3)      Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD 1945.
4)         Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan.
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :”...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ...”
5)      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.
Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Konsekuensinya meliputi :
a)      Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan warganya dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiaban.
b)      Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
c)      Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan lainnya secara timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan diantara keduanya sehingga tujuan harmonisasi akan dicapai. Hakekat sila ini dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu :”dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia ... Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

2.2     STUDI KASUS
Liputan6.com, Jakarta-Bayu Bahtiar, remaja 18 tahun, terpaksa menderita luka bacok di tubuhnya saat dia menunggu angkutan umum atau angkot sepulang sekolah, di Halte Jalan Raya Serang Kampung Balaraja-Kabupaten Tanggerang, Banten.
Penganiayaan itu bermula ketika pelajar SMK Kopri 2 Balaraja itu tengah menunggu angkot bersama dua temannya. Tiba-tiba saja mereka dihampiri pelajar dari sekolah lain yang berjumlah sekitar Sembilan orang dan mengendarai empat sepeda motor.
“Melihat kejadian tersebut, dua teman korban melarikan diri lebih dulu. Sementara korban lari tertinggal paling belakang”, kata Kapolsek Balaraja Kompol Wiwin Setiawan, Tanggerang, Banten, Selasa (10/1/2017).
Kemudian, pelaku berinisial KV turun dari sepeda motor sambil menenteng celurit dan mengejar Bayu yang lari paling belakang. Saat mendekati Bayu, pelajar itu langsung mengayunkan celurit berkali-kali ke tubuh Bayu hingga tersungkur di aspal.
“Memastikan korbannya roboh, pelaku langsung kabur dan menghampiri temannya yang sudah menunggu di motor, celurit langsung dibuang ke Sungai Cimanceri sebagai upaya menghilangkan jejak”, tutur Wiwin.
Oleh warga dan teman-temannya, Bayu langsung dibawa ke rumah sakit terdekat guna mendapat pertolongan. Sementara KV tertangkap beberapa jam usai melakukan aksi premanisme tersebut.
KV terancam Pasal 351 penganiayaan, “Ini yang kami sesalkan, sebenarnya Polsek Balaraja sudah melaksanakan langkah preventif atau pencegahan dengan penyuluhan ke sekolah tentang kenakalan remaja dan narkoba”, tutur Wiwin.

2.3     PROBLEM SOLVING
Pada kasus diatas maka pelaku terancam pasal 351 penganiayaan yaitu :
1.   Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
2.   Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
3.   Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidan paling lama tujuh tahun
4.   Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan
5.   Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana
Cara mengatasi kasus kenakalan remaja atau penyimpangan etika di atas adalah sebagai berikut:
1.   Bekali siswa dengan pengetahuan agama yang sesuai dengan pancasila yaitu sila pertama dan menekankan  nilai-nilai akhlak dan budi pekerti
2.   Perlunya pengawasan orang tua dengan menjalin komunikasi yang baik dengan anak dan menjauhkan anak dari hal-hal yang negative
3.   Mengikuti kegiatan tambahan di sekolah seperti pramuka dan kegiatan social lainnya untuk menyalurkan energi berlebih pada siswa
4.   Ajarkan anak cara bermusyawarah agar tidak mudah terprovokasi dan tidak mempercayai berita yang tidak sesuai dengan fakta
5.   Pengawasan sekolah, sekolah harus membuat aturan-aturan yang khusus pada siswa-siswanya untuk meminimalisir ketegangan siswa antar sekolah
6.   Hindari kumpul-kumpul setelah pulang sekolah untuk menghindari terjadinya pertikaian antar sekolah
7.   Jalin silaturahmi antar sekolah agar siswa mempunyai rasa persaudaraan bukan permusuhan
Peran pancasila dalam kasus kenakalan remaja :
Dalam mengatasi masalah tersebut dibutuhkan pendidikan karakter yang dibangun melalui pendidikan yang ikut melibatkan berbagai elemen bangsa sebagai pemangku kepentingan seperti pendidikan pancasila. Dengan adanya pendidikan pancasila diharapkan dapat meminimalisir dan menangkal kasus kenakalan remaja. Selain itu pendidikan pancasila diharapkan mampu menghadirkan karakter generasi muda yang tidak hanya cerdas namun juga berkarakter, dan peduli terhadap kemajuan Indonesia. Karena karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan bangsa.
Menurut Ali Ibrahim Akbar, 2000: ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis saja, tetapi lebih oleh pengetahuan mengelola diri dan orang lain. Hal ini membuktikan bahwa kesuksesan seseorang lebih ditentukan oleh kemampuan manage self daripada kemampuan knowlage. Dan sebagai syarat bahwa mutu pendidikan karakter seperti pancasila mampu meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan dimasa yang akan datang. Maka dari itu peranan pendidikan pancasila sangatlah penting dalam pembentukan karakter generasi muda yang tidak hanya unggul tapi berakhlak mulia.


















BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Simpulan dari hasil pembelajaran penulis selama penyusunan karya ilmiah ini, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku dalam masyarakat maupun bangsa dan negara.
3.2  REFLEKSI
Melalui penerapan aturan dan hukuman, pengungkapan kasus kenakalan remaja, mengetahui penyebab remaja melakukan tindakan kenakalan remaja dan adanya pendidikan pancasila diharapkan dapat meminimalisir dan menangkal kasus kenakalan remaja. Selain itu pendidikan pancasila diharapkan mampu menghadirkan karakter generasi muda yang tidak hanya cerdas namun juga berkarakter, dan peduli terhadap kemajuan Indonesia.
3.3  SARAN
Indonesia sebagai masyarakat yang warganya menganut ideologi pancasila sudah seharusnya menjadikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai dasar dan pijakan serta nilai-nilai Pancasila senantiasa harus diamalkan dalam setiap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan kesatuan antar warga Indonesia.
Etika, norma, nilai dan moral harus senantiasa diterapkan dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang sesuai dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
                                               DAFTAR PUSTAKA             
http://sintadevi597.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pancasila-sebagai-sistem-etika.html
http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html
http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-etika_8.html
Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna (Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan dan Keamanan, :http://www.harypr.com/
PSP UGM dan Yayasan TIFA. Pancasila Dasar Negara Kursus Presiden Soekarno tentang Pancasila, Edisi ke 1, Cetakan ke 1. Aditya Media bekerjasama dengan Pusat Studi Pancasila (PSP). Yogyakarta dan Yayasan TIFA Jakarta
Saksono, Ign. Gatut. 2007. Pancasila Soekarno (Ideologi Alternatif Terhadap Globalisasi dan Syariat Islam). CV Urna Cipta Media Jaya
Syarbaini, Syahrial. 2012. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa) di Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Global Warming (Pemanasan Global)

Makalah Global Warming (Pemanasan Global) BAB 1 Pendahuluan A.      Latar Belakang Makalah Dalam beberapa tahun terakhir, isu pe...